YakusaBlog- Saat ini sungguh banyak kalangan muda Muslim yang bergabung di
organisasi-organisasi berbasis agama Islam. Ada di Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(PMII), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Himpunan Mahasiswa
Al-Wasliyah (HIMMAH), dan ada gabungan dari berbagai organisasi yang disebutkan
tadi, yaitu Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia Muda (ICMI Muda).
Semuanya berasal dari kaum intelektual muda yang sedang bergelut dalam
dunia ilmu pengetahuan dan berjuang untuk agamanya. Akan tetapi, hari ini umat
Islam tidak merasakan akan peran dan perjuangannya. Jika ada pun, ia tidak
lebih dari gerakan reaksioner, gerakan mengikut, dan gerakan yang bukan
diinisiatori oleh kelompok-kelompok intelektual ini.
Terkadang diberbagai daerah di Indonesia ini, kita sering menemukan sesama
organisasi tersebut saling menghujat. Kalau beda pendapat, ya itu wajar sekali.
Yang jelas tujuannya tetap masih kepada arah Islam. dan yang lebih mirisnya
lagi, kader-kadernya lebih memfokuskan dirinya pada politik praktis.
Sebagai intelektual muda Muslim yang bergabung di berbagai organisasi
mahasiswa Islam, tugas kita hari ini ialah mempelajari dan memahami Islam
sebagai aliran pemikiran yang membangkitkan kehidupan manusia, perseorangan
maupun masyarakat.
Mengapa demikian, mempelajari dan memahami Islam sebagai aliran pemikiran?
Karena, hari ini banyak mahasiswa Muslim yang hanya menganggap Islam hanya
sekedar agama yang mengatur hubungan dengan Tuhan saja. Padahal, ajaran Islam
sangat begitu sempurna dan mengatur segala hal tanpa terkecuali. Ada mahasiswa
Muslim, tapi ia secara sadar dan tidak sadar berperilaku seperti kaum-kaum
kapitalis dan komunis.
Nah, sekarang bagaimanakah cara kita mempelajari dan memahami Islam sebagai
aliran pemikiran kita? Menurut Ali Syari’ati (terlepas dia orang Syi’ah,
sebagai mahasiswa Muslim kita harus obyektif mengambil suatu kebenaran)
cara-cara mempelajari dan memahami Islam sebagai aliran pemikiran, yaitu:
Pertama, seorang intelektual Muslim harus mengenal Allah, dan membandingkan-Nya
dengan sesembahan agama-agama lain. Kedua,
mempelajari dan memahami kitab Al-Qur’an, dan kemudian membandingkannya dengan
kitab-kitab samawi dan juga kitab-kitab agama lainnya. Ketiga, mempelajari keperibadian Muhammad Rasulullah SAW. dan
membandingkannya dengan tokoh-tokoh besar pembaharuan yang pernah hidup dalam
sejarah. Keempat, mempelajari
tokoh-tokoh Islam terkemuka dan membandingkan mereka dengan tokoh-tokoh utama
agama maupun aliran-aliran pemikiran lain.
Baca juga: Cara-Cara Mengenal Allah
Menurut saya, tugas itu harus perlu kita tambahi di mana intelektual muda
Muslim hidup di Abad Informasi, yaitu dapat memanfaatkan perkembangan teknologi
saat ini untuk dakwah Islam, menyebarkan aliran-aliran pemikiran Islam, dan
tidak terpengaruh hal-hal buruk dari teknologi informasi. Untuk memahami dan
memanfaatkan sebaik-baiknya teknologi informasi tidak harus menjadi seorang
ahli tekhnologi. Jika boleh meminjam kata-kata Ziauddin Sardar, kita cukup
membuat pertimbangan-pertimbangan saat menggunakan alat-alat teknologi
informasi, menimbang-nimbang baik dan buruknya. Apabila lebih memudaratkan dan
bukan menjadi kebutuhan, maka pantas untuk ditinggalkan. Kita harus dapat
mengontrol diri.
Sebagai intelektual muda Muslim zaman now,
tentunya memikul amanah demi masa depan umat manusia yang lebih baik. Seorang
intelektual muda Muslim harus menyadari tugas ini sebagai tugas pribadi dan
apapun bidang studinya, dia harus senantiasa menumbuhkan pemahaman yang segar
tentang Islam dan tentang tokoh-tokoh besarnya, sesuai dengan bidangnya
masing-masing. Seperti yang kita sebutkan di atas tadi, Islam mempunyai
berbagai dimensi dan aspek, maka setiap intelektual muda Muslim bisa menemukan
sudut pandangan yang paling tepat sesuai dengan bidangnya.
Baca juga: Islam Agama Manusia Sepanjang Masa
Jika bidang studi yang kita minati tentang politik, maka kita harus
menyusun politik Islam berdasarkan Islam dengan mempergunakan terminologi yang
berasal dari Al-Qur’an, kepustakaan Islam, dan kepustakaan-kepustakaan yang
tidak bertentangan dengan ajaran Islam dalam segala aspek. Begitu juga dengan
bidang-bidang studi yang lainnya.
Download: PDF-Warisan Intelektual Islam
Tidak ada perjuangan yang sia-sia. Dan tidak ada pula seseuatu yang menjadi
kebetulan. Seperti kata Ali bin Abi Thalib, “kejahatan yang terorganisir dapat
mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir.” Maka untuk itu, gerakan yang
baik harus dimanajemen dengan baik, dan itu bagian dari tugas terbesar para
intelektual muda Islam saat ini.[]
Penulis: Ibnu Arsib
Instruktur HMI Cabang Medan
Ket.gbr: net/ilustrasi
Sumber gbr: https://www.deviantart.com/
No comments:
Post a Comment