YakusaBlog- Apa ilmu pengetahuan modern itu? Meskipun kata “modern” bisa diartikan
dengan banyak makna, untuk memudahkan pembahasan, kita batasi pengertian kata
itu sebagai definisi untuk tingkat-mutakhir perkembangan peradaban umat manusia
secara keseluruhan yang, karena berbagai hal, kebetulan, dimulai oleh bangsa-bangsa
dari kawasan Eropa Barat Laut.
Ciri peradaban mutakhir itu ialah teknologi. Teknologi ini, pada
gilirannya, ditopang oleh suatu sistem kognitif yang dilandasi oleh
empirisisme, dan inilah yang kita maksudkan dengan ilmu pengetahuan modern. Selain
empirisisme yang amat menonjol, ilmu pengetahuan modern juga berbeda dengan
ilmu pengetahuan klasik karena sikapnya yang selalu memandang ke depan,
sehingga ilmu pengetahuan menjadi tidak berhenti pada suatu tapal batas (frontier). Karena itu, eksplorasi dan
riset (research) merupakan bagian
mutlak ilmu pengetahuan modern.
Meskipun abad modern, kebetulan, dimulai oleh Eropa Barat Laut,
sesungguhnya bahan-bahan pembentuk kemodernan itu berasal dari pengalaman
hampir seluruh umat manusia, dari Cina di timur sampai Spanyol di barat. Karena
rentang daerah peradaban umat manusia pra-modern itu berpusat di kawasan Timur
Tengah dengan budaya Islamnya, yang paling banyak memberi sumbangan bahan
klasik bagi timbulnya abad modem itu ialah peradaban Islam.
Baca juga: Kepercayaan Versus Ilmu Pengetahuan
Dalam kosakata ilmu pengetahuan modern, dapat kita temukan berbagai “jejak
kaki” yang menunjukkan bahwa sumbangan Islam itu terutama berwujud berbagai
bahan yang merupakan high culture
umat manusia saat itu. dan sampai batas tertentu, juga saat sekarang, sebagaimana
tecermin pada istilah-istilah ilmiah, seperti aljabar (al-jabr), alkohol (al-kuhul),
asimut (al-sumt), logaritma (al-khawārizmiyah), dan cipher (al-sifr).
Tidak seluruh bahan peradaban Islam itu dihasilkan oleh kreasi umat Islam
sendiri. Selain berkreasi, umat Islam klasik juga berfungsi sebagai “penengah”
(wasīth) dan “saksi” (syahīd) keseluruhan umat manusia. Fungsi
itu dijalankan dengan menerapkan sikap terbuka terhadap peradaban dan ilmu
pengetahuan umat-umat lain. Sikap ini melahirkan sikap-sikap lebih lanjut yang
amat mendorong perkembangan ilmu dan peradaban, seperti sikap tidak segan
mengambil sesuatu yang baik dan bermanfaat dari umat lain.
Dalam perspektif inilah, bisa dipahami sabda-sabda Nabi bahwa “hikmah (ilmu
pengetahuan dan atau wisdom) adalah
barang hilang kaum beriman, sehingga siapa pun dari mereka menemukannya,
hendaknya ia mengambilnya,” dan hendaknya kita menuntut ilmu pengetahuan, meskipun
harus “ke negeri Cina”.
Karena itu, sejarah mencatat bahwa umat Islam adalah kelompok umat manusia
yang pertama menginternasionalkan ilmu pengetahuan. Jika sebelumnya suatu
cabang ilmu pengetahuan hanya merupakan kekayaan nasional bangsa tertentu,
seperti Yunani, Persia, India, dan Cina, sejak Islam dan dalam peradaban Islam,
ilmu-ilmu itu tumbuh menjadi kekayaan bersama umat manusia. Penjelasan mendasar
atas kenyataan-kenyataan itu terdapat dalam weltanschaung
Islam, yang memandang bahwa umat manusia (anak cucu Adam) adalah makhluk Tuhan,
yang ditunjuk untuk menjadi khalifah (wali pengganti) bagi-Nya di bumi.
Dalam Al-Qur’an diterangkan bahwa kelebihan nabi Adam atas para malaikat,
sehingga ia berhak dijadikan khalifah, ialah bahwa Tuhan memberinya ilmu pengetahuan
dan kemampuan mengenali lingkungannya. Dan lingkungan itu ialah seluruh jagat
raya (langit dan bumi) yang ditegaskan sebagai diciptakan oleh Tuhan untuk
kepentingan umat manusia.
Jadi, memahami lingkungan hidup, baik yang fisik maupun yang sosiokultural,
dapat dipandang sebagai pemenuhan fungsi kekhalifahan manusia. Hal itu juga
berarti usaha memahami sunnatullah (hukum-hukum Tuhan) yang telah
ditetapkan-Nya untuk alam ciptaan-Nya. Semua ini melahirkan ilmu pengetahuan, termasuk
ilmu pengetahuan modern. Maka bertindak dengan berpedoman pada hasil-hasil
penemuan ilmiah adalah bertindak sesuai dengan sunnatullah.
Baca juga: Tugas Intelektual Muda Muslim Zaman Now
Dengan kata lain, hal itu merupakan suatu bentuk ketundukan kepada Allah,
dan berarti pula suatu bentuk keislaman. Oleh karena itu, Al-Qur’an menyebutkan
bahwa dosa terbesar manusia yang tak terampuni ialah syirik. Sebab syirik, yang
sebenarnya merupakan takhayul (superstition)
itu, menghalangi manusia dari kemungkinan memahami alam dan masyarakat lingkungannya
secara obyektif. Jadi juga menghalangi ilmu pengetahuan-ilmu pengetahuan itu
sendiri tidak lain ialah usaha manusia memahami sunnatullah.
Jadi jelas, bahwa sumber sumbangan Islam bagi ilmu pengetahuan ialah paham tauhid: monoteisme yang tegas dan tidak mengenal
kompromi. Tauhid juga bisa disebut
paham Ketuhanan Yang Maha Esa adalah ajaran yang menegaskan bahwa Tuhan adalah
asal-usul dan tujuan hidup manusia, termasuk peradaban dan ilmu pengetahuannya.
Kini muncul banyak kritik kepada peradaban modern dengan teknologi dan ilmu
pengetahuannya itu. Dari sudut pandang Islam, hanya segi metode dan empirisisme
ilmu pengetahuan modernlah yang tampaknya absah (valid). Sedangkan dalam hal moral dan etika, ilmu pengetahuan
modern amat miskin. Hal ini bisa menjadi sumber ancaman lebih lanjut umat
manusia. Di sinilah letak inti sumbangan Islam dengan sistem keimanan
berdasarkan tauhid itu, kaum Muslim
diharapkan mampu menawarkan penyelesaian atas masalah moral dan etika ilmu pengetahuan
modern.
Manusia harus disadarkan kembali akan fungsinya sebagai ciptaan Tuhan, yang
dipilih untuk menjadi khalifah-Nya, dan harus mampu mempertanggungjawabkan
seluruh tindakannya di muka bumi ini kepada-Nya. Ilmu pengetahuan berasal dari
Tuhan, dan harus digunakan dalam semangat mengabdi kepada-Nya.[]
Sumber: Nurcholish Madjid, Islam
Kemodernan dan Keindonesiaan, PT Mizan Pustaka, Bandung, 2008, hal:
319-322.
Ket.gbr: net/ilustrasi
Sumber gbr: https://www.deviantart.com/
No comments:
Post a Comment