Secangkir Kopi Tentang HMI Zaman Now - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Wednesday 27 December 2017

Secangkir Kopi Tentang HMI Zaman Now


YakusaBlog- “Kak…kami pesan kopi tiga gelas” Salah satu temanku bernama Aditya Fernanda memesan kopi dengan begitu cepat sebelum pelayan café yang kami tempati bertanya kami hendak memesan apa.
“Kopi apa bang?” Tanya ramah pada kami.
“Kopi Susu panas, tapi susunya jangan banyak kali ya kak. Gimana bang, cocok…?” Salah satu teman bertanya padaku.
“Kalau aku cocok saja, asal kalian suka juga.” Jawabku dengan penuh negosiasi.
“Iya kak. Sama ubi goreng juga ya kak.”
“Ok bang. Sebentar ya bang.” Kakak pelayan tersebut dengan ramah meninggalkan kami.
Suasana sana malam itu sangat tenang untuk berdiskusi. Suara-suara pengunjung malam itu tidak terlalu ribuk. Memang kedai kopi itu tempat nongkrongannya mahasiswa, wartawan, pengusaha, dan aktivis-aktivis sosial lainnya. Suasananya sangat mendukung untuk berdiskusi ringan, membahas semua hal. Tempat itu pula tidak ada anak-anak alay yang hanya menghabiskan waktu dengan bermain Mobile Legends, Ludo dan main kartu.
“Crekk…crekk.” Suara Mancis membakar rokok yang sedang kuhisap.
“Bang, bagaimana menurut abang HMI kita sekarang yang sudah berusia tujuh puluh tahun usianya dan tidak sampai dua bulan lagi akan bertambah usia menjadi delapan puluh tahun?” Fernanda tiba-tiba nimbrung dengan pertanyaan itu.
Ukhuuk…ukhhuuuk.” Entah kenapa akupun batuk-batuk saat mendengar pertanyaan itu. Aku juga sudah berniat, jangan sampai ada pembahasan tentang HMI malam hari itu. Eh…ternyata pembahasan pertama dimulai dari HMI.
“Aduh….aduh, minum dulu bang. Hahahahahahaa….” Salah satu teman ngeledek.
“Menurut kalian gimana, kalain juga merasakannya tooh? Aku balik bertanya. Sebenarnya pertanyaan itu bentuk penolakanku terkait pembahasan itu.
“Ya…kalau menurutku bang. HMI sekarang, telah terdegradasi dan memudar seperti yang pernah disebutkan oleh sejarawan HMI, Agussalim Sitompul, dalam bukunya 44 Indikator Kemunduran HMI.” Fitrah, menjadi pembicara pertama.
“Terdegradasi dan memudar dari segi mana ini?” Aku kembali bertanya.
“Ya, baik secara kualitas maupun kuantitas bag.” Jawabnya tegas.
“Menurut sudara Fernanda, gimana?”
“Ah…abang ini kayak di forum aja. Kami yang nanya, malah ke kami pula yang dilemparkan pertanyaan itu. Nampak kali abang instrukturnya. Ini kita diskusi bang, kami mau tahu pendapat dari abang.”
“Hahahahaaa…..” Aku tertawa lepas.
“Oh…iya ya. Kok kita pula malah ditanya. Terjebak aku bah.” Fitrah baru sadar dengan metodeku.
Memang demikian metode yang menjadi kultur di keinstrukturan di training-training HMI. Pertanyaan yang berasal dari peserta, tidak langsung di jawab oleh si Instruktur. Tapi pertanyaan itu, dilemparkan dulu ke peserta lainnya. Di biarkan berdebat sesama peserta, kemudian setelah peserta lelah saling berargumentasi barulah sang instruktur menengahinya. Nah, metode ini sangat baik untuk memacu supaya peserta berani berbicara dan berpendapat. Metode ini tidak seperti di kelas kampus. Biasaya pertanyaan dari mahasiswa langsung di jawab oleh dosen.
“Jadi gimana menurut abang.” Mereka bertanya kembali.
“Begini, sebenarnya aku malas membicarakan terkait HMI saat ini, atau HMI zaman now. Sudah banyak sekali kader-kader kita, senior-senior kita, dan alumni-alumni kita yang  membicarakan hal ini. Dan mereka-mereka sudah memberikan berbagai otokritik yang konstruktif untuk HMI. Tooh…HMI ini, ya….entahlah. Payah bilangkannya.”
“Hmmmm….langsung gitu. Ya, sebagai seorang instrukturkan tidak boleh bosan dan tidak boleh patah semangat dalam membicarakan dan membahas ini. Dan harus dijelaskan kepada kader-kader HMI. Apa masalahnya dan bagaimana solusi memperbaikiki.” Cetus Fernanda.
“Ya, memang. Kita tidak boleh lelah untuk itu. Tapi itu bukan tugas mutlak bagi seorang instruktur. Seluruh keluarga besar HMI harus juga terlibat dalam memperbaiki HMI zaman now yang sedang sakit ini.”
“Kopinya bang…” Kakak pelayan memotong pembicaraan kami sambil meletakkan tiga gelas kopi yang dicampur dengan susu sedikit.
“Ok…kak, makasi ya.” Jawabku dengan ramah.
“Sampai mana tadi aku menjelaskan?”
“Kata abang tadi kita tidak boleh lelah…”
“Oooh…iya iya. Beberapa hari ini aku mendapat pesan yang masuk lewat inbox FB. Isi tentang ungkapan kekecewaan terhadap HMI di masa kini. Organisasi ini besar tapi mengapa kader-kader sangat menurut kualitasnya, dan bahkan ribut sesamanya demi mengejar kekuasaan di HMI. Struktural yang menjadi perebutan oleh beberapa oknum, sedangkan kultural HMI, seperti membaca, menulis dan berdiskusi, semakin menurun. Bahkan yang lebih parah lagi, ada kader-kadernya ikut dalam hal politik praktis di Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Demikian mereka mengatakan.” Aku coba menjelaskan realita yang ada.
“Jadi menurut abang gimana?”
“Ya, menurutku apa yang mereka gambarkan ini memang benar, dan itu fakta. Hari ini HMI kita, dalam artian perilaku kader-kadernya, mulai dari pusat hingga komisariat, sudah terdegradasi. Terlibat dalam politik praktis, dipengaruhi Mobile Legends, dan aktivitas-aktivitas hedonis lainnya. Hal ini membuat budaya keilmuan dan keagamaan kita menurun drastis. Jika dahulu, seperti yang digambarkan dalam beberapa literatur HMI, kita sangat mudah menemukan kader-kader HMI berdiskusi di kampus, membaca, dan tulisan-tulisannya nongol di berbagai media. Nah, hari ini bagaimana? Belum lagi sistem perkaderan kita sekarang, instruktur HMI yang kualitas keagamaan, keilmuan dan emosialnya sangat rendah. Aduh macam-macamlah…” Aku pun malas membicarakannya lebih dalam.
“Jadi bagaimana solusinya bang…?”
“Apa? Kau tanya solusinya padaku, baiknya tanyalah diri sendiri, dan mari kita tanyakan solusinya kepada mereka yang menjadi petinggi-petinggi di HMI, mulai dari Komisariat, Korkom, Cabang, Badko sampai PB HMI.”
“Ehh…tunggu. Tunggu dulu. Aku heran kenapa kopi yang ada dalam gelas kita ini bertuliskan HMI 70. Apa maksudnya ini, ide siapa ini? Fitrah bertanya heran.
“Oh..iya ya.” Fernanda juga ikut heran.
Aku hanya tersenyum dengan melihat ekspresi mereka. Diskusi malam itu tentang HMI zaman now tidak kami tuntaskan. Memang baiknya begitu, ide-ide yang baik untuk HMI saat ini tidak bakalan diterima oleh mereka-mereka yang memegang tampuk kepemimpinan di HMI. Karena ide-ide yang baik, tidak lebih kuat dari perkataan-perkataan senior walau itu salah, yang terpenting bisa menjaganya di struktural dan memberi dia amunisi “perjuangan”.
Orang-orang yang ingin memperbaiki HMI akan dibuat tidak betah sehingga pergi dengan sendirinya. Orang-orang yang tidak mempunyai jabatan dalam HMI dan dalam lingkungan masyarakat (alumni) sangat jarang dipanggil ke forum-forum HMI. Bahkan ada sekelompok orang ingin membuat suatu dinasti kerajaan di HMI.
HMI ini baik, maju  dan atau mundur, hal itu ada di tangang  kader-kader HMI saat ini. Jika HMI ingin baik, betul-betullah menjalankan usaha-usaha HMI yang tertuang di dalam pasal 5 AD HMI. Dan seluruh kader HMI harus patuh pada konsstitusi (AD/ART HMI). Mendahulukan apa yang menjadi kata konstitusi HMI, daripa kemauan pribadi dan kelompok.[]

Penulis: Ibnu Arsib
Instruktur HMI Cabang Medan

Sumber gbr: https://twitter.com/

No comments:

Post a Comment