YakusaBlog- “Kak…kami
pesan kopi tiga gelas” Salah satu temanku bernama Aditya Fernanda memesan kopi
dengan begitu cepat sebelum pelayan café
yang kami tempati bertanya kami hendak memesan apa.
“Kopi apa
bang?” Tanya ramah pada kami.
“Kopi Susu panas, tapi susunya jangan banyak kali
ya kak. Gimana bang, cocok…?” Salah satu teman bertanya padaku.
“Kalau aku
cocok saja, asal kalian suka juga.” Jawabku dengan penuh negosiasi.
“Iya kak.
Sama ubi goreng juga ya kak.”
“Ok bang. Sebentar
ya bang.” Kakak pelayan tersebut dengan ramah meninggalkan kami.
Suasana sana
malam itu sangat tenang untuk berdiskusi. Suara-suara pengunjung malam itu
tidak terlalu ribuk. Memang kedai kopi itu tempat nongkrongannya mahasiswa,
wartawan, pengusaha, dan aktivis-aktivis sosial lainnya. Suasananya sangat
mendukung untuk berdiskusi ringan, membahas semua hal. Tempat itu pula tidak
ada anak-anak alay yang hanya
menghabiskan waktu dengan bermain Mobile
Legends, Ludo dan main kartu.
“Crekk…crekk.”
Suara Mancis membakar rokok yang sedang kuhisap.
“Bang,
bagaimana menurut abang HMI kita sekarang yang sudah berusia tujuh puluh tahun
usianya dan tidak sampai dua bulan lagi akan bertambah usia menjadi delapan
puluh tahun?” Fernanda tiba-tiba nimbrung
dengan pertanyaan itu.
“Ukhuuk…ukhhuuuk.” Entah kenapa akupun
batuk-batuk saat mendengar pertanyaan itu. Aku juga sudah berniat, jangan
sampai ada pembahasan tentang HMI malam hari itu. Eh…ternyata pembahasan
pertama dimulai dari HMI.
“Aduh….aduh,
minum dulu bang. Hahahahahahaa….” Salah satu teman ngeledek.
“Menurut
kalian gimana, kalain juga merasakannya tooh?
Aku balik bertanya. Sebenarnya pertanyaan itu bentuk penolakanku terkait
pembahasan itu.
“Ya…kalau
menurutku bang. HMI sekarang, telah terdegradasi dan memudar seperti yang
pernah disebutkan oleh sejarawan HMI, Agussalim Sitompul, dalam bukunya 44 Indikator Kemunduran HMI.” Fitrah,
menjadi pembicara pertama.
“Terdegradasi
dan memudar dari segi mana ini?” Aku kembali bertanya.
“Ya, baik
secara kualitas maupun kuantitas bag.” Jawabnya tegas.
“Menurut
sudara Fernanda, gimana?”
“Ah…abang
ini kayak di forum aja. Kami yang nanya, malah ke kami pula yang dilemparkan
pertanyaan itu. Nampak kali abang instrukturnya. Ini kita diskusi bang, kami
mau tahu pendapat dari abang.”
“Hahahahaaa…..”
Aku tertawa lepas.
“Oh…iya ya. Kok
kita pula malah ditanya. Terjebak aku bah.” Fitrah baru sadar dengan metodeku.
Memang demikian
metode yang menjadi kultur di keinstrukturan di training-training HMI. Pertanyaan yang berasal dari peserta, tidak
langsung di jawab oleh si Instruktur. Tapi pertanyaan itu, dilemparkan dulu ke
peserta lainnya. Di biarkan berdebat sesama peserta, kemudian setelah peserta
lelah saling berargumentasi barulah sang instruktur menengahinya. Nah, metode
ini sangat baik untuk memacu supaya peserta berani berbicara dan berpendapat. Metode
ini tidak seperti di kelas kampus. Biasaya pertanyaan dari mahasiswa langsung
di jawab oleh dosen.
“Jadi gimana
menurut abang.” Mereka bertanya kembali.
“Begini,
sebenarnya aku malas membicarakan terkait HMI saat ini, atau HMI zaman now. Sudah banyak sekali kader-kader
kita, senior-senior kita, dan alumni-alumni kita yang membicarakan hal ini. Dan mereka-mereka sudah
memberikan berbagai otokritik yang konstruktif untuk HMI. Tooh…HMI ini, ya….entahlah. Payah bilangkannya.”
“Hmmmm….langsung
gitu. Ya, sebagai seorang
instrukturkan tidak boleh bosan dan tidak boleh patah semangat dalam membicarakan
dan membahas ini. Dan harus dijelaskan kepada kader-kader HMI. Apa masalahnya
dan bagaimana solusi memperbaikiki.” Cetus Fernanda.
“Ya, memang.
Kita tidak boleh lelah untuk itu. Tapi itu bukan tugas mutlak bagi seorang
instruktur. Seluruh keluarga besar HMI harus juga terlibat dalam memperbaiki
HMI zaman now yang sedang sakit ini.”
“Kopinya
bang…” Kakak pelayan memotong pembicaraan kami sambil meletakkan tiga gelas
kopi yang dicampur dengan susu sedikit.
“Ok…kak,
makasi ya.” Jawabku dengan ramah.
“Sampai mana
tadi aku menjelaskan?”
“Kata abang
tadi kita tidak boleh lelah…”
“Oooh…iya
iya. Beberapa hari ini aku mendapat pesan yang masuk lewat inbox FB. Isi tentang ungkapan kekecewaan
terhadap HMI di masa kini. Organisasi ini besar tapi mengapa kader-kader sangat
menurut kualitasnya, dan bahkan ribut sesamanya demi mengejar kekuasaan di HMI.
Struktural yang menjadi perebutan oleh beberapa oknum, sedangkan kultural HMI,
seperti membaca, menulis dan berdiskusi, semakin menurun. Bahkan yang lebih
parah lagi, ada kader-kadernya ikut dalam hal politik praktis di Pilkada 2018
dan Pemilu 2019. Demikian mereka mengatakan.” Aku coba menjelaskan realita yang
ada.
“Jadi
menurut abang gimana?”
“Ya,
menurutku apa yang mereka gambarkan ini memang benar, dan itu fakta. Hari ini
HMI kita, dalam artian perilaku kader-kadernya, mulai dari pusat hingga
komisariat, sudah terdegradasi. Terlibat dalam politik praktis, dipengaruhi Mobile Legends, dan aktivitas-aktivitas
hedonis lainnya. Hal ini membuat budaya keilmuan dan keagamaan kita menurun
drastis. Jika dahulu, seperti yang digambarkan dalam beberapa literatur HMI,
kita sangat mudah menemukan kader-kader HMI berdiskusi di kampus, membaca, dan
tulisan-tulisannya nongol di berbagai
media. Nah, hari ini bagaimana? Belum lagi sistem perkaderan kita sekarang,
instruktur HMI yang kualitas keagamaan, keilmuan dan emosialnya sangat rendah. Aduh
macam-macamlah…” Aku pun malas membicarakannya lebih dalam.
“Jadi
bagaimana solusinya bang…?”
“Apa? Kau
tanya solusinya padaku, baiknya tanyalah diri sendiri, dan mari kita tanyakan
solusinya kepada mereka yang menjadi petinggi-petinggi di HMI, mulai dari
Komisariat, Korkom, Cabang, Badko sampai PB HMI.”
“Ehh…tunggu.
Tunggu dulu. Aku heran kenapa kopi yang ada dalam gelas kita ini bertuliskan
HMI 70. Apa maksudnya ini, ide siapa ini? Fitrah bertanya heran.
“Oh..iya ya.”
Fernanda juga ikut heran.
Aku hanya
tersenyum dengan melihat ekspresi mereka. Diskusi malam itu tentang HMI zaman now tidak kami tuntaskan. Memang baiknya
begitu, ide-ide yang baik untuk HMI saat ini tidak bakalan diterima oleh
mereka-mereka yang memegang tampuk kepemimpinan di HMI. Karena ide-ide yang
baik, tidak lebih kuat dari perkataan-perkataan senior walau itu salah, yang
terpenting bisa menjaganya di struktural dan memberi dia amunisi “perjuangan”.
Orang-orang
yang ingin memperbaiki HMI akan dibuat tidak betah sehingga pergi dengan
sendirinya. Orang-orang yang tidak mempunyai jabatan dalam HMI dan dalam
lingkungan masyarakat (alumni) sangat jarang dipanggil ke forum-forum HMI. Bahkan
ada sekelompok orang ingin membuat suatu dinasti kerajaan di HMI.
HMI ini
baik, maju dan atau mundur, hal itu ada
di tangang kader-kader HMI saat ini.
Jika HMI ingin baik, betul-betullah menjalankan usaha-usaha HMI yang tertuang
di dalam pasal 5 AD HMI. Dan seluruh kader HMI harus patuh pada konsstitusi (AD/ART HMI). Mendahulukan
apa yang menjadi kata konstitusi HMI, daripa kemauan pribadi dan kelompok.[]
Penulis:
Ibnu Arsib
Instruktur
HMI Cabang MedanSumber gbr: https://twitter.com/
No comments:
Post a Comment