Secangkir Kopi Tentang Anak HMI yang “LGBT” - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Saturday, 30 December 2017

Secangkir Kopi Tentang Anak HMI yang “LGBT”


Assalamu’alaykum. Hallo boy…kalian di mana. Ngumpul yokk…?” Lewat telpon genggam aku mengajak teman-teman yang mana kami biasa menghabiskan malam dengan banyak berdiskusi di kedai kopi.
Wa’alaykumsalam bang, ini kami udah ngumpul. Abang di mana?” Jawab Fitrah menjelaskan.
“Abang baru saja selesai ngelola forum training LK I ini. Ok…aku ke sana.”
Aku pamit pada teman-teman instruktur yang bertugas dalam kepengelolaan LK I Cabang Medan kali itu. Ku hidupkan sepeda motor, tancap gas menuju tempat kami biasa minum kopi. Menuju ke tempat kedai kopi favorit kami, aku hanya butuh waktu selama kurang lebih lima belas menit. Itu pun karena malam hari, jika di siang atau di sore hari butuh sekitar empat puluh menit supaya sampai ke tujuan. Rasa-rasanya kemacetan di Medan ini sudah seperti di Jakarta. Belum lagi jalannya yang begitu hancur, anehnya Medan mendapat penghargaan sebagai kota terbaik. Sepertinya tim surveinya masih mengantuk dan butuh minum kopi.
“Bang…di sini.” Ahmad mengangkat tangannya saat aku lagi kebingunan mencari mereka.
“Kok di sini, biasanyakan di sana?” Aku menunjukkan tempat kami biasa duduk sambil menyalami mereka. Memang demikian, kader-kader HMI jika bertemu langsung salaman. Sungguh luar biasa keakraban mahasiswa Indonesia ini.
“Ah…gak masalah itu bang. Di sini juga tetap bisa duduk dan berdiskusi.” Cetus Fitrah dengan bijak.
“Dari mana bang, baru selesai ngelola LK I?” Basa-basi dari salah satu teman. Mungkin itu mencairkan suasana.
“Iya…boy. Alhamdulillah sudah selesai.”
Suasana malam itu lumayan panas sekali, tidak biasanya seperti ini. Aku buka baju kemejaku dan tinggal mengenakan baju kaos oblong. Malam itu pun terasa sangat berbeda sekali. Biasanya tempat itu tidak terlalu ramai. Entah mengapa memang hari di kedai kopi lebih banyak jema’ahnya daripada di masjid atau tempat ibadah lainnya sesuai agamanya masing-masing.
“Kak…pesan. Abang pesan apa?” Fitrah menawarkan.
Creek….crekk…” Aku menghidupkan sebatang rokok dan rasanya nikmat sekali, setelah satu harian aku tak merokok. Dalam tradisi HMI Cabang Medan, ada suatu semacam pandangan bahwa Instruktur tidak boleh merokok, baik di lokasi training atau di luar. Apabila ada seorang instruktur merokok itu dapat mencoreng nama baik instruktur HMI Cabang Medan. Bagiku itu tidaklah jadi permasalahan, jika kita obyektif, seharusnya kita semua tidak merokok. Tapi itu sangat susah sekali, silahkan bagi yang merokok merokok, bagi yang tidak jangan merokok. Jangan muncul pandangan negatif pada seseorang yang merokok. Apa yang menjadi saran dokter itu bagiku busyit semua. Jadi selama tidak dalam training formal silahkan saja.
Huufff…..aku pesan Sanger dingin kak.”
“Makannya bang….?” Pelayan yang sangat ramah.
“Minum aja dulu ya kak, nanti kalau aku lapar aku cari kakak. Rasanya enak jika kakak yang mengantarkannya.” Aku hendak menolak pesan makanan dengan cara menggombalnya dengan melemparkan senyuman ramah.
“Aduuhhhh….instruktur yang satu ini bukan hanya jaga di forum. Tapi gombal cewek juga bisa.” Ahmad menganggap itu sangat serius.
“Udahlah mad. Fokus aja sama makalah LK II mu itu. Sebelum deadline harus udah dikirim. Jangan lupa konfirmasi sama panitia sebelum ngirim makalah” Cetusku pada Ahmad.
“Ouououou….ada yang mau LK II?” suara ejekan dari Fitrah.
“Udah Fitrah, kita dukung dong teman kita ini. Di antara kita cuman dia yang belum Intermediate Training atau LK II. Jadi harus kita dukung dan do’akan supaya lancar-lancar saja.” Aku memberi motivasi pada Ahmad sambil meletakkan tanganku di pundaknya.
Amiiinnn….aminnn….ya Rabb.” Teman-teman yang lain mengangkat tangan selayaknya seperti orang-orang yang sedang berdoa.
“Kalau dia tidak cepat-cepat ikut training lanjutan sehabis LK II, apalagi dengan kondisi HMI saat ini, terkhususnya di Cabang kita, takutnya Ahmad menjadi Anak HMI yang “LGBT”, kan itu berbahaya.”
“Maksud abag gimana. Apa bisa orang yang tak ikut LK II bisa jadi LGBT.” Tanya Adit dengan serius. Terlihat kerutan keningnya sedang berlipat-lipat.
“Bukan begitu maksudnya dit.”
“Jadi bagaimana bang.”
“Maksud abang, dengan keadaan psikologi HMI di Cabang kita, kita takut semangatnya Ahmad untuk ber-HMI akan berkurang. Nah, dengan semangatnya yang berkurang itukan dia bisa jadi “LGBT”. Akau pun mengangkat kedua tanganku dengan membuat seperti tanda kutip saat mengatakan LGBT.
“Aku belum paham bang, maksud abang tentang Anak HMI yang “LGBT” itu.” Adit juga ikut menganggkat tangannya mempraktikkan apa yang aku lakukan sebelumnya.
“Maksud abang Ank HMI yang “LGBT” itu adalah Anak HMI yang Lagi Gak Butuh Training."
“Hahahahhaa…hahahahaa…wkwkwkwkwk…wkwkwkwkwk….” Semuanya tertawa, perhatian orang-orang pun tertuju pada kami.

"Bukan LGBT yang haram dan menyesatkan itu. Kalau LGBT yang haram dan menyesatkan itu sampai mati harus kita tolak dan basmi." Cetusku dengan serius.
Pelayan yang mengantarkan minumpun menghentikan canda kami, “Bang ini minumnya.”
“Ok…kak. Terimkasih ya. Oh..iya kak, kenalkan ini orang yang “LGBT”. Jawab Adit sambil menunjuk Ahmad, sambil mengangkat kedua tangan kemudian menggerakknaya membuat seperti lambang tanda kutip.
Semuanya pun tertawa dengan lepas dan bahagia. Keakraban dan kekeluargaan adalah sesuatu yang sangat berharga di HMI. Karena di HMI kita berteman lebih dari saudara. Yakin Usaha Sampai (Yakusa) menjadi slogan motivasi kita.[]

Penulis: Ibnu Arsib
Instruktur HMI Cabang Medan

Ket.gbr: Net/Ilustrasi

No comments:

Post a Comment