“ Assalamu’alaykum. Hallo boy…kalian di
mana. Ngumpul yokk…?” Lewat telpon genggam aku mengajak teman-teman yang mana
kami biasa menghabiskan malam dengan banyak berdiskusi di kedai kopi.
“Wa’alaykumsalam bang, ini kami udah
ngumpul. Abang di mana?” Jawab Fitrah menjelaskan.
“Abang baru
saja selesai ngelola forum training
LK I ini. Ok…aku ke sana.”
Aku pamit
pada teman-teman instruktur yang bertugas dalam kepengelolaan LK I Cabang Medan
kali itu. Ku hidupkan sepeda motor, tancap gas menuju tempat kami biasa minum
kopi. Menuju ke tempat kedai kopi favorit kami, aku hanya butuh waktu selama
kurang lebih lima belas menit. Itu pun karena malam hari, jika di siang atau di
sore hari butuh sekitar empat puluh menit supaya sampai ke tujuan. Rasa-rasanya
kemacetan di Medan ini sudah seperti di Jakarta. Belum lagi jalannya yang
begitu hancur, anehnya Medan mendapat penghargaan sebagai kota terbaik. Sepertinya
tim surveinya masih mengantuk dan butuh minum kopi.
“Bang…di
sini.” Ahmad mengangkat tangannya saat aku lagi kebingunan mencari mereka.
“Kok di
sini, biasanyakan di sana?” Aku menunjukkan tempat kami biasa duduk sambil
menyalami mereka. Memang demikian, kader-kader HMI jika bertemu langsung
salaman. Sungguh luar biasa keakraban mahasiswa Indonesia ini.
“Ah…gak
masalah itu bang. Di sini juga tetap bisa duduk dan berdiskusi.” Cetus Fitrah
dengan bijak.
“Dari mana
bang, baru selesai ngelola LK I?” Basa-basi dari salah satu teman. Mungkin itu
mencairkan suasana.
“Iya…boy. Alhamdulillah sudah selesai.”
Suasana
malam itu lumayan panas sekali, tidak biasanya seperti ini. Aku buka baju
kemejaku dan tinggal mengenakan baju kaos oblong. Malam itu pun terasa sangat
berbeda sekali. Biasanya tempat itu tidak terlalu ramai. Entah mengapa memang
hari di kedai kopi lebih banyak jema’ahnya daripada di masjid atau tempat
ibadah lainnya sesuai agamanya masing-masing.
“Kak…pesan.
Abang pesan apa?” Fitrah menawarkan.
“Creek….crekk…” Aku menghidupkan sebatang
rokok dan rasanya nikmat sekali, setelah satu harian aku tak merokok. Dalam tradisi
HMI Cabang Medan, ada suatu semacam pandangan bahwa Instruktur tidak boleh
merokok, baik di lokasi training atau di luar. Apabila ada seorang instruktur
merokok itu dapat mencoreng nama baik instruktur HMI Cabang Medan. Bagiku itu
tidaklah jadi permasalahan, jika kita obyektif, seharusnya kita semua tidak
merokok. Tapi itu sangat susah sekali, silahkan bagi yang merokok merokok, bagi
yang tidak jangan merokok. Jangan muncul pandangan negatif pada seseorang yang
merokok. Apa yang menjadi saran dokter itu bagiku busyit semua. Jadi selama
tidak dalam training formal silahkan
saja.
“Huufff…..aku pesan Sanger dingin kak.”
“Makannya
bang….?” Pelayan yang sangat ramah.
“Minum aja
dulu ya kak, nanti kalau aku lapar aku cari kakak. Rasanya enak jika kakak yang
mengantarkannya.” Aku hendak menolak pesan makanan dengan cara menggombalnya
dengan melemparkan senyuman ramah.
“Aduuhhhh….instruktur
yang satu ini bukan hanya jaga di forum. Tapi gombal cewek juga bisa.” Ahmad
menganggap itu sangat serius.
“Udahlah
mad. Fokus aja sama makalah LK II mu itu. Sebelum deadline harus udah dikirim. Jangan lupa konfirmasi sama panitia
sebelum ngirim makalah” Cetusku pada Ahmad.
“Ouououou….ada
yang mau LK II?” suara ejekan dari Fitrah.
“Udah
Fitrah, kita dukung dong teman kita ini. Di antara kita cuman dia yang belum Intermediate Training atau LK II. Jadi
harus kita dukung dan do’akan supaya lancar-lancar saja.” Aku memberi motivasi
pada Ahmad sambil meletakkan tanganku di pundaknya.
“Amiiinnn….aminnn….ya Rabb.” Teman-teman
yang lain mengangkat tangan selayaknya seperti orang-orang yang sedang berdoa.
“Kalau dia
tidak cepat-cepat ikut training
lanjutan sehabis LK II, apalagi dengan kondisi HMI saat ini, terkhususnya di
Cabang kita, takutnya Ahmad menjadi Anak HMI yang “LGBT”, kan itu berbahaya.”
“Maksud abag
gimana. Apa bisa orang yang tak ikut LK II bisa jadi LGBT.” Tanya Adit dengan
serius. Terlihat kerutan keningnya sedang berlipat-lipat.
“Bukan
begitu maksudnya dit.”
“Jadi
bagaimana bang.”
“Maksud
abang, dengan keadaan psikologi HMI di Cabang kita, kita takut semangatnya
Ahmad untuk ber-HMI akan berkurang. Nah, dengan semangatnya yang berkurang
itukan dia bisa jadi “LGBT”. Akau pun mengangkat kedua tanganku dengan membuat
seperti tanda kutip saat mengatakan LGBT.
“Aku belum
paham bang, maksud abang tentang Anak HMI yang “LGBT” itu.” Adit juga ikut
menganggkat tangannya mempraktikkan apa yang aku lakukan sebelumnya.
“Maksud
abang Ank HMI yang “LGBT” itu adalah Anak HMI yang Lagi Gak Butuh Training."
“Hahahahhaa…hahahahaa…wkwkwkwkwk…wkwkwkwkwk….”
Semuanya tertawa, perhatian orang-orang pun tertuju pada kami.
"Bukan LGBT yang haram dan menyesatkan itu. Kalau LGBT yang haram dan menyesatkan itu sampai mati harus kita tolak dan basmi." Cetusku dengan serius.
"Bukan LGBT yang haram dan menyesatkan itu. Kalau LGBT yang haram dan menyesatkan itu sampai mati harus kita tolak dan basmi." Cetusku dengan serius.
Pelayan yang
mengantarkan minumpun menghentikan canda kami, “Bang ini minumnya.”
“Ok…kak. Terimkasih
ya. Oh..iya kak, kenalkan ini orang yang “LGBT”. Jawab Adit sambil menunjuk
Ahmad, sambil mengangkat kedua tangan kemudian menggerakknaya membuat seperti
lambang tanda kutip.
Semuanya pun
tertawa dengan lepas dan bahagia. Keakraban dan kekeluargaan adalah sesuatu
yang sangat berharga di HMI. Karena di HMI kita berteman lebih dari saudara.
Yakin Usaha Sampai (Yakusa) menjadi slogan motivasi kita.[]
Penulis:
Ibnu Arsib
Instruktur
HMI Cabang Medan
Ket.gbr: Net/Ilustrasi
No comments:
Post a Comment