Munir dan Perjuangannya Membela Hak Azasi Manusia - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Monday, 18 December 2017

Munir dan Perjuangannya Membela Hak Azasi Manusia


YakusaBlog- Tiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari Hak Azasi Manusia (HAM) sedunia. Momentum peringatan hari HAM sedunia mengingatkan saya pada seorang sosok pejuang dan korban HAM dari Indonesia. Sosok itu siapa lagi kalau bukan Munir Said Thalib, seorang laki-laki pemberani asal Kota Batu, Jawa Timur. Lewat lembaga yang didirikannya seperti komisi untuk orang hilang dan korban tindak kekerasan (Kontras) dan Imparsial. Munir berjuang untuk penegakan kasus-kasus HAM yang belum dan takkan terselesaikan di negeri ini. Karena kasusnya sengaja disembunyikan oleh oknum-oknum tertentu.
Membahas persoalan HAM yang tiada tuntasnya memang tidak bisa terlepas dari pembahasan nama Munir. Hal itu disebabkan karena keberaniannya dalam perjuangan penegakan HAM dan karena suatu tragedi pembunuhan atas dirinya yang sangat tragis. Niatnya untuk menuntut ilmu dan mendalami ilmu hukum di negeri Belanda harus terhenti karena niat jahat dan kekkejaman dari orang-orang yang sangat membenci dan menginginkan kematian terhadap Munir.
Lewat racun arsenik yang dicampurkan pada minuman Munir saat dalam penerbangan menuju Belanda menjadi suatu petaka yang tak terucapkan kepedihannya. Bagaimana mungkin seorang pejuang HAM yang ingin membongkar dan menuntaskan kasus-kasus HAM di Indonesia harus pergi meninggalkan semua orang yang mencintai dan punya pengharapan besar terhadap seorang Munir.
Kematian Munir bukan berarti harus mematikan semangat pewaris-pewarisnya untuk terus berjuang terhadap penegakan HAM. Munir telah memberikan kita contoh keberanian untuk terus komitmen dan setia dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Meskipun telah diancam dan diteror berjuta-juta kali, Munir tetap tidak gentar untuk terus memperjuangkan apa yang dicita-citakannya, yakni membongkar kasus-kasus HAM di Indonesia.
Perjuangan Munir yang sampai berujung pada kematian adalah sebuah pesan penting dari Munir tentang arti dar isebuah kehidupan. Munir telah mengajarkan kita untuk tidak berhenti dalam berpengharapan. Hal inilah yang semestinya terus diingat oleh pewaris-pewaris Munir agar tetap bersemangat dalam menajalankan tugas-tugas kemanusiaannya.
Menagih Komitmen Pemerintah
Komitmen Pemerintah dalam menuntaskan kasus-kasus HAM termasuk kasus Munir harus terus ditagih. Menuntaskan sejumlah kasus-kasus HAM di negeri ini adalah salah satu janji Politik Jokowi-JK saat berkampanye. Namun, untuk bisa melepaskan diri dari janji berat tersebut pemerintah membuat alasan yang mengada-ngada dan tidak masuk akal. Pemerintah beralasan bahwa hasil dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir telah hilang dan melemparkannya ke era pemerintahan sebelumnya (era Presiden SBY) dengan mengatakan hasil TPF hilang saat masa pemerintahan presiden SBY. Tudingan ini tentu menimbulkan reaksi keras dari pihak Cikeas. Bagaimana mungkin negara yang punya wewenang dan otoritas penuh serta sumber daya, bisa tidak tahu dimana dokumen itu berada.
Alasan hilangnya dokumen TPF Munir semakin memperkuat dugaan kita bahwa pemerintah dari era ke era belum ada yang berani untuk menuntaskan kasus Munir dan kasus-kasus HAM lainnya di Indonesia. Perlu keberanian politik dari pemerintah kalau memang serius untuk menuntaskan sejumlah kasus HAM di negeri ini. Kasus Munir dan kasus-kasus HAM lainnya tidak terlepas dari keterlibatan elit-elit politik negeri ini. Oleh sebab itu, belum ada pemerintah yang berani membongkar dan menuntaskan kasus-kasus HAM termasuk kasus Munir karena aktor-aktor intelektualnya masih terlibat dalam aktivitas-aktivitas politik saat ini. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Kordinator Kontras, Yati Andriyani dalam acara dialog bertema “Mengingat MunirMenyalakan Kemanusiaan” di Museum Omah, Batu, Jawa Timur, Jumat (8/12). Pemerintah tidak mau mengumumkan hasil TPF lantaran konsekuensinya sangat banyak. Isi dokumen menyebut sejumlah nama terkait dengan pembunuhan Munir.
Rasa takut memang sangat sulit untuk dikalahkan. Benar bahwa manusia tidak bisa terlepas dari sebuah ketakutan. Tapi demi kebenaran dan keadilan rasa takut itu mesti harus ditaklukkan. Itulah yang dinamakan keberanian. Dan Munir telah menunjukkan itu kepada kita semua. Munir juga seorang manusia biasa yang memiliki rasa takut. Tapi Munir telah membuktikkan bagaimana selayaknya seorang manusia mampu menaklukkan rasa takut yang ada dalam dirinya.
Contoh yang diajarkan Munir ini semestinya menjadi pelajaran bagi kita semua termasuk pemerintah kalau memangpunya keseriusan dalam menuntaskan kasus Munirdan kasus-kasus HAM lainnya.
Setiap tindakan dan keputusan pasti ada konsekuensinya. Apakah pemerintah mau menuntaskan kasus Munir dan kasus HAM lainnya atau ingin mendiamkan dan menutup nutupinya sama-sama punya konsekuensi. Kalau dibuka dan dituntaskan maka akan lahir konflik-konflik baru sesama elit-elit politik. Karena diduga kuat banyak elit-elit politik yang terlibat dalam sejumlah kasus HAM. Tentu perlu keberanian dalam soal ini. Dan kalau didiamkan dan ditutup-tutupi tentu harapan rakyat agar kasus-kasus HAM diselesaikan semakin mengecil. Rasa kepercayaan (trust) rakyat terhadap pemerintah sudah pastime nurun karena selalu diiming-imingi janji yang jarang ditepati. Momentum hari HAM sedunia semestinya menjadi momen untuk merenung bagi pemerintah apakah mau mengikuti kehendak elit politik atau kehendak rakyat.
Pelajaran Dari Kasus Munir
Ada pendapat yang mengatakan bahwa pelajaran terpenting dari sejarah adalah: Manusia tak pernah belajar dari sejarah. Pendapat ini kelihatannya sesuai dengan realita penegakan hukum yang terjadi saat ini. KasusMunir yang tidak tertuntaskan ternya tadi ikuti oleh kasus-kasus HAM paska kasus Munir yang juga belum dan mungkin tidak akan tertuntaskan. Kasus-kasus baru pelanggaran HAM masih terus muncul. Lihat kasus pembunuhan aktivis Lingkungan Salim Kancil di Lumajang. Hingga penyiraman air keras kepada penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan. Kedua kasus ini juga belum tertuntaskan secara total sampai sekarang.
Pada akhirnya, sejarah hanya dokumen yang tersimpan dalam rak perpustakaan. Sejarah tidak dijadikan cermin untuk menilik kesalahan di masalalu. Dengan melihat kasus Munir penegak hukum di negeri ini semestinya belajar untuk tidak mengulangi kasus yang sama, yakni tidak menuntaskan sebuah kasus secara adil danbenar. Dan ternyata kasus Munir masih terulang kembali dan mungkin akan terus berulang kalau negara tidak belajar dari sejarah yang terjadi.
Keberanian kerap kali mendekatkan pada kematian. Lantas apakah itu membuat kita untuk berhenti memperjuangkan kebenaran dan keadilan? Kehidupan hanyalah satu kali. Untu kitu, janganlah kehidupan yang hanya sekali ini membuat kita takut akan kebenaran dan keadilan. Dan membuat hidup kita menjadi sia-sia. Pesan penting dari apa yang dilakukan Munir adalah dia telah menunjukkan kepada kita tentang arti dari sebuah perjuangan serta komitmen terhadap kebenaran dan keadilan. Tidak berhenti untuk terus berpengharapan telah dilakukan Munir. Harapanlah yang semestinya terus hidup dalam diri setiap pewaris-pewaris Munir. Seperti kata penyair Emily Dickinson: “Pengharapan adalah sesuatu yang bersayap yang hinggap pada jiwa. Dan bersenandung tanpa kata. Dan tidak pernah berhenti sama sekali.[]

Penulis: Ikhwan Kurnia Hutasuhut

Ketua Bidang Kajian dan Keilmuan HMI Cabang Medan Periode 2017-2018

Ket.gbr: Animasi Munir saat berorasi
Sumber gbr: https://www.deviantart.com/

No comments:

Post a Comment