Mengenal Asas Praduga Tak Bersalah - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Saturday, 16 December 2017

Mengenal Asas Praduga Tak Bersalah

YakusaBlog- Peradilan tindak pidana pada dasarnya bertujuan untuk menaggulangi praktek tindak kejahatan yang terjadi dalam masyarakat. Peradilan muncul sebagai akibat hukum dari sebuah tindak pidana yang terjadi dalam masyarakat, baik yang terjadi akibat sebuah kesengajaan maupun kealpaan. Pada prinsipnya, peradilan akan menunjukkan kepastian hukum dari implikasi yang terjadi akibat tindak pidana yang terjadi. Namun memahami praktek peradilan pidana di Indonesia tidak semudah memahami film animasi.
Peradilan pidana di indonesia di atur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau dikenal dengan UU No. 8 tahun 1981. Peradilan pidana merupakan sebagai upaya hukum dalam mencari rasa keadilan, tentunya harus berdiri pada posisi yang objektif. Dengan tidak mengangkangi hak dari seorang pelaku yang secara notabenenya merupakan subjek yang akan di berikan sanksi akibat perbuatannya. Walaupun faktanya, kita sangat geram terhadap pelaku tindak pidana. Sebagaimana yang tertuang dalam buku Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Penyidikan Dan Penuntutan karya M. Yahya Harahap S.H disebutkan bahwa:
“Tersangka harus ditempatkan pada kedudukan manusia yang memiliki hakikat martabat. Dia harus dinilai sebagai subjek, bukan objek. Yang diperiksa bukan manusia tersangka. Perbuatan tindak pidana yang dilakukannyalah yang menjadi objek pemeriksaan. Ke arah kesalahan tindak pidana yang dilakukan pemeriksaan ditujukan. Tersangka harus dianggap tidak bersalah, sesuai dengan asas praduga tak bersalah sampai diperoleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap.”
Hak untuk diperlakukan sebagai manusia, di hargai harkat dan martabat dari seorang tersangka inilah yang kemudian di kenal dengan istilah asas praduga tak bersalah (presumtion of innocence). Apakah sistem peradilan Pidana Indonesia mengakui adanya asas ini? Apakah tersangka dalam praktek peradilannya di Indonesia memiliki hak untuk duduk santai?
Asas presumtion of innocence atau asas praduga tak bersalah adalah asas yang menegaskan hak seseorang tersangka untuk tidak dianggap bersalah sampai ada putusan pengadilan yang menyatakan bersalah.  Hak tersangka yang dimaksud di sini merupakan hak yang harus diperolehnya. Apa saja hak itu? Nanti akan penulis sebutkan, namun untuk membedahnya, mungkin dalam kesempatan lainnya.
Asas praduga tak bersalah diatur dalam KUHAP dan dalam UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam KUHAP, asas ini diatur dalam penjelasan ketentuan umum butir ke 3 huruf (c) yang berbunyi: “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”
Sedangkan dalam UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, asas praduga tak bersalah diatur dalam pasal 8 ayat (1) yang berbunyi: “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.”
Perlu diingat bahwa, walaupun tersangka memiliki hak yang dilindungi undang-undang, tetap haknya terbatas. Selama hak tersangka yang diatur  dalam pasal 50 sampai pasal 68 KUHAP maka tidak perlu ada yang dikhawatirkan. Walaupun dia dilindungi Undang-Undang, namun tetap status yang dipersangkakan akan melekat dalam dirinya. Itulah yang membuat asas ini cenderung tidak sejalan dengan kehidupan sosial di Indonesia.
Lebih lanjutnya, asas praduga tak bersalah harus diartikan, selama terhadap seorang tersangka atau terdakwa diberikan secara penuh hak-hak hukum sebagaimana dirinci dalam KUHAP tersebut, maka selama itu pula perlindungan atas asas praduga tak bersalah telah selesai dipenuhi. Putusan pengadilan yang menyatakan seorang terdakwa bersalah yang didasarkan bukti-bukti yang tidak meragukan majelis hakim, harus diartikan sebagai akhir dari perlindungan hukum atas hak terdakwa untuk dianggap tidak bersalah. Praduga tersebut selanjutnya berhenti ketika pengadilan memutuskan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan dan dihukum pidana sementara waktu dan atau pidana denda. Namun perlu diingat, pasal 66 KUHAP merupakan reprepenstase dari asas presumtion of innocence.
Demikian ulasan singkat dari penulis mengenai asas praduga tak bersalah. Kekurangan dalam hal penulisan, baik secara kepustakaan ataupun teknis penulisan, kiranya dapat dimaklumi.[]

Penulis: MHD. Panca Anugrah

Mahasiswa Fakultas Hukum UISU Medan


Ket.gbr: Net/Ilustrasi

No comments:

Post a Comment