YakusaBlog- Kader-Kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan alumni-alumni HMI, yang
sedang masih belajar di Fakultas Hukum (kader-kader HMI) dan sebagai praktisi
hukum (alumni-alumni HMI), mungkin, mayoritas tidak mengenal Basthanut Arifin
serta perannya dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang sering di ajarkan di
Fakultas Hukum.
Ketika membahas hukum islam atau KHI di ruang kuliah, dosen-dosen sangat
jarang menjelaskan terkait penyusunan KHI dengan membahas siapa arsitek atau
inisiatornya. Ternyata, Busthanul Arifin (alumni HMI) adalah arsitek KHI di
Indonesia. Hal ini memperkuat bahwa HMI sangat berperan dalam pembangunan hukum
di Indonesia. Sebagai seorang mahasiswa hukum, kader HMI dan alumni HMI yang
menjadi praktisi hukum, kita harus mengetahui siapa dan bagaimana Busthanul
Arifin, yang menjadi Sang Arsitek Komplisasi Hukum Islam.
Prof. Dr. H. Busthanul Arifin, S.H. lahir di Payakumbuh, 2 Juni 1929 dan
wafat di Jakarta pada 22 April 2015. Dia merupakan seorang pakar Hukum Islam (Islamic Law), hakim, dan cendekiawan
Indonesia. Ia pernah menjabat Ketua Muda Mahkamah Agung dan Sekretaris Jenderal
(Sekjen) Perhimpunan Ahli Hukum Islam Asia Tenggara. Di samping ia pernah
menjabat sebagai rektor, Busthanul Arifin juga dikenal sebagai bagian daripada
arsitek (yang menukangi) Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia.
Busthanul meraih gelar sarjana hukum dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah
Mada (UGM), Yogyakarta. Saat menjadi mahasiswa, dia pernah menjabat sebagai
Ketua Umum HMI Cabang Yogyakarta periode 1954-1955. Setelah tamat dari UGM pada
akhir tahun 1955, Busthanul memulai karir sebagai Hakim di Jawa Tengah.
Sambil bekerja, ia juga mengajar di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA).
Pada tahun 1966, dia dipercaya menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi
Kalimantan Selatan dan Tengah di Banjarmasin selama dua tahun. Busthanul Arifin
kemudian diangkat menjadi Hakim Agung pada 3 Februari 1968. Pada tahun 1982,
dia diangkat menjadi Ketua Muda Mahkamah Agung Urusan Lingkungan Peradilan
Agama yang diembannya hingga ia pensiun pada 30 Juli 1994.
Setelah pensiun dari Mahkamah Agung, Busthanul Arifin berkiprah sebagai
Penasihat Menteri Agama di bidang hukum. Ia dikenal sebagai inisiator Kompilasi
Hukum Islam yang dipakai sebagai hukum materil di peradilan agama hingga kini.
Busthanul Arifin juga pendiri dan sekaligus menjabat rektor pertama
Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang. Kapasitanya sebagai pakar
Hukum Islam juga mengantarkannya dipercaya sebagai Sekjen Perhimpunan Ahli
Hukum Islam Asia Tenggara. Karya-karyanya, antara lain: Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia: Akar Sejarah, Hambatan, dan
Prospeknya (1966); Transformasi Hukum
Islam ke Hukum Nasional: Bertenun Dengan Benang-Benang Kusut (2011); dan
yang lainnya.
Busthanul
Arifin dan Kompilasi Hukum Islam
Dalam tesisnya berjudul “Studi atas
Pemikiran Bustahnul Arifin Tentang Konsepsi Hukum Islam dan Pemberlakuannya di
Indonesia”, Munawar mencatat bahwa menurut Busthanul Arifin, pelembagaan
hukum Islam pada hakikatnya merupakan aktualisasi hukum Islam supaya berlaku
efektif dalam kehidupan masyarakat.
Dalam rangka itulah, Busthanul Arifin tampil dengan gagasan perlunya
membuat KHMI. Di samping itu, dia selalu berada di garda depan, penarik gerbong
aspirasi umat Islam dalam sistem hukum nasional di Indonesia, sehingga salah
satu perjuangannya dengan di dukung oleh semua pihak: Rancangan Undang-Undang
Peradilan Agama (RUU-PA) disahkan menjadi UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan
Agama.
Konsep hukum Islam menurut Busthanul, titik tekannya dengan melihat dataran
aplikatif pasa suatu kasus dengan mengkondisikan fiqh sebagai hasil ijtihad manusia memenuhi tuntutan zaman dan
kebutuhan manusia serta penerapan syariat yang berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah
sebagai rujukannya.
Busthanul berusaha keras mencurahhkan segala kemampuannya untuk
memposisikan hukum Islam pada proporsionalnya, sehingga untuk mewujudkan
cita-citanya perlu adanya pemberlakuan hukum Islam di Indonesia secara yuridis
formal diakui sebagai hukum positif bagi warga muslim di Indonesia. Unsahanya mendapat
sambutan yang baik dari berbagai kalangan sampai terwujudnya pengkodifikasian
(membukukan-red) hukum Islam melalui
Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 tahun 1991, serta penguatan peranan posisi
Peradilan Agama yang sejajar dengan peradilan lainnya.
KHI adalah sekumpulan materi hukum Islam yang ditulis pasal demi pasal yang
berjumlah 229 pasal, terdiri atas tiga kelompok materi huku, yaitu Hukum
Perkawinan (170 pasal), Hukum Kewarisan termasuk wasiat dan hibah (44 pasal)
dan Hukum Pewakafan (14 pasal), ditambah satu pasal ketentuan penutup yang
berlaku untuk ketiga kelompok hukum tersebut. KHI disusun melalui jalan yang
sangat panjang dan melelahkan karena dinamika politik terjadi di Indonesia dari
masa ke masa.
Inpres No. 1 tahun 1991 pada dasarnya merupakan perintah sosialisasi KHI
untuk digunakan oleh instansi pemerintah dan masyarakat yang memerlukannya. Secara
tegas dalam Inpres tersebut disebutkan bahwa Presiden menginstruksikan kepada
Menteri Agama untuk menyebarluaskan KHI. Demikian pula keputusan Menteri Agama
No. 154 tahun 1991, ada tiga butir penting disebutkan dalam keputusan tersebut,
yaitu: pertama, seluruh instansi
pemerintah lainnya yang terkait agar menyebarluaskan KHI di bidang Hukum
Perkawinan, Kewarisan, dan Perwakafan untuk digunakan oleh pemerintah dan
masyarakat yang memerlukannya dalam menyelesaikan masalah di bidang hukum
tersebut.
Kedua, seluruh lingkungan instansi tersebut dalam menyelesaikan masalah-masalah
hukum sedapat mungkin menerapkan KHI di samping peraturan-peraturan perundangan
lainnya. Ketiga, Dirjen Binbaga Islam
dan Dirjen BIUH mengkoordinasikan pelaksanaan keputusan menteri ini dalam
bidang tugasnya masing-masing.
Jika Inpres No. 1 tahun 1991 dan Kepmenag No. 154 tahun 1991 dilaksanakan
dengan baik, minimal oleh seluruh instansi di lingkungan Departemen Agama,
disertai dengan penyediaan sarana Prasarananya maka penyebarluasan dan
penerapan KHI akan lebih baik lagi.
Penghargaan
Dari KAHMI Untuk Busthanul Arifin
Pada Hari Ulang Tahun Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HUT KAHMI)
yang ke-47 tahun 2013, Koordinator Presidium KAHMI Pusat, Prof. Mahfud MD
menyerahkan penghargaan kepada tiga tokoh: Busthanul Arifin, Dahlan
Ranuwihardjo, dan Agussalim Sitompul.
Busthanul Arifin mendapat penghargaan atas jasa-jasanya di bidang hukum. Sekali
lagi, dia merupakan pencetus lahirnya UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan
Agama dan Inpres No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Selain jasanya
di negara, ia juga mempunyai jasa karena pernah menjadi Ketua Umum HMI Cabang
Yogyakarta.[]
Sumber bacaan: M. Alfan Alfian, dkk (peny), Mereka Yang Mencipta Dan Mengabdi, PT. Penjuru Ilmu Sejati, Bekasi,
2016, hal: 105-110.
Ket.gbr: Prof. Basthanul Arifin
Sumber gbr: https://fuadnasar.wordpress.com/
No comments:
Post a Comment