Busthanul Arifin; Alumni HMI Sang Arsitek KHI - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Saturday 2 December 2017

Busthanul Arifin; Alumni HMI Sang Arsitek KHI

YakusaBlog- Kader-Kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan alumni-alumni HMI, yang sedang masih belajar di Fakultas Hukum (kader-kader HMI) dan sebagai praktisi hukum (alumni-alumni HMI), mungkin, mayoritas tidak mengenal Basthanut Arifin serta perannya dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang sering di ajarkan di Fakultas Hukum.
Ketika membahas hukum islam atau KHI di ruang kuliah, dosen-dosen sangat jarang menjelaskan terkait penyusunan KHI dengan membahas siapa arsitek atau inisiatornya. Ternyata, Busthanul Arifin (alumni HMI) adalah arsitek KHI di Indonesia. Hal ini memperkuat bahwa HMI sangat berperan dalam pembangunan hukum di Indonesia. Sebagai seorang mahasiswa hukum, kader HMI dan alumni HMI yang menjadi praktisi hukum, kita harus mengetahui siapa dan bagaimana Busthanul Arifin, yang menjadi Sang Arsitek Komplisasi Hukum Islam.
Prof. Dr. H. Busthanul Arifin, S.H. lahir di Payakumbuh, 2 Juni 1929 dan wafat di Jakarta pada 22 April 2015. Dia merupakan seorang pakar Hukum Islam (Islamic Law), hakim, dan cendekiawan Indonesia. Ia pernah menjabat Ketua Muda Mahkamah Agung dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perhimpunan Ahli Hukum Islam Asia Tenggara. Di samping ia pernah menjabat sebagai rektor, Busthanul Arifin juga dikenal sebagai bagian daripada arsitek (yang menukangi) Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia.
Busthanul meraih gelar sarjana hukum dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Saat menjadi mahasiswa, dia pernah menjabat sebagai Ketua Umum HMI Cabang Yogyakarta periode 1954-1955. Setelah tamat dari UGM pada akhir tahun 1955, Busthanul memulai karir sebagai Hakim di Jawa Tengah.
Sambil bekerja, ia juga mengajar di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA). Pada tahun 1966, dia dipercaya menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan dan Tengah di Banjarmasin selama dua tahun. Busthanul Arifin kemudian diangkat menjadi Hakim Agung pada 3 Februari 1968. Pada tahun 1982, dia diangkat menjadi Ketua Muda Mahkamah Agung Urusan Lingkungan Peradilan Agama yang diembannya hingga ia pensiun pada 30 Juli 1994.
Setelah pensiun dari Mahkamah Agung, Busthanul Arifin berkiprah sebagai Penasihat Menteri Agama di bidang hukum. Ia dikenal sebagai inisiator Kompilasi Hukum Islam yang dipakai sebagai hukum materil di peradilan agama hingga kini.
Busthanul Arifin juga pendiri dan sekaligus menjabat rektor pertama Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang. Kapasitanya sebagai pakar Hukum Islam juga mengantarkannya dipercaya sebagai Sekjen Perhimpunan Ahli Hukum Islam Asia Tenggara. Karya-karyanya, antara lain: Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia: Akar Sejarah, Hambatan, dan Prospeknya (1966); Transformasi Hukum Islam ke Hukum Nasional: Bertenun Dengan Benang-Benang Kusut (2011); dan yang lainnya.
Busthanul Arifin dan Kompilasi Hukum Islam
Dalam tesisnya berjudul “Studi atas Pemikiran Bustahnul Arifin Tentang Konsepsi Hukum Islam dan Pemberlakuannya di Indonesia”, Munawar mencatat bahwa menurut Busthanul Arifin, pelembagaan hukum Islam pada hakikatnya merupakan aktualisasi hukum Islam supaya berlaku efektif dalam kehidupan masyarakat.
Dalam rangka itulah, Busthanul Arifin tampil dengan gagasan perlunya membuat KHMI. Di samping itu, dia selalu berada di garda depan, penarik gerbong aspirasi umat Islam dalam sistem hukum nasional di Indonesia, sehingga salah satu perjuangannya dengan di dukung oleh semua pihak: Rancangan Undang-Undang Peradilan Agama (RUU-PA) disahkan menjadi UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Konsep hukum Islam menurut Busthanul, titik tekannya dengan melihat dataran aplikatif pasa suatu kasus dengan mengkondisikan fiqh sebagai hasil ijtihad manusia memenuhi tuntutan zaman dan kebutuhan manusia serta penerapan syariat yang berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai rujukannya.
Busthanul berusaha keras mencurahhkan segala kemampuannya untuk memposisikan hukum Islam pada proporsionalnya, sehingga untuk mewujudkan cita-citanya perlu adanya pemberlakuan hukum Islam di Indonesia secara yuridis formal diakui sebagai hukum positif bagi warga muslim di Indonesia. Unsahanya mendapat sambutan yang baik dari berbagai kalangan sampai terwujudnya pengkodifikasian (membukukan-red) hukum Islam melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 tahun 1991, serta penguatan peranan posisi Peradilan Agama yang sejajar dengan peradilan lainnya.
KHI adalah sekumpulan materi hukum Islam yang ditulis pasal demi pasal yang berjumlah 229 pasal, terdiri atas tiga kelompok materi huku, yaitu Hukum Perkawinan (170 pasal), Hukum Kewarisan termasuk wasiat dan hibah (44 pasal) dan Hukum Pewakafan (14 pasal), ditambah satu pasal ketentuan penutup yang berlaku untuk ketiga kelompok hukum tersebut. KHI disusun melalui jalan yang sangat panjang dan melelahkan karena dinamika politik terjadi di Indonesia dari masa ke masa.
Inpres No. 1 tahun 1991 pada dasarnya merupakan perintah sosialisasi KHI untuk digunakan oleh instansi pemerintah dan masyarakat yang memerlukannya. Secara tegas dalam Inpres tersebut disebutkan bahwa Presiden menginstruksikan kepada Menteri Agama untuk menyebarluaskan KHI. Demikian pula keputusan Menteri Agama No. 154 tahun 1991, ada tiga butir penting disebutkan dalam keputusan tersebut, yaitu: pertama, seluruh instansi pemerintah lainnya yang terkait agar menyebarluaskan KHI di bidang Hukum Perkawinan, Kewarisan, dan Perwakafan untuk digunakan oleh pemerintah dan masyarakat yang memerlukannya dalam menyelesaikan masalah di bidang hukum tersebut.
Kedua, seluruh lingkungan instansi tersebut dalam menyelesaikan masalah-masalah hukum sedapat mungkin menerapkan KHI di samping peraturan-peraturan perundangan lainnya. Ketiga, Dirjen Binbaga Islam dan Dirjen BIUH mengkoordinasikan pelaksanaan keputusan menteri ini dalam bidang tugasnya masing-masing.
Jika Inpres No. 1 tahun 1991 dan Kepmenag No. 154 tahun 1991 dilaksanakan dengan baik, minimal oleh seluruh instansi di lingkungan Departemen Agama, disertai dengan penyediaan sarana Prasarananya maka penyebarluasan dan penerapan KHI akan lebih baik lagi.
Penghargaan Dari KAHMI Untuk Busthanul Arifin
Pada Hari Ulang Tahun Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HUT KAHMI) yang ke-47 tahun 2013, Koordinator Presidium KAHMI Pusat, Prof. Mahfud MD menyerahkan penghargaan kepada tiga tokoh: Busthanul Arifin, Dahlan Ranuwihardjo, dan Agussalim Sitompul.
Busthanul Arifin mendapat penghargaan atas jasa-jasanya di bidang hukum. Sekali lagi, dia merupakan pencetus lahirnya UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Inpres No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Selain jasanya di negara, ia juga mempunyai jasa karena pernah menjadi Ketua Umum HMI Cabang Yogyakarta.[]

Sumber bacaan: M. Alfan Alfian, dkk (peny), Mereka Yang Mencipta Dan Mengabdi, PT. Penjuru Ilmu Sejati, Bekasi, 2016, hal: 105-110.
Ket.gbr: Prof. Basthanul Arifin
Sumber gbr: https://fuadnasar.wordpress.com/

No comments:

Post a Comment