YakusaBlog- Tiap hari Islam menerima penganut baru dari daerah yang berbeda-beda di
dunia ini. Mereka bervariasi dalam karakter, ras dan warna kulit serta
kebangsaan. Namun semua itu, mereka menjadi satu saudara dalam iman. Islam
telah mengingatkannya dengan tali yang tak dapat diputuskan. Di sinilah Islam
tidak mengenal warna kulit, atau asal kewargaan seseorang.
Salah satu contoh kasus di atas, dapat dikemukakan dari perjalan hidup
seorang tokoh Black Muslim Amerika.
Seorang duta besar Arab menggambarkan orang ini yang telah mencurahkan seluruh
hidupnya untuk Islam, “Seandainya kita telah menghabiskan 1 juta dolar. Kita
akan gagal menghasilkan efek yang sama dengan apa yang telah ia lakukan.” Duta
besar yang lain mengatakan: “Orang ini mengingatkan saya pada Islamnya Umar bin
Khattab. Sehingga beliau dapat kita sebut sebagau Umar dari Amerika”. Ia adalah
Macolm X atau Malek Shabazz.
Malcolm X dilahirkan di tengah-tengah masyarakat Amerika, di mana
orang-orang negro dianggap dan diperlukan sebagai makhluk yang buruk dan
rendah. Masa kanak-kanaknya dia habiskan untuk melayani beberapa keluarga kulit
putih Amerika. Dia belajar di sebuah sekolah dasar orang putih di kota Mayson,
Michigan.
Sejak tahun pertama, politik diskriminasi orang-orang kulit putih telah
membuatnya merasa waspada dan curiga. Guru bahasa Inggrisnya pernah bertanya
mengenai profesi yang hendak ia ambil di masa mendatang, yang langsung ia
jawab: “Saya ingin menjadi seorang pengacara.” Akan tetapi gurunya menghina
dengan menyarankan supaya ia menekuni pertukangan. Ini sangat mengherankan
meskipun ia salah satu dari tiga murid terbaik di kelasnya.
Pada musim panas 1940, Malcolm X meninggalkan Michigan ke kota Boston,
untuk tinggal bersama kakak perempuannya. Ketika itu ia berumur 15 tahun. Dari
sini, Malcolm memulai lembaran baru dalam proses perjalan hidupnya.
Di Boston, Malcolm yang berusia belasan tahun memasuki dunia night club. Ia bekerja sebagai pencuci
piring, tukang semir sepatu di restoran-restoran dan kereta api. Dia juga
memasuki pasar gelap dan menurutkan nafsunya dalam perjudian, minuman keras
serta dunia pelacuran. Hanya ada satu hukum yang berlaku di sana: hukum rimba.
Dalam hukum rimba, hidup didasarkan pada kecurangan dan tipu muslihat.
Malcolm X dikuasai sepenuhnya oleh dunianya, sehingga ia menjadi seorang
pecandu minuman keras. Tentunya hal ini membawanya pada kriminalitas dan
kemudian memasuki ruang sel penjara. Menggambarkan perasaannya waktu itu, dia
mengatakan: “Saya dulu berkeyakinan, bahwa orang harus melakukan segala cara
yang mampu ia lakukan dan wanita hanyalah barang untuk bersenang-senang.”
Malcolm X ditangkap karena mencuri dan dijatuhi hukuman 10 tahun penjara.
Ini terjadi ketika ia berusia 20 tahun. Namun penjara seakan-akan menyimpan rahmat
baginya, yang menandai awal panggung kehidupannya. Karena, ruang sel penjaralah
ia pertama kali mengenal Islam. Ia pun bertutur, “Sebelumnya saya tidak pernah
mendengar kata Islam. Yang saya ketahui hanya kata “Tuhan” dalam angan saja.”
“Ketika saya berada di penjara” tambahnya, saya mempelajari peradaban Islam
dan buku-buku sejarah Nabi Muhammad. Saya sangat terkesan membaca bahwa
orang-orang Islam memenangkan pertempuran demi pertempuran. Inilah alasan
mengapa saya memeluk Islam. Saya mulai merenungkan apa rahasia kekuatan orang
Islam, saya telah menemukan sesuatu yang penuh kekuatan dan martabat yang saya
dambakan dalam Islam.
Setelah saya benar-benar yakin akan kelurusan agama ini, saya tinggalkan
kebiasaan buruk saya seperti minum minuman keras, merokok dan berjudi. Yang
pertama saya pelajari dari Islam adalah surat Al-Fatihah. Sehingga saya sering
berdiri dalam sel dengan wajah menghadap Timur, mengangkat tangan membaca
Al-Fatihah berulang kali. Ketika sipir penjara mengetahui saya telah meninggalkan
kebiasaan buruk saya, mereka mengira bahwa saya sudah gila, sehingga mereka
memeriksakan saya ke klinik psikiater.
Sayangnya di Amerika hampir tidak ada orang yang bisa berbahasa Arab,
termasuk orang-orang Afro-Amerika. Kondisi semacam ini menimbulkan kesalahan
seseorang dalam menerjemahkan Al-Qur’an dalam realitas yang sebenarnya. Dan
inilah Islam yang pertama saya ketahui. Katanya Islam hanyalah milik
orang-orang kulit hitam, sedang orang-orang kulit putih asing bagi Islam. Kami
juga diberitahu oleh orang-orang yang mengenalkan Islam kepada kami, bahwa
setan itu orang kulit putih dan Tuhan mengutus seorang di antara mereka untuk
menyebarkan Islam karena ia hendak memperbaiki kami orang-orang kulit hitam.
Malcolm X mengenal Islam melalui sebuah pergerakan Islam yang aktif di
kalangan orang-orang kulit hitam Amerika, yang bernama “Nation of Islam”. Pergerakan ini hingga sekarang masih merupakan
gerakan rasial. Mantan tokohnya Elijah Muhammad digambarkan sebagai seorang
utusan Allah oleh pengikut-pengikutnya. Dia mengklaim telah melihat Tuhan dalam
bentuk orang, ketika ia bertemu dengan seorang laki-laki bernama W. Fard.
Gerakan tersebut memasuki fase eksistensi sebagai satu reaksi yang kuat
akibat diskriminasi rasial terhadap orang-orang Afro-Amerika. Anggota
pergerakan ini mendirikan masyarakatnya sendiri yang terpisah. Ajaran
pergerakan ini menyebar di antara 20 juta orang Afro-Amerika. Pergerakan ini
mengklaim bahwa Elijah Muhammad adalah utusan Tuhan untuk bangsa Afro-Amerika,
seperti Musa untuk bangsa Yahudi, Isa untuk orang-orang Kristen dan Muhammad
untuk bangsa Arab.
“Inilah Islam yang say yakini” kata Malcolm X. Hingga saya berkesempatan
mengunjungi tanah suci, di mana saya bertemu dengan orang-orang dari berbagai
ras dan warna kulit. Di sana saya melihat bahwa Islam telah mencabut rasa benci
dari hati orang-orang kulit putih dan menggantikannya dengan persaudaraan. Ini
menjadikan saya yakin akan kapasitas Islam untuk melenyapkan kangker rasialisme
di tengah-tengah bangsa Amerika. Saya langsung mengirimkan pesan kepada
teman-teman senegara dari Jeddah atas pengaruh ini. Sekarang saya sedang
mengadakan kampanye melawan pemikiran yang keliru, yang mendominasi masyarakat
kulit hitam Amerika. Saya benar-benar sadar akan tanggungjawab yang sedang saya
emban.”
Sebelum kepergiannya ke tanah suci Makkah, Malcolm X sebenarnya merupakan
tokoh kedua pergerakan yang bernama “Nation
of Islam” di Amerika di samping Elijah Muhammad. Dia mencurahkan seluruh
hidupnya untuk meluruskan keyakinan yang keliru ini dengan mengadakan kampanye.
Dia menghadapi semacam perlawanan sengit dari para tokoh pergerakan tersebut,
hingga akhirnya dia mati tertembak sewaktu menyampaikan ceramah pada 21
Februari 1965. Akan tetapi seruannya untuk kembali pada ajaran Islam yang murni
tidaklah mati. Ada sekelompok Black
Muslim yang mengikuti jejaknya. Malcolm X sebagai perintisnya, ibarat
cahaya lentera yang menerangi jalan.
Memang benar Elijah Muhammad telah berhasil mengenyahkan Malcolm X, akan
tetapi idenya tetap berkembang dan mendapatkan banyak pengikut, hingga tiba
saatnya ketika Elijah Muhammad meninggal dan digantikan anaknya Wallace
Muhammad, terjadi perubahan yang besar sekali.
Wallace Muhammad tengah mengadakan kampanye perdamaian ke dalam pergerakan
tersebut untuk merenovasi sesuai ajaran Islam. Dia selalu mengutarakan hal ini
pada setiap masalah yang ia kemukakan dalam majalah resminya. Tentunya ia tidak
mampu melakukan pekerjaan ini tanpa bantuan. Dia adalah seorang Muslim yang
baik serta tulus hati seperti Malcolm X. Sekarang pergerakannya tengah berusaha
mengislamkan 20 juta orang Afro-Amerika.
Tahun lalu (1991-red), Wallace
Muhammad bersama pengikutnya berpuasa Ramadhan untuk yang pertama kali bagi
sejarah Amerika. Dia memimpin 15 ribu jama’ah melaksanakan shalat Ied (Idul
Fitri-red). Secara faktual, Amerika
berada di ambang pintu Islam dan tentu saja ini memerlukan upaya bersama
seluruh umat Islam di dunia. Anehnya, di sini, di Indonesia, penghuni Islam
semakin hari semakin tersisihkan oleh satu kekuatan minor, yang sengaja menjegal
aspirasi umat Islam.[]
Sumber: Gais Umar, Panji Masyarakat,
No. 739, Tahun XXXV, 6-15 Jumadil Ula 1413 H, 1-10 Desember 1992, Hal:
56-59. Dengan judul tulisan Malcolm X;
Tokoh Islam Amerika Serikat.
Sumber gbr: https://www.brainpop.com/
No comments:
Post a Comment