YakusaBlog- Beberapa waktu sebelum Ayatullah
Khomeini meninggal dunia, ia pernah mengirim utusan kepada Mikhail Gorbachev.
Khomeini intinya, menghimbau dan mengajak Gorbachev untuk memilih Islam dan
meninggalkan komunis. Kendati Gorbachev tidak menanggapi dengan serius ajakan
baik Khomeini, ia pun mengirimkan utusan pula menghadap Khomeini.
Selang beberapa waktu waktu, ternyata
himbauan Khomeini betul-betul menjadi kenyataan. Tepatnya, di akhir tahun 1989,
tak ada badai, tak ada perang, tiba-tiba saja negara-negara yang berpaham
komunis bergetar atau runtuh dengan sendirinya. Satu persatu paham komunisme di
negara-negara Blok Timur itu berguguran bagaikan daun kering. Mulai dari negara
Polandia, Hongaria, Rumania, sampai negara induk komunis, Rusia. Negara-negara
yang disebutkan tadi menjadi remuk. Dan terakhir dengan dihapuskannya pasal
yang memuat tentang dominasi Partai Komunis Uni Soviet pada tanggal 7 Februari
1990.
Banyak orang tercengang dengan
runtuhnya komunisme di Eropa Timur dan khususnya di Rusia. Bagaimana mungkin
benteng ideologi yang sedemikian kukuh, dengan disangga kekuatan baja, ternyata
ambrol. Mengapa dan bagaimana peristiwa yang baru pertamakali itu dalam sejarah
bisa terjadi? Adakah pengaruhnya dengan dunia Islam?
Berikut kami tuliskan hasil wawancara Panjimas (media massa) dengan Mohammad
Natsir, semasa masih hidupnya (Panjimas,
31 Maret 1990). Mohammad Natsir adalah sesepuh dan tokoh yang tahu banyak
tentang ideologi komunisme dan akrab dengan dunia Islam.
Bagaimana Bapak memandang runtuhnya komunisme de Eropa
Timur dan Rusia akhir-akhir ini?
Sebagaimana kita ketahui, setelah
perang dunia ke-II dihentikan, belum ada perdamaian yang sebenar-benarnya. Yang
ada adalah “perang dingin”. Antara Blok Barat (NATO) di bawah pimpinan Amerika,
dan Blok Timur di bawah pimpinan Rusia.
Kedua-duanya terus berlomba-lomba
meningkatkan jumlah dan mutu persenjataan masing-masing, yang kian lama kian
modern untuk menghadapi Perang Dunia ke-III. Dalam satu peperangan dengan teknik
dan alat yang sudah ada sekarang ini, baik yang ada di atas bumi maupun yang di
angkasa, sebenarnya tidak ada yang menang. Kedua belah pihak kalah, kedua belah
pihak akan sama-sama hancur. Ini semua mereka tahu. Tapi apa jalan keluarnya?
Perlombaan jalan terus, entah sampai kapan.
Dengan tak disangka-sangka, pihak Rusia
atas inisiatif Gorbachev, perang dingin dihentikan. Dia tidak kalah, tetapi
mengalah secara baik-baik, secara “elegant”.
Diusulkannya supaya kedua belah pihak sama-sama mengurangi persenjataan. Pihak
Barat bersedia, malah merasa lega.
Sesudah itu, diubahnya sistem komunis
di Rusia, mencontoh sistem demokrasi Barat. Negara-negara Blok Timur segera
melakukan proses yang sama. Malah lebih cepat dari yang disangka-sangka,
seperti Polandia, Jerman Barat, Hongaria, Yugoslavia, Rumania, Azerbaijan,
Lithuania, dan lain-lain mengikuti. Semua melemparkan sistem komunisme, semua
dengan cara damai, tanpa disuruh, dan tanpa perang.
Sepintas orang beranggapan, runtuhnya komunisme itu
sebagai kemenangan kapitalisme. Bagaimana menurut pandangan Bapak?
Pada hakekatnya, ajaran komunisme itu
bertentangan dengan undang-undang alamiah. Bertentangan dengan nilai-nilai
kemanusiaan yang azasi. Yang bisa dipertahankan dengan kekerasan dan
bermacam-macam kekejaman oleh pemimpin-pemimpinnya yang diktator, seperti
Stalin dan yang mengikutinya silih berganti.
Sekalipun tak ada yang bisa
menyerangnya dari luar, sistem komunis itu remuk dari dalam. Dan itulah yang
terjadi sekarang. Yaitu setelah kurang lebih 40 tahun lamanya, negara-negara
satelit Rusia itu ditindas oleh sistem diktator. Dan yang semacam itu yang akan
terjadi di mana-mana, walaupun tidak bisa diramalkan oleh perhitungan manusia,
di mana dan kapan. Kita ingat kepada perintah Ilahi: “Makaruu wamakarullahi wallahu khairul maakiriin.” Meraka membuat
rencana, dan Allah pun membuat rencana. Tapi Allah adalah sebaik-baik pembuat
rencana.
Kalau dikaitkan dengan munculnya konglomerat-konglomerat
akhir-akhir ini?
Seperti saya katakan tadi, berpuluh
tahun kapitalis Barat dan sistem komunis di sebelah Timur itu berhadap-hadapan,
baik dibidang persenjataan, sosial, maupun ekonomi. Belum ada yang menyerang
langsung antara yang satu dengan yang lain. Ternyata Blok Rusia sendiri
mengalami bahwa sistem komunisme yang mereka anut selama ini, tidak memberi
harapan apa-apa, malah merusakkan kehidupan lahir dan batin. Kemudian mereka
sendiri mengambil inisiatif untuk melepaskan sistem komunisme dan
menggantikannya setapak demi setapak dengan sistem demokrasi Barat.
Apakah nanti mereka akan juga akan
menegakkan kapitalisme Barat lengkap dengan konglomerat-konglomeratnya? Belum
tahulah kita. Mudah-mudahan tidak. Sebab kapitalisme Barat pun mempunyai
minusnya. Dasarnya adalah “Free fight for
all”, semua bebas berjuang mengumpulkan sebanyak-banyak harta. “Survival of the fittest”, mana yang
paling kuat, hiduplah dia, yang lemah, terimalah kalah!
Begitu gaya kapitalisme Barat di
mana-mana, yang juga mungkin bisa bercekam di Indonesia kita ini.
Apa impak
runtuhnya komunisme terhadap dunia Islam?
Kalau dulu, ketika Barat melakukan
kewaspadaan terhadap komunisme, mereka selalu mendekati dunia Islam. Kita masih
ingat, ketika berkecamuknya perang antara Iran dan Irak. Di mana Amerika
mengirimkan kapal-kapal perang ke Kuwait untuk mengawal kapal Kuwait yang
sedang melakukan pengiriman produksi minyaknya ke mancanegara, agar selamat
dari sasaran mortir Iran. Karena waktu itu, Iran dianggap oleh Barat cukup
dekat dengan Moskow.
Tapi sekarang, komunisme itu sudah
tidak dianggap momok oleh Barat, maka sekarang kebutuhan Barat terhadap
negara-negara Islam, tentunya sudah berkurang. Bantuan semacam itu tidak
diperlukan lagi oleh Barat.
Begitu juga dengan Moskow. Tadinya
hubungan Moskow dengan Israel itu tegang, tidak ada hubungan diplomasi sama
sekali. Tapi sekarang mereka mulai berbaik-baik. Puluhan ribu orang Yahudi di
Rusia, dikirim ke Israel. Sehingga Israel mendapat tambahan penduduk, dan
tentunya akan memperkuat dirinya untuk menghadapi orang-orang Islam. Baik di
dalam maupun di luar Israel. Jadi masalah Palestina, tidak semakin ringan,
malahan justru perjuangan rakyat Palestina menjadi semakin rumit.
Kita lihat sekarang, Lithuania
memproklamirkan kemerdekaannya, tapi tidak dihadapi oleh Moskow dengan senjata.
Tapi bagaimana ketika Azerbaijan, yang mayoritas Muslim bergolak? Mereka
dihadapi oleh Gorbachev dengan kekerasan. Kalau kapitalisme itu menghadapi
komunis, mereka mau mendekati dunia Islam. Begitu juga, kalau komunis
menghadapi kapitalis, mereka mau berbaik-baik dengan Islam. Itulah mereka. Tapi
kalau mereka menghadapi Islam, kapitalis dan komunis itu bersedia kerjasama.
Bagaimana gambaran umum dunia Islam sekarang ini?
Ibarat orang tidur, umat Islam itu baru
saja bangun. Berabad-abad umat Islam itu dijajah oleh orang-orang kapitalis
maupun komunis. Baik itu di Pakistan, Syuriah, Mesir, Alzajair, negara-negera
di Afrika lainnya sampai ke Indonesia. Baru pada pertengahan abad ke-20 ini
mereka terbebas, bisa bernafas.
Sekarang perubahan sedang berjalan.
Umat Islam sudah mulai kembali kepada ajaran-ajaran Islam yang berabad-abad
tertutup. Sejak dimulai oleh Muhammad Abduh di Mesir dan Jamaluddin Al Afganis
dari Afghanistan, umat Islam mulai sadar bahwa Islam itu untuk dunia dan
akhirat. Artinya di samping umat Islam itu menekuni Al-Qur’an, juga
berlomba-lomba dengan umat lain untuk meningkatkan kesejahteraan hidup di dunia
ini. Kalau orang Islam yang banyak ini maju, maka akan ditakuit oleh
orang-orang Barat ataupun orang-orang komunis.
Bayangkan kalau 105 juta penduduk
Indonesia ini bangkit sebagai umat Islam, maka akan menggegerkan orang-orang
kapitalis maupun komunis. Apalagi kalau ditambah dengan Pakistan, Mesir, Syria,
Maroko, Aljazair dan negara-negara Islam lainnya. Oleh karena itu, maka mereka
menghalang-halangi dengan segala macam cara, agar paham Islam yang modern ini
tidak merasuk ke dalam diri umat Islam. walaupun demikian,
pergerakan-pergerakan Islam terus maju ke depan.
Misalnya saja di Yordania, tadinya di
negara ini tidak diperbolehkan munculnya partai-partai, karena negaranya negara
kerajaan. Tapi sekarang malahan sudah ada parlemen. Ini satu peningkatan. Bahkan
yang menduduki mayoritas di parlemen adalah mereka-mereka umat Islam yang
berpikiran maju, seperti Ikhwanul Muslimin. Begitu juga di Mesir dan lain
sebagainya.
Munculnya kapitalisme karena perannya dalam bidang
ekonomi. Begitu juga komunisme karena perjuangannya dalam meningkatkan taraf
hidup. Nah, sekarang bagaimana kiprah Islam dalam bidang ekonomi?
Ada satu perkembangan yang
menggembirakan satu kelompok ahlo-ahli ekonomi kita, dengan tidak
menggembor-gemborkan bahwa ini ekonomi Islam, ini sarana Islam dan lain-lain,
tapi mereka hanya berkata ini adalah Bank Islam. Padahal Bank adalah ini dari
gerak suatu perekonomian. Satu sistem yang berlainan dari sistem yang sekarang
ini ada.
Dengan demikian, orang tidak menganggap
bahwa ini suatu tantangan, tapi meresa bahwa ini satu alternatif yang positif. Dengan
tidak banyak bercerita-cerita, itu berjalan sampai sekarang. Bank Islam juga
dapat berdiri tegar di tengah-tengah bank-bank milik orang-orang Kristen dan
Yahudi di Eropa. Dan ternyata, mereka ada yang sadar bahwa ini satu sistem yang
lebih baik dari sistem yang selama ini ada.
Pada tahun 70-an orang mencoba
mempropagandakan Bank Islam, mula-mula di Pakistan, tapi mereka ditertawakan.
Apa bisa? Tapi setelah sekian lama berjalan, terutama setelah dipelopori oleh
raja Faisal di Jedah, ternyata berhasil. Jadi sekarang tinggal bagaimana
memikirkan sistem ekonomi Islam secara komprehensif. Islam mampu menyodorkan
alternatif ekonominya sendiri, yang bukan kapitalis, dan juga bukan komunis.
Bagaimana dengan Islam di Indonesia?
Sekarang ini, boleh dibilang umat Islam
di Indonesia itu nggak punya peran. Ada
sabda Rasulullah Saw; “Akan ada nanti
satu masa, di mana umat Islam itu ibarat makanan yang diperebutkan orang di
atas meja.” Mereka pasif, mereka hanya sebagai obyek bukan subyek. Bukan lantaran
umat Islam itu sedikit, tapi bahkan umat Islam itu mayoritas. Tapi, Allah
mencabut keberanian hati mereka. Mereka dihinggapi penyakit “Wahn” (takut mati cinta dunia).
Kita sekarang ini malahan bukan takut
mati, tapi takut resiko. Kalau misalnya pak Koramil memanggil saja sudah
gemetar. Jangan jauh-jauah, Pak Koramil di panggil Pak Lurah aja sudah takut. Saudara
sebagai wartawan (katanya kepada Panjimas-red)
mau nulis yang sensitif sedikit takut kalau dapat telepon dari Departemen Penerangan.
Akibatnya seperti sekarang ini, umat Islam diapa-apain diam saja. Nah, sekarang
ini, pemuda-pemuda seperti saudaralah yang mesti memperhitungkan dan
menggariskan program generasi muda.
Dulu, waktu zaman Belanda, kita dengan
bambu runcing pergi ke front (garis
perjuangan-red). Bukan dengan pelor, bukan dengan bedil. Dan ibu-ibu kita, kalau
anaknya per ke medan perang, mereka mengatakan; “Alhamdulillah, anak saya sudah
pergi ke jihad fisabilillah”. Budaya kita waktu itu begitu. Dengan budaya itu
kita merdeka.
Tapi aneh, sesudah merdeka “Hubbud dunya” tumbuh, dan takut pada
resiko. Saudara mesti keluar dari sini (katanya kepada wartawan Panjimas-red), saya sudah beruban. Bukan
saya lagi punya urusan, tapi saudara yang punya urusan. Generasi saudara, mesti
menciptakan dunia baru, ndak ada yang lain.[]
Sumber: Sulton Mufit (red), Panji Masyarakat, NO. 642, 24 Sya’ban-4
Ramadhan 1410 H, 21-31 Maret 1990.
Ket.gbr: net/ilustrasi
Sumber gbr: http://warofweekly.blogspot.co.id/
No comments:
Post a Comment