Islam Menggantikan Komunisme dan Kapitalisme - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Wednesday, 15 November 2017

Islam Menggantikan Komunisme dan Kapitalisme


YakusaBlog- Beberapa waktu sebelum Ayatullah Khomeini meninggal dunia, ia pernah mengirim utusan kepada Mikhail Gorbachev. Khomeini intinya, menghimbau dan mengajak Gorbachev untuk memilih Islam dan meninggalkan komunis. Kendati Gorbachev tidak menanggapi dengan serius ajakan baik Khomeini, ia pun mengirimkan utusan pula menghadap Khomeini.

Selang beberapa waktu waktu, ternyata himbauan Khomeini betul-betul menjadi kenyataan. Tepatnya, di akhir tahun 1989, tak ada badai, tak ada perang, tiba-tiba saja negara-negara yang berpaham komunis bergetar atau runtuh dengan sendirinya. Satu persatu paham komunisme di negara-negara Blok Timur itu berguguran bagaikan daun kering. Mulai dari negara Polandia, Hongaria, Rumania, sampai negara induk komunis, Rusia. Negara-negara yang disebutkan tadi menjadi remuk. Dan terakhir dengan dihapuskannya pasal yang memuat tentang dominasi Partai Komunis Uni Soviet pada tanggal 7 Februari 1990.

Banyak orang tercengang dengan runtuhnya komunisme di Eropa Timur dan khususnya di Rusia. Bagaimana mungkin benteng ideologi yang sedemikian kukuh, dengan disangga kekuatan baja, ternyata ambrol. Mengapa dan bagaimana peristiwa yang baru pertamakali itu dalam sejarah bisa terjadi? Adakah pengaruhnya dengan dunia Islam?

Berikut kami tuliskan hasil wawancara Panjimas (media massa) dengan Mohammad Natsir, semasa masih hidupnya (Panjimas, 31 Maret 1990). Mohammad Natsir adalah sesepuh dan tokoh yang tahu banyak tentang ideologi komunisme dan akrab dengan dunia Islam.

Bagaimana Bapak memandang runtuhnya komunisme de Eropa Timur dan Rusia akhir-akhir ini?

Sebagaimana kita ketahui, setelah perang dunia ke-II dihentikan, belum ada perdamaian yang sebenar-benarnya. Yang ada adalah “perang dingin”. Antara Blok Barat (NATO) di bawah pimpinan Amerika, dan Blok Timur di bawah pimpinan Rusia.

Kedua-duanya terus berlomba-lomba meningkatkan jumlah dan mutu persenjataan masing-masing, yang kian lama kian modern untuk menghadapi Perang Dunia ke-III. Dalam satu peperangan dengan teknik dan alat yang sudah ada sekarang ini, baik yang ada di atas bumi maupun yang di angkasa, sebenarnya tidak ada yang menang. Kedua belah pihak kalah, kedua belah pihak akan sama-sama hancur. Ini semua mereka tahu. Tapi apa jalan keluarnya? Perlombaan jalan terus, entah sampai kapan.

Dengan tak disangka-sangka, pihak Rusia atas inisiatif Gorbachev, perang dingin dihentikan. Dia tidak kalah, tetapi mengalah secara baik-baik, secara “elegant”. Diusulkannya supaya kedua belah pihak sama-sama mengurangi persenjataan. Pihak Barat bersedia, malah merasa lega.

Sesudah itu, diubahnya sistem komunis di Rusia, mencontoh sistem demokrasi Barat. Negara-negara Blok Timur segera melakukan proses yang sama. Malah lebih cepat dari yang disangka-sangka, seperti Polandia, Jerman Barat, Hongaria, Yugoslavia, Rumania, Azerbaijan, Lithuania, dan lain-lain mengikuti. Semua melemparkan sistem komunisme, semua dengan cara damai, tanpa disuruh, dan tanpa perang.

Sepintas orang beranggapan, runtuhnya komunisme itu sebagai kemenangan kapitalisme. Bagaimana menurut pandangan Bapak?

Pada hakekatnya, ajaran komunisme itu bertentangan dengan undang-undang alamiah. Bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang azasi. Yang bisa dipertahankan dengan kekerasan dan bermacam-macam kekejaman oleh pemimpin-pemimpinnya yang diktator, seperti Stalin dan yang mengikutinya silih berganti.

Sekalipun tak ada yang bisa menyerangnya dari luar, sistem komunis itu remuk dari dalam. Dan itulah yang terjadi sekarang. Yaitu setelah kurang lebih 40 tahun lamanya, negara-negara satelit Rusia itu ditindas oleh sistem diktator. Dan yang semacam itu yang akan terjadi di mana-mana, walaupun tidak bisa diramalkan oleh perhitungan manusia, di mana dan kapan. Kita ingat kepada perintah Ilahi: “Makaruu wamakarullahi wallahu khairul maakiriin.” Meraka membuat rencana, dan Allah pun membuat rencana. Tapi Allah adalah sebaik-baik pembuat rencana.

Kalau dikaitkan dengan munculnya konglomerat-konglomerat akhir-akhir ini?

Seperti saya katakan tadi, berpuluh tahun kapitalis Barat dan sistem komunis di sebelah Timur itu berhadap-hadapan, baik dibidang persenjataan, sosial, maupun ekonomi. Belum ada yang menyerang langsung antara yang satu dengan yang lain. Ternyata Blok Rusia sendiri mengalami bahwa sistem komunisme yang mereka anut selama ini, tidak memberi harapan apa-apa, malah merusakkan kehidupan lahir dan batin. Kemudian mereka sendiri mengambil inisiatif untuk melepaskan sistem komunisme dan menggantikannya setapak demi setapak dengan sistem demokrasi Barat.

Apakah nanti mereka akan juga akan menegakkan kapitalisme Barat lengkap dengan konglomerat-konglomeratnya? Belum tahulah kita. Mudah-mudahan tidak. Sebab kapitalisme Barat pun mempunyai minusnya. Dasarnya adalah “Free fight for all”, semua bebas berjuang mengumpulkan sebanyak-banyak harta. “Survival of the fittest”, mana yang paling kuat, hiduplah dia, yang lemah, terimalah kalah!

Begitu gaya kapitalisme Barat di mana-mana, yang juga mungkin bisa bercekam di Indonesia kita ini.

Apa impak runtuhnya komunisme terhadap dunia Islam?

Kalau dulu, ketika Barat melakukan kewaspadaan terhadap komunisme, mereka selalu mendekati dunia Islam. Kita masih ingat, ketika berkecamuknya perang antara Iran dan Irak. Di mana Amerika mengirimkan kapal-kapal perang ke Kuwait untuk mengawal kapal Kuwait yang sedang melakukan pengiriman produksi minyaknya ke mancanegara, agar selamat dari sasaran mortir Iran. Karena waktu itu, Iran dianggap oleh Barat cukup dekat dengan Moskow.

Tapi sekarang, komunisme itu sudah tidak dianggap momok oleh Barat, maka sekarang kebutuhan Barat terhadap negara-negara Islam, tentunya sudah berkurang. Bantuan semacam itu tidak diperlukan lagi oleh Barat.

Begitu juga dengan Moskow. Tadinya hubungan Moskow dengan Israel itu tegang, tidak ada hubungan diplomasi sama sekali. Tapi sekarang mereka mulai berbaik-baik. Puluhan ribu orang Yahudi di Rusia, dikirim ke Israel. Sehingga Israel mendapat tambahan penduduk, dan tentunya akan memperkuat dirinya untuk menghadapi orang-orang Islam. Baik di dalam maupun di luar Israel. Jadi masalah Palestina, tidak semakin ringan, malahan justru perjuangan rakyat Palestina menjadi semakin rumit.

Kita lihat sekarang, Lithuania memproklamirkan kemerdekaannya, tapi tidak dihadapi oleh Moskow dengan senjata. Tapi bagaimana ketika Azerbaijan, yang mayoritas Muslim bergolak? Mereka dihadapi oleh Gorbachev dengan kekerasan. Kalau kapitalisme itu menghadapi komunis, mereka mau mendekati dunia Islam. Begitu juga, kalau komunis menghadapi kapitalis, mereka mau berbaik-baik dengan Islam. Itulah mereka. Tapi kalau mereka menghadapi Islam, kapitalis dan komunis itu bersedia kerjasama.

Bagaimana gambaran umum dunia Islam sekarang ini?

Ibarat orang tidur, umat Islam itu baru saja bangun. Berabad-abad umat Islam itu dijajah oleh orang-orang kapitalis maupun komunis. Baik itu di Pakistan, Syuriah, Mesir, Alzajair, negara-negera di Afrika lainnya sampai ke Indonesia. Baru pada pertengahan abad ke-20 ini mereka terbebas, bisa bernafas.

Sekarang perubahan sedang berjalan. Umat Islam sudah mulai kembali kepada ajaran-ajaran Islam yang berabad-abad tertutup. Sejak dimulai oleh Muhammad Abduh di Mesir dan Jamaluddin Al Afganis dari Afghanistan, umat Islam mulai sadar bahwa Islam itu untuk dunia dan akhirat. Artinya di samping umat Islam itu menekuni Al-Qur’an, juga berlomba-lomba dengan umat lain untuk meningkatkan kesejahteraan hidup di dunia ini. Kalau orang Islam yang banyak ini maju, maka akan ditakuit oleh orang-orang Barat ataupun orang-orang komunis.

Bayangkan kalau 105 juta penduduk Indonesia ini bangkit sebagai umat Islam, maka akan menggegerkan orang-orang kapitalis maupun komunis. Apalagi kalau ditambah dengan Pakistan, Mesir, Syria, Maroko, Aljazair dan negara-negara Islam lainnya. Oleh karena itu, maka mereka menghalang-halangi dengan segala macam cara, agar paham Islam yang modern ini tidak merasuk ke dalam diri umat Islam. walaupun demikian, pergerakan-pergerakan Islam terus maju ke depan.

Misalnya saja di Yordania, tadinya di negara ini tidak diperbolehkan munculnya partai-partai, karena negaranya negara kerajaan. Tapi sekarang malahan sudah ada parlemen. Ini satu peningkatan. Bahkan yang menduduki mayoritas di parlemen adalah mereka-mereka umat Islam yang berpikiran maju, seperti Ikhwanul Muslimin. Begitu juga di Mesir dan lain sebagainya.

Munculnya kapitalisme karena perannya dalam bidang ekonomi. Begitu juga komunisme karena perjuangannya dalam meningkatkan taraf hidup. Nah, sekarang bagaimana kiprah Islam dalam bidang ekonomi?

Ada satu perkembangan yang menggembirakan satu kelompok ahlo-ahli ekonomi kita, dengan tidak menggembor-gemborkan bahwa ini ekonomi Islam, ini sarana Islam dan lain-lain, tapi mereka hanya berkata ini adalah Bank Islam. Padahal Bank adalah ini dari gerak suatu perekonomian. Satu sistem yang berlainan dari sistem yang sekarang ini ada.

Dengan demikian, orang tidak menganggap bahwa ini suatu tantangan, tapi meresa bahwa ini satu alternatif yang positif. Dengan tidak banyak bercerita-cerita, itu berjalan sampai sekarang. Bank Islam juga dapat berdiri tegar di tengah-tengah bank-bank milik orang-orang Kristen dan Yahudi di Eropa. Dan ternyata, mereka ada yang sadar bahwa ini satu sistem yang lebih baik dari sistem yang selama ini ada.

Pada tahun 70-an orang mencoba mempropagandakan Bank Islam, mula-mula di Pakistan, tapi mereka ditertawakan. Apa bisa? Tapi setelah sekian lama berjalan, terutama setelah dipelopori oleh raja Faisal di Jedah, ternyata berhasil. Jadi sekarang tinggal bagaimana memikirkan sistem ekonomi Islam secara komprehensif. Islam mampu menyodorkan alternatif ekonominya sendiri, yang bukan kapitalis, dan juga bukan komunis.

Bagaimana dengan Islam di Indonesia?

Sekarang ini, boleh dibilang umat Islam di Indonesia itu nggak punya peran. Ada sabda Rasulullah Saw; “Akan ada nanti satu masa, di mana umat Islam itu ibarat makanan yang diperebutkan orang di atas meja.” Mereka pasif, mereka hanya sebagai obyek bukan subyek. Bukan lantaran umat Islam itu sedikit, tapi bahkan umat Islam itu mayoritas. Tapi, Allah mencabut keberanian hati mereka. Mereka dihinggapi penyakit “Wahn” (takut mati cinta dunia).

Kita sekarang ini malahan bukan takut mati, tapi takut resiko. Kalau misalnya pak Koramil memanggil saja sudah gemetar. Jangan jauh-jauah, Pak Koramil di panggil Pak Lurah aja sudah takut. Saudara sebagai wartawan (katanya kepada Panjimas-red) mau nulis yang sensitif sedikit takut kalau dapat telepon dari Departemen Penerangan. Akibatnya seperti sekarang ini, umat Islam diapa-apain diam saja. Nah, sekarang ini, pemuda-pemuda seperti saudaralah yang mesti memperhitungkan dan menggariskan program generasi muda.

Dulu, waktu zaman Belanda, kita dengan bambu runcing pergi ke front (garis perjuangan-red). Bukan dengan pelor, bukan dengan bedil. Dan ibu-ibu kita, kalau anaknya per ke medan perang, mereka mengatakan; “Alhamdulillah, anak saya sudah pergi ke jihad fisabilillah”. Budaya kita waktu itu begitu. Dengan budaya itu kita merdeka.

Tapi aneh, sesudah merdeka “Hubbud dunya” tumbuh, dan takut pada resiko. Saudara mesti keluar dari sini (katanya kepada wartawan Panjimas-red), saya sudah beruban. Bukan saya lagi punya urusan, tapi saudara yang punya urusan. Generasi saudara, mesti menciptakan dunia baru, ndak ada yang lain.[]

Sumber: Sulton Mufit (red), Panji Masyarakat, NO. 642, 24 Sya’ban-4 Ramadhan 1410 H, 21-31 Maret 1990.

Ket.gbr: net/ilustrasi
Sumber gbr: http://warofweekly.blogspot.co.id/

No comments:

Post a Comment