YakusaBlog- Telah kita bicarakan tentang hubungan antara individu dengan
masyarakat dimana kemerdekaan dan pembatas kemerdekaan saling bergantungan, dan
dimana perbaikan kondisi masyarakat tergantung pada perencanaan manusia dan
usahausaha bersamanya. Jika kemerdekaan dicirikan dalam bentuk yang tidak
bersyarat (kemerdekaan tak terbatas) maka sudah terang bahwa setiap orang
diperbolehkan mengejar dengan bebas segala keinginan pribadinya.
Akibatnya pertarungan keinginan yang bermacam-macam itu satu
sama lain dalam kekacauan atau anarchi (92:8-10). Sudah barang tentu
menghancurkan masyarakat dan meniadakan kemanusiaan sebab itu harus ditegakkan
keadilan dalam masyarakat (5:8). Siapakah yang harus menegakkan keadilan, dalam
masyarakat? Sudah barang pasti ialah masyarakat sendiri, tetapi dalam
prakteknya diperlukan adanya satu kelompok dalam masyarakat yang karena
kualitas-kualitas yang dimilikinya senantiasa mengadakan usaha-usaha menegakkan
keadilan itu dengan jalan selalu menganjurkan sesuatu yang bersifat kemanusiaan
serta mencegah terjadinya sesuatu yang berlawanan dengan kemanusiaan (2:104).
Kualitas terpenting yang harus dipunyainya, ialah rasa
kemanusiaan yang tinggi sebagai pancaran kecintaan yang tak terbatas pada
Tuhan. Di samping itu diperlukan kecakapan yang cukup. Kelompok orang-orang itu
adalah pimpinan masyarakat; atau setidak-tidaknya mereka adalah orang-orang
yang seharusnya memimpin masyarakat. Memimpin adalah menegakkan keadilan,
menjaga agar setiap orang memperoleh hak asasinya, dan dalam jangka waktu yang
sama menghormati kemerdekaan orang lain dan martabat kemanusiaannya sebagai
manifestasi kesadarannya akan tanggung jawab sosial.
Negara adalah bentuk masyarakat yang terpenting, dan
pemerintah adalah susunan masyarakat yang terkuat dan berpengaruh. Oleh sebab
itu pemerintah yang pertama berkewajiban menegakkan kadilan. Maksud semula dan
fundamental daripada didirikannya negara dan pemerintah ialah guna melindungi
manusia yang menjadi warga negara daripada kemungkinan perusakkan terhadap
kemerdekaan dan harga diri sebagai manusia sebaliknya setiap orang mengambil
bagian pertanggungjawaban dalam masalah-masalah atas dasar persamaan yang
diperoleh melalui demokrasi.
Pada dasarnya masyarakat dengan masing-masing pribadi yang
ada didalamnya haruslah memerintah dan memimpin diri sendiri (Hadist: “kullukum
raain wakullukum mas uulun ‘an raiyyatih” -Bukhari & Muslim). Oleh
karena itu pemerintah haruslah merupakan kekuatan pimpinan yang lahir dari
masyarakat sendiri. Pemerintah haruslah demokratis, berasal dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat, menjalankan kebijaksanaan atas persetujuan rakyat
berdasarkan musyawarah dan dimana keadilan dan martabat kemanusiaan tidak
terganggu (42:28, 42:42). Kekuatan yang sebenarnya didalam negara ada ditangan
rakyat, dan pemerintah harus bertanggung jawab pada rakyat.
Menegakkan keadilan mencakup penguasaan atas
keinginan-keinginan dan kepentingan-kepentingan pribadi yang tak mengenal batas
(hawa nafsu). Adalah kewajiban dari negara sendiri dan kekuatan-kekuatan sosial
untuk menjunjung tinggi prinsip kegotongroyongan dan kecintaan sesama manusia.
Menegakkan keadilan adalah amanat rakyat kepada pemerintah yang musti
dilaksanakan (4:58). Ketaatan rakyat kepada pemerintah yang adil merupakan
ketaatan kepada diri sendiri yang wajib dilaksanakan. Didasari oleh sikap hidup
yang benar, ketaatan kapada pemerintah termasuk dalam lingkungan ketaatan
kepada Tuhan (Kebenaran Mutlak) dan Rasulnya (pengajar tentang Kebenaran)
(4:59). Pemerintah yang benar dan harus ditaati ialah mengabdi kepada
kemanusiaan, kebenaran dan akhirnya kepada Tuhan Yang Maha Esa (5:45).
Baca Juga : BAB VII NDP : Kemanusiaan dan Ilmu Pengetahuan
Perwujudan menegakkan keadilan yang terpenting dan
berpengaruh ialah menegakkan keadilan di bidang ekonomi atau pembagian kekeyaan
diantara anggota masyarakat. Keadilan menuntut agar setiap orang dapat bagian
yang wajar dari kekayaan atau rejeki. Dalam masyarakat yang tidak mengenal
batas-batas individual, sejarah merupakan perjuangan dialektis yang berjalan
tanpa kendali dari pertentangan-pertentangan golongan yang didorong oleh ketidakserasian
antara pertumbuhan kekuatan produksi disatu pihak dan pengumpulan kekayaan oleh
golongan-golongan kecil dengan hak-hak istimewa dilain pihak (57:20). Karena
kemerdekaan tak terbatas mendorong timbulnya jurang-jurang pemisah antara
kekayaan dan kemiskinan yang semakin dalam. Proses selanjutnya yaitu bila sudah
mencapai batas maksimal - pertentangan golongan itu akan menghancurkan
sendi-sendi tatanan sosial dan membinasakan kemanusiaan dan peradabannya
(17:16).
Dalam masyarakat yang tidak adil, kekeyaan dan kemiskinan
akan terjadi dalam kualitas dan proporsi yang tidak wajar sekalipun realitas
selalu menunjukkan perbedaan-perbedaan antara manusia dalam kemampuan fisik
maupun mental namun dalam kemiskinan dalam masyarakat dengan pemerintah yang
tidak menegakkan keadilan adalah keadilan yang merupakan perwujudan dari
kezaliman. Orang-orang kaya menjadi pelaku daripada kezaliman sedangkan
orang-orang miskin dijadikan sasaran atau korbannya. Oleh karena itu sebagai
yang menjadi sasaran kezaliman, orang-orang miskin berada dipihak yang benar.
Pertentangan antara kaum miskin menjadi pertentangan antara kaum yang
menjalankan kezaliman dan yang dizalimi. Dikarenakan kebenaran pasti menang
terhadap kebhatilan, maka pertentangan itu disudahi dengan kemenangan tak
terhindar bagi kaum miskin, kemudian mereka memegang tampuk pimpinan dalam
masyarakat (4:160-161, 26:182-183, 2:279, 28:5).
Kejahatan di bidang ekonomi yang menyeluruh adalah
penindasan oleh kapitalisme. Dengan kapitalisme dengan mudah seseorang dapat memeras
orangorang yang berjuang mempertahankan hidupnya karena kemiskinan, kemudian
merampas hak-haknya secara tidak sah, berkat kemampuannya untuk memaksakan
persyaratan kerjanya dan hidup kepada mereka. Oleh karena itu menegakkan
keadilan mencakup pemberantasan kapitalisme dan segenap usaha akumulasi
kekayaan pada sekelompok kecil masyarakat (2:278-279). Sesudah syirik,
kejahatan terbesar kepada kemanusiaan adalah penumpukan harta kekayaan beserta
penggunaanya yang tidak benar, menyimpang dari kepentingan umum, tidak mengikuti
jalan Tuhan (104:1-3).
Maka menegakkan keadilan inilah membimbing manusia ke arah
pelaksanaan tata masyarakat yang akan memberikan kepada setiap orang kesempatan
yang sama untuk mengatur hidupnya secara bebas dan terhormat (amar ma'ruf) dan
pertentangan terus menerus terhadap segala bentuk penindasan kepada manusia
kepada kebenaran asasinya dan rasa kemanusiaan (nahi munkar). Dengan perkataan
lain harus diadakan restriksi-restriksi atau caracara memperoleh, mengumpulkan
dan menggunakan kekayaan itu. Cara yang tidak bertentangan dengan kamanusiaan
diperbolehkan (yang ma'ruf dihalalkan) sedangkan cara yang bertentangan dengan
kemanusiaan dilarang (yang munkar diharamkan) (3:110).
Pembagian ekonomi secara tidak benar itu hanya ada dalam suatu
masyarakat yang tidak menjalankan prisip Ketuhanan YME, dalam hal ini pengakuan
berketuhanan Yang Maha Esa tetapi tidak melaksanakannya sama nilainya dengan
tidak berketuhanan sama sekali. Sebab nilai-nilai yang tidak dapat dikatakan
hidup sebelum menyatakan diri dalam amal perbuatan yang nyata (61:2-3).
Dalam suatu masyarakat yang tidak menjadikan Tuhan sebagai
satu-satunya tempat tunduk dan menyerahkan diri, manusia dapat diperbudaknya
antara lain oleh harta benda. Tidak lagi seorang pekerja menguasai hasil
pekerjaanya, tetapi justru dikuasai oleh hasil pekerjaan itu. Produksi seorang
buruh memperbesar kapital majikan dan kapital itu selanjutnya lebih memperbudak
buruh. Demikian pula terjadi pada majikan bukan ia menguasai kapital tetapi
kapital itulah yang menguasainya. Kapital atau kekayaan telah menggenggam dan
memberikan sifatsifat tertentu seperti keserakahan, ketamakan dan kebengisan.
Oleh karena itu menegakkan keadilan bukan saja dengan amar
ma'ruf nahi munkar sebagaimana diterapkan dimuka, tetapi juga melalui
pendidikan yang intensif terhadap pribadi-pribadi agar tetap mencintai
kebenaran dan menyadari secara mendalam akan andanya tuhan. Sembahyang
merupakan pendidikan yang kontinyu, sebagai bentuk formil peringatan kepada
tuhan. Sembahyang yang benar akan lebih efektif dalam meluruskan dan
membetulkan garis hidup manusia. Sebagaimana ia mencegah kekejian dan
kemungkaran (29:45). Jadi sembah yang merupakan penopang hidup yang benar
(Hadist: “sembahyang adalah tiang agama. Barangsiapa mengerjakannya
berarti menegakkan agama. Barangsiapa meninggalkannya berarti merobohkan
agama” -Baihaqi). Sembahyang menyelesaikan masalah - masalah kehidupan,
termasuk pemenuhan kebutuhan yang ada secara instrinsik pada rohani manusia
yang mendalam, yaitu kebutuhan sepiritual berupa pengabdian yang bersifat
mutlak (31:30).
Pengabdian yang tidak tersalurkan secara benar kepada tuhan
Yang Maha Esa tentu tersalurkan kearah sesuatu yang lain. Dan membahayakan
kemanusiaan. Dalam hubungan itu telah terdahulu keterangan tentang syirik yang
merupakan kejahatan fundamental terhadap kemanusiaan.
Dalam masyarakat yang adil mungkin masih terdapat pembagian
manusia menjadi golongan kaya dan miskin. Tetapi hal itu terjadi dalam
batas-batas kewajaran dan kemanusian dengan pertautan kekayaan dan kemiskinan
yang mendekat. Hal itu sejalan dengan dibenarkannya pemilikan pribadi (private
ownership) atas harta kekayaan dan adanya perbedaan - perbedaan tak terhindar
dari pada kemampuan - kemampuan pribadi, fisik maupun mental (30:37).
Walaupun demikian usaha - usaha kearah perbaikan dalam
pembagian rejeki ke arah yang merata tetap harus dijalankan oleh masyarakat.
Dalam hal ini zakat adalah penyelesaian terakhir masalah perbedaan kaya dan
miskin itu. Zakat dipungut dari orang - orang kaya dalam jumlah presentase
tertentu untuk dibagikan kepada orang miskin (9:60). Zakat dikenakan hanya atas
harta yang diperoleh secara benar, sah, dan halal saja. Sedang harta kekayaan
yang haram tidak dikenakan zakat tetapi harus dijadikan milik umum guna manfaat
bagi rakyat dengan jalan penyitaan oleh pemerintah. Oleh karena itu, sebelum
penarikan zakat dilakukan terlebih dahulu harus dibentuk suatu masyarakat yang
adil berdasarkan ketuhanan Tuhan Yang Maha Esa, dimana tidak lagi didapati cara
memperoleh kekayaan secara haram, dimana penindasan atas manusia oleh manusia
dihapuskan (2:188).
Sebagaimana ada ketetapan tentang bagaimana harta kekayaan
itu diperoleh, juga ditetapkan bagaimana mempergunakan harta kekayaan itu.
Pemilikan pribadi dibenarkan hanya jika hanya digunakan hak itu tidak
bertentangan, pemilikan pribadi menjadi batal dan pemerintah berhak mengajukan
konfiskasi.
Seorang dibenarkan mempergunakan harta kekayaan dalam
batas-batas tertentu, yaitu dalam batas tidak kurang tetapi juga tidak melebihi
rata-rata penggunaan dalam masyarakat (25:67). Penggunaan yang berlebihan
(tabzier atau israf) bertentangan dengan perikemanusiaan (17:26-27). Kemewahan
selalu menjadi provokasi terhadap pertentangan golongan dalam masyarakat
membuat akibat destruktif (17:16). Sebaliknya penggunaan kurang dari rata-rata
masyarakat (taqti) merusakkan diri sendiri dalam masyarakat disebabkan
membekunya sebagian dari kekayaan umum yang dapat digunakan untuk manfaat
bersama (47:38).
Hal itu semuanya merupakan kebenaran karena pada hakekatnya
seluruh harta kekayaan ini adalah milik Tuhan (10:55). Manusia seluruhnya
diberi hak yang sama atas kekayaan itu dan harus diberikan bagian yang wajar
dari padanya (7:10).
Pemilikan oleh seseorang (secara benar) hanya bersifat
relatif sebagai mana amanat dari Tuhan. Penggunaan harta itu sendiri harus
sejalan dengan yang dikehendaki tuhan, untuk kepentingan umum (57:7). Maka
kalau terjadi kemiskinan, orang - orang miskin diberi hak atas sebagian harta
orang - orang kaya, terutama yang masih dekat dalam hubungan keluarga
(70:24-25). Adalah kewajiban negara dan masyarakat untuk melindungi kehidupan
keluarga dan memberinya bantuan dan dorongan. Negara yang adil menciptakan
persyaratan hidup yang wajar sebagaimana yang diperlukan oleh pribadi-pribadi
agar diandan keluarganya dapat mengatur hidupnya secara terhormat sesuai dengan
kainginan-keinginannya untuk dapat menerima tanggungjawab atas
kegiatan-kegiatnnya. Dalam prakteknya, hal itu berarti bahwa pemerintah harus
membuka jalan yang mudah dan kesempatan yang sama kearah pendidikan, kecakapan
yang wajar kemerdekaan beribadah sepenuhnya dan pembagian kekayaan bangsa yang
pantas.[]
Sumber: Teks NDP HMI Bab VI, Hasil-Hasil
Kongres HMI XXIX. Hal: 151-155.
Baca Juga : BAB VIII NDP : Kesimpulan dan Penutup
No comments:
Post a Comment