Aristokrasi; Bentuk Negara Ideal Menurut Plato - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Sunday, 26 November 2017

Aristokrasi; Bentuk Negara Ideal Menurut Plato

YakusaBlog- Sebagaimana kita ketahui bahwa, Plato adalah murid terbesar dari seorang filosof terkenal dari Yunani, Socrates. Plato hidup pada tahun 429 SM-347 SM. Ia terkenal sebagai seorang filsuf yang menciptakan aliran filsafat idealisme. Selama 40 tahun ia mengajar di sekolah yang ia dirikan sendiri di Athena pada tahun 389 SM. Plato memberi nama sekolahnya dengan nama Academia.
Selama hidupnya, ia tidak hanya berbicara tentang filsafat. Ia juga banyak membicarakan tentang hukum dan negara. Seperti bagaimana negara itu ada dan bagaimana bentuk negara yang ideal, walau memang di dalamnya masuk aliran filsafat yang ia bangun sendiri. Ajaran-ajarannya terkait hukum dan negara, dikemudian hari banyak dipelajari oleh orang-orang, bahkan menerapkannya dalam suatu negara.
Adanya suatu negara menurut Plato karena adanya kebutuhan dan keinginan manusia yang beraneka macam. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka, maka mereka harus bekerja sama. Karena, dengan diri sendiri tidak akan mampu memenuhi kebutuhannya. Kesatuan mereka inilah yang kemudian disebut masyarakat atau negara. (Soehono, 2015:17)
Selanjutnya, terkait masalah bentuk-bentuk negara, menurut Plato ada lima macam bentuk negara yang sesuai dengan sifat-sifat tertentu yang sesuai dengan jiwa manusia. Menurutnya, bentuk-bentuk negara itu tidak dapat bertahan kekal, karena ia harus sesuai dengan jiwa manusia, yang merupakan dasar prinsipil.
Lima macam bentuk negara yang dimaksud oleh Plato adalah Aristokrasi, Timokrasi, Oligarki, Demokrasi dan Tirani. Ke lima macam bentuk negara ini menurut Plato saling menggantikan.
Menurut Plato, puncak daripada bentuk negara itu adalah Aristokrasi. Bentuk negara Aristokrasi maksudnya adalah di mana negara yang pemerintahannya dipegang oleh para cerdik pandai atau filosof. Dalam menjalankan pemerintahannya itu berpedoman pada keadilan. Dalam bentuk negara Aristokrasilah, pada cendikiawan atau orang-orang budiman memerintah sesuai dengan pikiran keadilan. Segala sesuatu ditujukan untuk kepentingan bersama, dengan tujuan agar keadilan dapat merata.
Tetapi, sesuai dengan sifat-sifat manusia yang selalu berubah, bentuk negara dan pemerintahan seperti ini tidak dapat bertahan lama. Semakin lama golongan yang memegang pemerintahan dalam bentuk negara Aristokrasi akan lebih condong kepada keinginan untuk mencapai kemasyuran dan kehormatan daripada keadilan. Pemerintahan tidak lagi ditujukan kepada kepentingan umum, melainkan hanya untuk kepentingan segolongan, sedangkan kepentingan umum diabaikan.
Maka, apabila pemerintahan Aristokrasi itu tidak lagi dijalankan untuk kepentingan umum, dan tidak lagi berpedoman pada keadilan, karena keburukan telah melanda mereka dan merubah keadaan, terjadilah pergantian bentuk negara, dari bentuk negara Aristokrasi menjadi bentuk negara Timokrasi.
Dalam bentuk negara Timokrasi ini maksudnya adalah, segala tindakan daripada pemerintah yang menjadi penguasa negara ditujukan untuk kepentingan golongan mereka sendiri, menjadi milik sendiri. Akibat dari itu, maka kekuasaan negara jatuh ke tangan hartawan. Hal ini menimbulkan milik pribadi atau milik partikelir. Dalam keadaan masyarakat dan negara, mereka saja, yang orang-orang hartawan mendapat penghormatan. Malahan dibuat undang-undang yang menentukan bahwa orang yang dapat atau yang berhak memegang pemerintahan itu hanyalah orang-orang yang kaya saja. Sifat jiwa orang-orang yang memegang pemerintahan ini mempengaruhi sifat pemerintahannya, dan dengan berubahnya sifat pemerintahannya itu mengakibatkan berubahnya bentuk negara dari Timokrasi menjadi bentuk negara Oligarki.
Dalam bentuk negara Oligarki, pemerintahannya dipegang oleh orang-orang kaya tadi. Mereka mempunyai hasrat atau kecenderungan untuk ingin lebih kaya lagi. Korupsi terjadi di man-mana, disegala lembaga negara diisi oleh para koruptor. Akibat dari keserakahan penguasa maka terjadilah kemelaratan umum, persentasi tingkat kemiskinan rakyat pun meningkat, sedangkan tekanan dari pihak penguasa semakin bertambah derat. Maka setelah rakyat, yang sebagian besar terdiri daripada orang-orang miskin, itu menyadari keadaannya, bersatulah mereka untuk memberontak dan melawan para hartwan (kapitalis) yang memegang pemerintahan, kemudian pemerintahan pun pindah ke tangan rakyat.
Setelah pemerintahan negara berada di tangan rakyat, maka tentunya yang paling diperhatikan adalah kepentingan rakyat. Dalam bentuk negara Demokrasi ini, pemerintahannya dipegang oleh rakyat dan kepentingan rakyatlah yang diutamakan. Dalam bentuk negara Demokrasi ini berprinsip bahkan mendewakan kemerdekaan dan kebebasan.
Akhirnya, karena mendewakan kemerdekaan dan kebebasan, maka timbullah penyalah-gunaan, timbullah kemerdekaan dan kebebasan yang tidak terbatas, orang ingin merdeka semerdeka-merdekanya, ingin bebas sebebas-bebasnya. Jika hal ini terjadi, maka keadaan ini disebut Anarki, yaitu keadaan di mana setiap orang dapat berbuat sesuka hatinya. Rakyat tidak lagi mau di atur, tidak lagi mau diperintah, karena setiap orang ingin mengatur dan memerintah dirinya sendiri. Keadaan negarapun menjadi kacau balau.
Dalam keadaan demikian, maka timbullah pemimpin yang keras, yang kuat, yang dapat mengatasi kekacauan itu. Maka dicarilah pemimpin yang dianggap mempunyai bakat pemimpin untuk diserahi memegang pemerintahan. Jadi pemerintahan hanya dipegang oleh satu orang saja. Dalam keadaan demikian, hasrat daripada penguasa adalah menjaga supaya tidak ada persaingan (oposisi) terhadap dirinya, maka penguasa tidak segan-segan bertindak sesuka hatinya untuk menyingkirkan siapa saja yang dianggapnya berbahaya.
Tindakan demikian sangat jauh dari keadilan menurut Plato. Negara yang diperintah yang demikian disebut tirani, dan bentuk negaranya pun Tirani. Bentuk negara Tirani  sangat jauh dari keadilan, karena seorang penguasa yang tiran selalu berusaha menekan rakyat sendiri.
Perlu kita ketahui bahwa, menurut Plato terjadinya perubahan suatu bentuk negara itu ditentukan oleh bentuk pemerintahannya, sedangkan bentuk pemerintahan itu ditentukan oleh sifat daripada orang-orang yang memegang pemerintahan. Selanjutnya, sifat daripada orang-orang itu (penguasa) ditentukan oleh sifat jiwa manusia yang merupakan dasar kehidupan yang prinsipil.
Dari lima macam bentuk negara yang sudah kita jelaskan di atas, menurut Plato, bentuk negaa Aristokrasilah yang merupakan bentuk negara yang ideal dan merupakan pemerintahan yang terbaik. Karena keadilan dan kebahagiaan itu hanya dapat dijalankan oleh orang-orang yang bijaksana, cendekiawan atau filsuf. Mereka inilah yang dapat mencapai tujuan negara, yang mencapai idea yang sesungguhnya. Dan bentuk negara yang paling buruk  menurut Plato adala bentuk negara dan sistem pemerintahan yang Tirani.[]

Penulis: Ibnu Arsib
Mahasiswa Fakultas Hukum UISU Medan.


Sumber bacaan:  Soehino, Ilmu Negara, Liberty Yogyakarta, Yogyakarta, 2015.

Ket.gbr: net/ilustrasi
Sumber gbr: https://commons.wikimedia.org/

No comments:

Post a Comment