YakusaBlog- Sebagaimana kita ketahui bahwa, Plato adalah murid terbesar dari seorang
filosof terkenal dari Yunani, Socrates. Plato hidup pada tahun 429 SM-347 SM. Ia
terkenal sebagai seorang filsuf yang menciptakan aliran filsafat idealisme. Selama
40 tahun ia mengajar di sekolah yang ia dirikan sendiri di Athena pada tahun
389 SM. Plato memberi nama sekolahnya dengan nama Academia.
Selama hidupnya, ia tidak hanya berbicara tentang filsafat. Ia juga banyak
membicarakan tentang hukum dan negara. Seperti bagaimana negara itu ada dan bagaimana
bentuk negara yang ideal, walau memang di dalamnya masuk aliran filsafat yang
ia bangun sendiri. Ajaran-ajarannya terkait hukum dan negara, dikemudian hari
banyak dipelajari oleh orang-orang, bahkan menerapkannya dalam suatu negara.
Adanya suatu negara menurut Plato karena adanya kebutuhan dan keinginan
manusia yang beraneka macam. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka, maka
mereka harus bekerja sama. Karena, dengan diri sendiri tidak akan mampu
memenuhi kebutuhannya. Kesatuan mereka inilah yang kemudian disebut masyarakat
atau negara. (Soehono, 2015:17)
Selanjutnya, terkait masalah bentuk-bentuk negara, menurut Plato ada lima
macam bentuk negara yang sesuai dengan sifat-sifat tertentu yang sesuai dengan
jiwa manusia. Menurutnya, bentuk-bentuk negara itu tidak dapat bertahan kekal,
karena ia harus sesuai dengan jiwa manusia, yang merupakan dasar prinsipil.
Lima macam bentuk negara yang dimaksud oleh Plato adalah Aristokrasi,
Timokrasi, Oligarki, Demokrasi dan Tirani. Ke lima macam bentuk negara ini
menurut Plato saling menggantikan.
Menurut Plato, puncak daripada bentuk negara itu adalah Aristokrasi. Bentuk
negara Aristokrasi maksudnya adalah di mana negara yang pemerintahannya
dipegang oleh para cerdik pandai atau filosof. Dalam menjalankan
pemerintahannya itu berpedoman pada keadilan. Dalam bentuk negara
Aristokrasilah, pada cendikiawan atau orang-orang budiman memerintah sesuai
dengan pikiran keadilan. Segala sesuatu ditujukan untuk kepentingan bersama,
dengan tujuan agar keadilan dapat merata.
Tetapi, sesuai dengan sifat-sifat manusia yang selalu berubah, bentuk
negara dan pemerintahan seperti ini tidak dapat bertahan lama. Semakin lama
golongan yang memegang pemerintahan dalam bentuk negara Aristokrasi akan lebih
condong kepada keinginan untuk mencapai kemasyuran dan kehormatan daripada
keadilan. Pemerintahan tidak lagi ditujukan kepada kepentingan umum, melainkan
hanya untuk kepentingan segolongan, sedangkan kepentingan umum diabaikan.
Maka, apabila pemerintahan Aristokrasi itu tidak lagi dijalankan untuk
kepentingan umum, dan tidak lagi berpedoman pada keadilan, karena keburukan
telah melanda mereka dan merubah keadaan, terjadilah pergantian bentuk negara,
dari bentuk negara Aristokrasi menjadi bentuk negara Timokrasi.
Dalam bentuk negara Timokrasi ini maksudnya adalah, segala tindakan
daripada pemerintah yang menjadi penguasa negara ditujukan untuk kepentingan golongan
mereka sendiri, menjadi milik sendiri. Akibat dari itu, maka kekuasaan negara
jatuh ke tangan hartawan. Hal ini menimbulkan milik pribadi atau milik
partikelir. Dalam keadaan masyarakat dan negara, mereka saja, yang orang-orang
hartawan mendapat penghormatan. Malahan dibuat undang-undang yang menentukan
bahwa orang yang dapat atau yang berhak memegang pemerintahan itu hanyalah
orang-orang yang kaya saja. Sifat jiwa orang-orang yang memegang pemerintahan
ini mempengaruhi sifat pemerintahannya, dan dengan berubahnya sifat
pemerintahannya itu mengakibatkan berubahnya bentuk negara dari Timokrasi
menjadi bentuk negara Oligarki.
Dalam bentuk negara Oligarki, pemerintahannya dipegang oleh orang-orang
kaya tadi. Mereka mempunyai hasrat atau kecenderungan untuk ingin lebih kaya
lagi. Korupsi terjadi di man-mana, disegala lembaga negara diisi oleh para
koruptor. Akibat dari keserakahan penguasa maka terjadilah kemelaratan umum,
persentasi tingkat kemiskinan rakyat pun meningkat, sedangkan tekanan dari
pihak penguasa semakin bertambah derat. Maka setelah rakyat, yang sebagian
besar terdiri daripada orang-orang miskin, itu menyadari keadaannya, bersatulah
mereka untuk memberontak dan melawan para hartwan (kapitalis) yang memegang
pemerintahan, kemudian pemerintahan pun pindah ke tangan rakyat.
Setelah pemerintahan negara berada di tangan rakyat, maka tentunya yang
paling diperhatikan adalah kepentingan rakyat. Dalam bentuk negara Demokrasi
ini, pemerintahannya dipegang oleh rakyat dan kepentingan rakyatlah yang
diutamakan. Dalam bentuk negara Demokrasi ini berprinsip bahkan mendewakan kemerdekaan
dan kebebasan.
Akhirnya, karena mendewakan kemerdekaan dan kebebasan, maka timbullah
penyalah-gunaan, timbullah kemerdekaan dan kebebasan yang tidak terbatas, orang
ingin merdeka semerdeka-merdekanya, ingin bebas sebebas-bebasnya. Jika hal ini
terjadi, maka keadaan ini disebut Anarki, yaitu keadaan di mana setiap orang
dapat berbuat sesuka hatinya. Rakyat tidak lagi mau di atur, tidak lagi mau
diperintah, karena setiap orang ingin mengatur dan memerintah dirinya sendiri. Keadaan
negarapun menjadi kacau balau.
Baca juga: Mengapa Perlu Membatasi Kekuasaan Negara?
Dalam keadaan demikian, maka timbullah pemimpin yang keras, yang kuat, yang
dapat mengatasi kekacauan itu. Maka dicarilah pemimpin yang dianggap mempunyai
bakat pemimpin untuk diserahi memegang pemerintahan. Jadi pemerintahan hanya
dipegang oleh satu orang saja. Dalam keadaan demikian, hasrat daripada penguasa
adalah menjaga supaya tidak ada persaingan (oposisi) terhadap dirinya, maka
penguasa tidak segan-segan bertindak sesuka hatinya untuk menyingkirkan siapa
saja yang dianggapnya berbahaya.
Tindakan demikian sangat jauh dari keadilan menurut Plato. Negara yang
diperintah yang demikian disebut tirani, dan bentuk negaranya pun Tirani. Bentuk
negara Tirani sangat jauh dari keadilan,
karena seorang penguasa yang tiran selalu berusaha menekan rakyat sendiri.
Perlu kita ketahui bahwa, menurut Plato terjadinya perubahan suatu bentuk negara
itu ditentukan oleh bentuk pemerintahannya, sedangkan bentuk pemerintahan itu
ditentukan oleh sifat daripada orang-orang yang memegang pemerintahan. Selanjutnya,
sifat daripada orang-orang itu (penguasa) ditentukan oleh sifat jiwa manusia
yang merupakan dasar kehidupan yang prinsipil.
Dari lima macam bentuk negara yang sudah kita jelaskan di atas, menurut
Plato, bentuk negaa Aristokrasilah yang merupakan bentuk negara yang ideal dan
merupakan pemerintahan yang terbaik. Karena keadilan dan kebahagiaan itu hanya dapat
dijalankan oleh orang-orang yang bijaksana, cendekiawan atau filsuf. Mereka inilah
yang dapat mencapai tujuan negara, yang mencapai idea yang sesungguhnya. Dan
bentuk negara yang paling buruk menurut
Plato adala bentuk negara dan sistem pemerintahan yang Tirani.[]
Penulis: Ibnu Arsib
Mahasiswa Fakultas Hukum UISU Medan.
Sumber bacaan: Soehino, Ilmu
Negara, Liberty Yogyakarta, Yogyakarta, 2015.
Ket.gbr: net/ilustrasi
Sumber gbr: https://commons.wikimedia.org/
No comments:
Post a Comment