YakusaBlog- Jika dahulu
awal-awal reformasi banyak kritikan atau otokritik kepada Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) terkait menurunnya kualitas intelektual kader-kader HMI, seperti
banyak terdapat dalam bukunya Alm. Agussalim Sitompul yang berjudul HMI Mengayuh Di Antara Cita dan Kritik
dan juga di berbagai literatur lain. Kritikan tersebut memang benar adanya. Di mana
kader HMI secara kualitas intelektual sangat menurun. Di dalam 44 Indikator Kemunduran HMI yang ditulis
Alm. Agussalim tersebut juga disebutkan.
Hal tersebut
masih dirasakan saat ini. Menurunnya kualitas intelektual kader HMI saat ini,
faktor terbesarnya adalah karena menurunnya tradisi-tradisi intelektual kader
HMI. Kader-kader HMI lebih menyukai kegiatan-kegiatan yang taktis dan mencaru
tujuan dengan praktis, daripada hal-hal yang strategis. Tradisi seperti
membaca, menulis, diskusi, seminar, penelitian dan tradisi intelektual lainnya
jauh sekali dari kader-kader HMI.
Budaya-budaya
hedon menjadi sesuatu yang akut bagi kader-kader kita. Kader HMI mudah
terpengaruh oleh perkembangan zaman tekhnologi sehingga dimabuk dengan dunia
maya. Seharusnya kader-kader HMI menjadi aktivis sosial, sekarang banyak yang
menjadi aktivis media sosial (konsumerisme).
Yang kita
sebutkan di atas adalah bagian dari penurunan kualitas kader yang sering di
kritik oleh orang-orang banyak. Akan tetapi, hari ini kita juga menemukan faktor
menurunnya kualitas kader HMI secara individual atau organisasional. Mungkin faktor
ini sudah pernah disinggung oleh warga HMI, akan tetapi secara praktiknya yang
sudah klimaks baru kita lihat sekarang. Faktor yang kita maksudkan tersebut
adalah kurang taatnya kader-kader HMI pada aturan hukum (rule of law) atau aturan main (rule
of game) dalam ber-HMI, yaitu Konstitusi HMI.
Kader-kader
kita lebih patuh kepada seseorang yang ia segani atau lembaga yang di atasnya. Sehingga
menghasilkan intervensi dan instruksi yang bertentangan dengan Konstitusi HMI. Aturan
main ini telah banyak dikangkangi oleh kader sehingga menimbulkan kualitas
berorganisasi yang buruk. Secara hakikatnya, jika suatu aturan telah
dikesampingkan maka yang terjadi adalah kehancuran. Jika demikian yang terjadi,
tidaklah ada bedanya dengan istilah homo-homo
ni lupus (yang kuat memakan yang lemah). Dan sering memaksakan dan
menghalalkan segala cara demi menggapai kepentingan pribadi dan kekuasaan.
Bukti konkrit
dari faktor tersebut adalah dipaksakannya kehendak pribadi atau golongan untuk
mencapai tujuan-tujuannya. Jika aturan main ber-HMI sudah tidak menjadi pedoman
lagi, budaya-budaya anarkisme akan terus muncul di HMI. Hal itu dibuktikan
dengan banyaknya terlihat bentrok antar sesama kader HMI. Lihat contohnya,
beberapa HMI Cabang yang ada dari Sabang hingga Merauke. Tidak dijadikannya atau tidak ditaatinya Konstitusi HMI sebagai pedoman berorganisasi, maka tinggal menunggu kejenuhan
semua warga HMI yang berakibatkan akan bubarnya HMI. Pecahnya HMI menjadi dua ketika Kongres HMI ke-16 di Padang (HMI Dipo dan HMI MPO) karena perdebatan azas cukuplah menjadi pelajaran bagi kita. Jangan sampai terulang hal yang baru, HMI pecah karena ada sekelompok yang tidak taat pada Konstitusi HMI. Bisa jadi mungkin akan muncul HMI MPK (HMI Majelis Penyelamat Konstitusi).
Untuk itu,
setiap kader HMI harus betul-betul mempelajari, memahami dan mengaplikasikan
Konstitusi HMI. Jangan mengikuti sesuatu perkataan dari siapapun yang melanggar
Konstitusi HMI. Setiap kader HMI harus memiliki Konstitusi HMI baik dalam
bentuk soft copy maupun hard copy. Jika kita ingin betul-betul
menjadi seorang organisatoris, aturan main harus dipegang teguh. Begitu juga
ber-HMI, jika ingin benar-benar berproses di HMI, jauhkan kehendak-kehendak
pribadi yang dipengaruhi hawa nafsu setan, pegang dan taatilah Konstitusi
HMI.[]
Penulis: Ibnu Arsib
Instruktur HMI Cabang Medan
Baca juga: Tafsir Mukaddimah HMI
No comments:
Post a Comment