HMI; Anak Kandung Ummat atau Anak Kandung Pejabat? - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Tuesday 17 October 2017

HMI; Anak Kandung Ummat atau Anak Kandung Pejabat?


YakusaBlog- Dewasa ini banyak kalangan, baik dari internal maupun eksternal, yang meragukan eksistensi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Beberapa pertanyaan pun muncul, bagaimanakah kualitas HMI saat ini? Apakah yang diperjuangkan HMI sekarang? Berpihak ke manakah HMI saat ini? Dan banyak pertanyaan lainnya.

Di dalam lingkungan HMI sehari-hari, kita sering kali menyebutkan bahwa “HMI adalah anak kandung ummat”, “Di mana ada ummat di situlah HMI”. Lantas benarkah demikian, apakah itu sekedar sloganistik dan juga sekedar penyemat? Apa buktinya jika HMI seperti yang sering disebutkan itu?

Secara kualitas HMI, kita harus jujur bahwa HMI saat ini sangat menurun kualitasnya. Hal itu dapat dibuktikan bahwa mayoritas kader HMI saat ini lebih fokus pada pemenuhan struktural (jabatan) organisasi daripada peningkatan substansi nilai intelektual. Buktinya konkritnya, silahkan diperhatikan berbagai HMI Cabang, betapa banyak masalah sedang dialami yang hanya permasalahan itu terkait struktural. Kegiatan-kegiatan kader pun hanya sekedar kegiatan periodik dan sifatnya normatif. Jarang sekali kita mendengar, adanya kader HMI berdebat bahkan sampai pada tahap tinggi terkait pemikiran (ide-ide intelektual). Hal tersebut telah banyak dituliskan dalam buku yang disusun oleh Agussalim Sitompul dengan judul HMI Mengayuh Di Antara Cita dan Kritik.

Nah, sekarang apakah yang diperjuangkan HMI? Dengan terkurasnya pemikiran kader-kader HMI terhadap hal-hal yang struktural dan taktis, tentunya pemikiran untuk menanamkan dan meningkatkan nilai-nilai intelektualitas tidak akan efektif. Semangat intelektualitasnya menurun. Dengan kondisi tersebut, apa yang seharusnya diperjuangkan HMI, seperti yang diamanahkan oleh azas HMI dan Konstitusi HMI tidak terealisasi lagi secara global di seluruh wilayah Indonesia.

Dengan kondisi demikian juga, orientasi kader yang terus mencari jabatan maka tergambarkan bahwa yang diperjuangkan HMI bukan lagi tujuan universal HMI yang termaktub dalam pasal 4 Anggaran Dasar HMI hasil Kongres XXIX Pekanbaru 2015, melainkan lebih cenderung menyelamatkan tujuan pribadi dan golongan. Maka muncul praduga, dengan mendapatkan suatu jabatan strategis di HMI, maka urusan di kampus atau dibirokrasi pemerintahan akan lebih gampang. Dengan mendapatkan jabatan strategis di HMI, maka eksistensi pribadi disegani. Jarang sekali kita temukan, dengan jabatan strategis itu dia lebih kuat untuk memperjuangkan kebenaran dan memperjuangkan ummat yang tertekan akibat kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat.

Lantas, berpihak ke manakah HMI saat ini? Rakyat Indonesia (selanjutnya kita sebut ummat) di tahun 2018 dan di tahun 2019 akan mengikuti pesta demokrasi. Pertengahan tahun 2018, 171 daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota, ummat Indonesia akan mengikuti pesta demokrasi pemilihan kepala daerah, dan tahun 2019 nanti akan mengikuti pesta demokrasi pemilihan legislatif dan presiden. Nah, yang menjadi pertanyaannya, di manakah posisi HMI saat pesta berturut-turut tersebut?

Kembali kepada judul dan slogan yang kita tuliskan di atas tadi, apakah posisi kader HMI atau HMI itu sendiri berada dalam lingkaran para pejabat atau ummat? Dapatkah HMI membawa atau menyuarakan persoalan-persoalan yang dialami rakyat Indonesia saat ini kepada para pejabat-pejabat atau kepada calon-calon pejabat, seperti alumni HMI yang mencalonkan diri. Atau sebaliknya, kader-kader HMI malah membantu para pejabat untuk berkampanye dengan menjual janji-janji manis, dengan bermacam visi-misi dalam “keranjang” agama dan ummat. Jika HMI ketergantungan dengan pejabat-pejabat tersebut dan berada dalam lingkaran itu, maka hal itu membuktikan bahwa HMI adalah anak kandungnya pejabat.

Jika memang kita masih mengakui bahwa HMI itu adalah anak kandung ummat, dan bukan anak kandung pejabat, tentunya kita sebagai seorang kader harus lebih dekat dengan ummat itu sendiri. Ketika kita memiliki alumni HMI yang menjadi seorang pejabat, cukuplah hubungan garis historis dengannya seperti yang disebutkan dalam Anggaran Rumah Tangga (ART) HMI. Tidak bisa lebih, apalagi terkait intervensi politik. Seharusnya, dengan alumni kita yang menjadi pejabat pemerintahan, kita lebih berani menyampaikan aspirasi masyarakat tanpa ada kompromi di sana-sini. HMI harus lebih berani menegurnya, karena ia masih bagian daripada HMI, walaupun hanya secara garis historis. Akan tetapi, ia (alumni yang menjadi pejabat tersebut) mempunyai kewajiban terhadap HMI, yaitu menjaga nama baik HMI.

Maka dari itu semua, untuk meningkatkan kualitas HMI, apa yang harus diperjuangkan HMI dan di manakah posisi HMI, suasana intelektual HMI harus lebih ditingkatkan dan menjaga independensi HMI (independensi etis dan independensi organisatoris). Kader-kader HMI harus sanggup merumuskan gagasan-gagasan yang strategis, kreatif dan produktif untuk membangun masyarakat. HMI sebagai wadah mahasiswa (pasal 7 AD HMI) yang bersifat independen (pasal 6 AD HMI) dan organisasi yang berperan sebagai organisasi perjuangan (pasal 9 AD HMI) harus menjadi pelopor, pemersatu, dan pembaharu perubahan dalam masyarakat Indonesia. Kader-kader HMI harus mampu melontarkan kepada khalayak ramai, baik pemerintahan hingga seluruh masyarakat, ide-ide konstruktif dan menyentuh persoalan yang dialami rakyat secara permanen. Kader-kader HMI berjuang tidak bersifat musiman atau hanya sekedar menjalankan program-progam kerja, akan tetapi harus utuh dan konsisten. Berjuang untuk ummat yang ada di Indonesia dan seluruh dunia dalam rangka mencari ridho Allah Swt.[]

Penulis: Ibnu Arsib
Instruktur HMI Cabang Medan

No comments:

Post a Comment