YakusaBlog- Dewasa ini banyak kalangan, baik dari internal maupun eksternal, yang
meragukan eksistensi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Beberapa pertanyaan pun
muncul, bagaimanakah kualitas HMI saat ini? Apakah yang diperjuangkan HMI
sekarang? Berpihak ke manakah HMI saat ini? Dan banyak pertanyaan lainnya.
Di dalam lingkungan HMI sehari-hari, kita sering kali menyebutkan bahwa
“HMI adalah anak kandung ummat”, “Di mana ada ummat di situlah HMI”. Lantas
benarkah demikian, apakah itu sekedar sloganistik dan juga sekedar penyemat?
Apa buktinya jika HMI seperti yang sering disebutkan itu?
Secara kualitas HMI, kita harus jujur bahwa HMI saat ini sangat menurun
kualitasnya. Hal itu dapat dibuktikan bahwa mayoritas kader HMI saat ini lebih
fokus pada pemenuhan struktural (jabatan) organisasi daripada peningkatan
substansi nilai intelektual. Buktinya konkritnya, silahkan diperhatikan
berbagai HMI Cabang, betapa banyak masalah sedang dialami yang hanya permasalahan
itu terkait struktural. Kegiatan-kegiatan kader pun hanya sekedar kegiatan
periodik dan sifatnya normatif. Jarang sekali kita mendengar, adanya kader HMI
berdebat bahkan sampai pada tahap tinggi terkait pemikiran (ide-ide
intelektual). Hal tersebut telah banyak dituliskan dalam buku yang disusun oleh
Agussalim Sitompul dengan judul HMI
Mengayuh Di Antara Cita dan Kritik.
Nah, sekarang apakah yang diperjuangkan HMI? Dengan terkurasnya pemikiran
kader-kader HMI terhadap hal-hal yang struktural dan taktis, tentunya pemikiran
untuk menanamkan dan meningkatkan nilai-nilai intelektualitas tidak akan
efektif. Semangat intelektualitasnya menurun. Dengan kondisi tersebut, apa yang
seharusnya diperjuangkan HMI, seperti yang diamanahkan oleh azas HMI dan
Konstitusi HMI tidak terealisasi lagi secara global di seluruh wilayah
Indonesia.
Dengan kondisi demikian juga, orientasi kader yang terus mencari jabatan
maka tergambarkan bahwa yang diperjuangkan HMI bukan lagi tujuan universal HMI
yang termaktub dalam pasal 4 Anggaran Dasar HMI hasil Kongres XXIX Pekanbaru
2015, melainkan lebih cenderung menyelamatkan tujuan pribadi dan golongan. Maka
muncul praduga, dengan mendapatkan suatu jabatan strategis di HMI, maka urusan
di kampus atau dibirokrasi pemerintahan akan lebih gampang. Dengan mendapatkan
jabatan strategis di HMI, maka eksistensi pribadi disegani. Jarang sekali kita
temukan, dengan jabatan strategis itu dia lebih kuat untuk memperjuangkan
kebenaran dan memperjuangkan ummat yang tertekan akibat kebijakan pemerintah
yang tidak pro rakyat.
Lantas, berpihak ke manakah HMI saat ini? Rakyat Indonesia (selanjutnya
kita sebut ummat) di tahun 2018 dan di tahun 2019 akan mengikuti pesta
demokrasi. Pertengahan tahun 2018, 171 daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota,
ummat Indonesia akan mengikuti pesta demokrasi pemilihan kepala daerah, dan
tahun 2019 nanti akan mengikuti pesta demokrasi pemilihan legislatif dan
presiden. Nah, yang menjadi pertanyaannya, di manakah posisi HMI saat pesta
berturut-turut tersebut?
Kembali kepada judul dan slogan yang kita tuliskan di atas tadi, apakah
posisi kader HMI atau HMI itu sendiri berada dalam lingkaran para pejabat atau
ummat? Dapatkah HMI membawa atau menyuarakan persoalan-persoalan yang dialami
rakyat Indonesia saat ini kepada para pejabat-pejabat atau kepada calon-calon
pejabat, seperti alumni HMI yang mencalonkan diri. Atau sebaliknya, kader-kader
HMI malah membantu para pejabat untuk berkampanye dengan menjual janji-janji
manis, dengan bermacam visi-misi dalam “keranjang” agama dan ummat. Jika HMI
ketergantungan dengan pejabat-pejabat tersebut dan berada dalam lingkaran itu,
maka hal itu membuktikan bahwa HMI adalah anak kandungnya pejabat.
Jika memang kita masih mengakui bahwa HMI itu adalah anak kandung ummat,
dan bukan anak kandung pejabat, tentunya kita sebagai seorang kader harus lebih
dekat dengan ummat itu sendiri. Ketika kita memiliki alumni HMI yang menjadi
seorang pejabat, cukuplah hubungan garis historis dengannya seperti yang
disebutkan dalam Anggaran Rumah Tangga (ART) HMI. Tidak bisa lebih, apalagi
terkait intervensi politik. Seharusnya, dengan alumni kita yang menjadi pejabat
pemerintahan, kita lebih berani menyampaikan aspirasi masyarakat tanpa ada
kompromi di sana-sini. HMI harus lebih berani menegurnya, karena ia masih bagian
daripada HMI, walaupun hanya secara garis historis. Akan tetapi, ia (alumni
yang menjadi pejabat tersebut) mempunyai kewajiban terhadap HMI, yaitu menjaga
nama baik HMI.
Maka dari itu semua, untuk meningkatkan kualitas HMI, apa yang harus
diperjuangkan HMI dan di manakah posisi HMI, suasana intelektual HMI harus
lebih ditingkatkan dan menjaga independensi HMI (independensi etis dan
independensi organisatoris). Kader-kader HMI harus sanggup merumuskan
gagasan-gagasan yang strategis, kreatif dan produktif untuk membangun
masyarakat. HMI sebagai wadah mahasiswa (pasal 7 AD HMI) yang bersifat
independen (pasal 6 AD HMI) dan organisasi yang berperan sebagai organisasi
perjuangan (pasal 9 AD HMI) harus menjadi pelopor, pemersatu, dan pembaharu
perubahan dalam masyarakat Indonesia. Kader-kader HMI harus mampu melontarkan
kepada khalayak ramai, baik pemerintahan hingga seluruh masyarakat, ide-ide
konstruktif dan menyentuh persoalan yang dialami rakyat secara permanen.
Kader-kader HMI berjuang tidak bersifat musiman atau hanya sekedar menjalankan
program-progam kerja, akan tetapi harus utuh dan konsisten. Berjuang untuk
ummat yang ada di Indonesia dan seluruh dunia dalam rangka mencari ridho Allah
Swt.[]
Penulis: Ibnu Arsib
Instruktur HMI Cabang Medan
No comments:
Post a Comment