YakusaBlog- Meningkatkan kualitas intelektual manusia tidaklah
semudah membalikkan telapak tangan. Setiap manusia harus melalui berbagai
proses perjalanan menuju kematangan pola pikir dan pola laku. Demi mempermudah perjalanan
tentu dibutuhkan sesuatu bekal untuk mencapai tujuan. Begitu pula ketika
membentuk pola pikir (intlektualitas) manusia, tentu membutuhkan konsep
pemahaman dasar sebagai modal awal.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang didirikan oleh
sekelompok mahasiswa Islam di Indonesia, yang diinisiasi oleh seorang mahasiswa
Islam, bernama Lafran Pane pada tahun 1947, tentunya mempunyai latar belakang
dan tujuan pembentukan. HMI di dirikan bukan untuk dijadikan basis politik,
akan tetapi sebagai basis intelektual-intelektual muda Islam. Jika kita pinjam
bahasanya Cak Nur, ia menyebutkan di HMI akan menghasilkan dua kelompok, yaitu
Muslim-Intelektual dan Intelektual-Muslim.
Maksudnya, Muslim-Intelektual itu adalah
mahasiswa-mahasiswa berasal dari pesantren
yang kuliah di Perguruan Tinggi dan basicnya
ilmu agama Islam dapat menguasai juga ilmu-ilmu pengetahuan umum dikarenakan
belajar bersama mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari sekolah umum yang basic ilmunya ilmu-ilmu pengetahuan umum.
Sedangkan, Intelektual-Muslim adalah mahasiswa-mahasiswa Muslim yang berasal
dari sekolah umum dapat menguasai ilmu agama dari HMI, dikarenakan belajar
bersama dengan mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari pesantren.
Nah, jika kita kembali mengutip kata-kata para tokoh
tentang sepak terjang HMI dan kader-kadernya, Franz Magnis Suseno berpendapat
bahwa organisasi HMI adalah dapurnya intelektual-intelektual muda Indonesia. Artinya,
HMI melahirkan pemuda-pemuda Muslim yang mempunyai intelektualitas yang
mumpuni, sehinggga dapat mengisi segala lini yang ada dalam masyarakat
Indonesia. Tak perlu lagi kita sebutkan tokoh-tokoh intelektual yang lahir dari
rahim HMI, tentunya mereka telah banyak dikenal khalayak ramai.
Dengan demikian, jika kita ambil sunstansi dari apa yang
saya jelaskan di atas, untuk meningkatkan kualitas intelektual kader HMI,
tentunya harus mempunyai konsep dasar yang meningkatkan pemahaman ber-HMI,
sehingga melahirkan kader-kader HMI yang berkualitas. Maka untuk itu, menurut
saya ada lima konsep dasar yang harus dipahami oleh setiap kader HMI, yaitu:
Pertama, seorang kader harus mempunyai
pemahaman keIslaman. Maksudnya adalah, Islam yang menjadi azas HMI dan sebagai
agama setiap kader, harus menjadi ruh kehidupannya. Ajaran-ajaran Islam harus
ia pahami dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Perlu diingat bahwa,
pemahaman keIslaman di HMI tidak bersifat sempit. Artinya, pemahaman keIslaman
seorang kader tidak takliq
(tertutup). Pemahaman Islam seorang kader HMI harus moderat, tidak menyalahkan
ajaran-ajaran syariat yang dianut oleh beberapa kelompok Islam selama kelompok
itu masih memegang teguh Al-Qur’an dan Al-Hadist.
Kedua, pemahaman ideologi. Maksudnya adalah,
seorang kader harus betul-betul memahami ideologi-ideologi yang di dunia ini. Penyebaran-penyebaran
ideologi terus berkembang yang dapat mempengaruhi pola pikir dan pola laku
manusia. Seorang kader harus dapat memahami ideologi-ideologi yang bertentangan
dengan ajaran Islam, sehingga tidak terpengaruh dengan ideologi sesat tersebut.
Misalnya, masuknya ideologi komunisme, kapitalisme, sekularisme, dan ideologi
sesat lainnya. Jika kader-kader HMI tidak dapat membendung itu, maka
kader-kader kita yang beragama Islam akan hancur. Solusinya adalah, Islam bukan
hanya dijadikan sebagai agama, akan tetapi sekaligus ideologi.
Ketiga, seorang kader harus betul-betul
memahmi konstitusi HMI. Maksudnya, seorang kader adalah tulang punggung
organisasi yang menggerakkan HMI. Organisasi tidak akan dapat berjalan baik
jika tidak ada yang menggerakkannya. Nah, dengan digerakkannya suatu organisasi
dengan keinginan mencapai tujuan organisasi, supaya tidak memaksakan kehendak
pribadi, maka dibutuhkan yang namanya aturan main berorganisasi. Jika kader-kader
HMI ingin sukses dalam ber-HMI, maka Konstitusi HMI harus dipahami dan diaplikasikan
dalam kehidupan ber-HMI.
Keempat, pemahaman keindonesiaan. Maksudnya adalah,
seorang kader yang notabenenya adalah seorang warga negara Indonesia, harus
meningkatkan pemahamannya tentang keIndonesiaan. Dengan cara itu, maka
kecintaan kepada negara semakin tinggi, dan tidak akan berniat merusak-rusak
atau tidak akan menghianati negara dalam bentuk perbuatan buruk. Dengan pemahaman
ini, kecintaan terhadap bangsa (umat) di Indonesia akan semakin meningkat. Kepedulian
sosial (ummat) akan menjadi dasar ia bergerak. Dengan kecintaan kepada negara
dan bangsa, mewujudkan kedamaian dan keadilan akan menjadi tugas bersama.
Kelima, pemahaman kemahasiswaan. Artinya,
kader-kader HMI yang notabenenya seorang mahasiswa muslim, harus sadar akan
funsi dan perannya sebagai agent of
change and agent of control social. Ia sadar bahwa dia adalah generasi
penerus bangsa dan agama, maka harus mempersiapkan diri sejak dini. Dengan sadar
akan statusnya sebagai seorang mahasiswa sekaligus juga seorang pelajar, maka
nilai-nilai keilmuan menjadi ciri khasnya. Ia akan sadar bahwa, gerak dan
langkahnya sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk mengaspirasikan dan
menyampaikan kepada pemerintah terkait permasalahan yang dialaminya. Mahasiswa menjadi
penyambuh lidah rakyat.
Lewat penjelasan yang singkat di atas, kiranya lima
konsep dasar tersebut, dapat menjadi bahan kajian dan renungan bagi kita
seorang kader HMI. Pemahaman-pemahaman terkait apa yang kita sebutkan di atas
harus terus ditingkatkan oleh seorang kader HMI. Tentunya dalam rangka
meningkatkan kualitas intelektual kader HMI kedepannya.[]
Penulis: Ibnu Arsib
Instruktur HMI Cabang Medan
Ket.Gbr: Net/Ilustrasi
Baca Juga: Kader Harus Taat Pada Konstitusi HMI
No comments:
Post a Comment