YakusaBlog- Latihan
Kader Himpunan Mahasiswa Islam (LK HMI) pada hakikatnya merupakan bentuk
perkaderan HMI yang berorientasi pada pada pembentukan watak, pola pikir, visi,
orientasi serta berwawasan ke-HMI-an yang paling dasar. Posisi dan peranan Latihan
Kader adalah untuk meletakkan dasar-dasar bagi setiap kader HMI agar siap
mengemban amanah dan tanggungjawab guna membangun bangsa Indonesia di masa
depan.
Pelatihan (training) di HMI sangat menentukan gerak
dan dinamika para kader maupun organisasi, sehingga apabila pengelola atau
penanggungjawab suatu training HMI
salah dalam mengkomunikasikan dan mensosialisasikan semangat dan juga gagasan
dasarnya maka akan salah pula pengembangan bentuk-bentuk pembinaan berikutnya,
baik pada up-grading maupun
aktivitas.
Berkaitan
pada persoalan-persoalan tersebut, dalam pelatihan di HMI, sangat dibutuhkan
lembaga serta forum yang serius mencurahkan konsentrasi pemikiran pada
pengembangan kualitas para pengelola latihan, kemampuan mengkonsep atau
merumuskan maupun menajerial. Dari kesadaran tersebutlah, maka Badan Pengelola
Latihan (BPL) HMI dibentuk. (Lihat: Pendahuluan Pedoman Dasar BPL HMI,
Hasil-Hasil Kongres HMI XXVIII, hal: 429)
BPL HMI
adalah badan pembantu HMI (pasal 2 PD BPL HMI) yang berkedudukan di tingkat
Pengurus Besar HMI (PB HMI) dan berkedudukan di tingkat HMI Cabang (pasal 3 PD
BPL HMI). Walau BPL hanya sebagai badan pembantu di HMI, akan tetapi ia
mempunyai tugas, wewenang dan tanggungjawab yang sangat sentral dan berat di
HMI. Seperti yang kita sebutkan di atas tadi, lembaga ini (baca: BPL HMI) di
setiap tingkatan harus mampu merumuskan suatu konsep pelatihan agar kader yang
dihasilkan dari “rahim” perkaderan HMI berkualitas.
Secara
tugasnya, BPL harus (a). Menyiapkan pengelola latihan atau Sumber Daya Manusia
(SDM) atas permintaan pengurus HMI setingkat (PB HMI dan atau HMI Cabang). (b).
Selain menyiapkan SDM sebagai pengelola latihan, lembaga ini harus juga
meningkatkan kualitas dan kuantitas pengelola latihan dengan mengadakan
forum-forum internal di lingkungan internal BPL HMI. (c). BPL HMI harus
meningkatkan kualitas latihan dengan cara memonitor dan mengevaluasi
pelaksanaan latihan. (d). Membuat panduan pengelolaan training HMI. (e). Melakukan standarisasi pengelola training dan pengelolaan training. Dan (f). BPL harus memberikan
informasi kepada pengurus HMI setingkat tentang perkembangan kualitas latihan.
(lihat: pasal 4 PD BPL HMI)
Selanjutnya,
wewenang BPL HMI dibagi berdasarkan tingkatan, yaitu: (a). BPL di tingkat PB
HMI memiliki kewenangan untuk menyiapkan pengelolaan pelatihan di tingkat
nasional yang meliputi Latihan Kader III (LK III), Pusat Pendidikan dan
Pelatihan (Pusdiklat), Up-Grading
instruktur Nilai-nilai Dasar Perjuangan HMI (NDP HMI), dan Up-Grading menajemen organisasi kepemimpinan. (b). BPL di tingkat
HMI Cabang memiliki wewenang untuk menyiapkan pengelolaan pelatihan yang
meliputi Latihan Kader I (LK I), Latihan Kader II (LK II) dan latihan-latihan
ke-HMI-an lainnya. Dan yang terakhir, (c). BPL (di setiap tingkatan) dapat
menyelenggarakan training lain yang
berkenaan dengan pengembangan sumber daya manusia. (lihat: pasal 5 PD BPL HMI)
Sedangkan
secara tanggungjawabnya, BPL di setiap tingkatan masing-masing,
bertanggungjawab melalui Musyawarah Nasional (Munas) BPL HMI dan Musyawarah BPL
Cabang. (lihat: pasal 6 PD BPL HMI).
Atas
alasan-alasan yuridis tersebutlah, penulis mengatakan bahwa BPL HMI adalah
suatu lembaga atau badan pertahanan HMI. Selain daripada itu, BPL HMI tentunya
di isi oleh para orang-orang yang sudah mengikuti pelatihan khusus untuk
menjadi seorang instruktur. Di mana, seorang instruktur adalah suatu status
yang sangat langka, dan hanya sedikit kader HMI yang mencapai dan sanggup
komitmen menjadi instruktur. Secara praktiknya, mereka adalah orang-orang yang
sangat luas wawasannya. Jika tidak demikian, berarti statusnya seorang
instruktur HMI hanya formalitas belaka.
Selain
alasan yuridis seperti yang kita jelaskan tersebut, BPL menjadi badan atau
lembaga pertahanan HMI, maksudnya adalah saat ini, seperti yang kita ketahui
bahwa HMI “diserang” dari berbagai arah, dari berbagai sisi dan dari berbagai
media. Misalnya dari sisi ideologi, banyak kader-kader kita mulai terpengaruh
dengan aliran-aliran pemikiran yang menyesatkan. Seperti aliran sekularisme,
liberalisme, kapitalisme, komunisme, dan sebangsanya. Aliran-aliran tersebutpun
mempengaruhi pola pikir dan pola sikap kader-kader HMI.
Dari segi
aktivitas, budaya dan karakter misalnya, kader-kader kita mayoritas terpengaruh
oleh budaya-budaya hedon, apatis, konsumerisme dan budaya negatif lainnya, yang
sehingga membuat budaya-budaya intelektual di HMI semakin lama semakin menipis.
Belum lagi kita jika kita lihat pada segmen keagamaannya, banyak sekali hari
kader yang melalaikan perintah Tuhannya sendiri. Dan banyak segi-segi yang
lainnya.
Oleh karena
itu, BPL sebagai lembaga yang mempunyai tugas dan fungsi dalam ranah perkaderan
menjadi benteng pertahanan dari hal-hal yang negatif seperti yang kita sebutkan
tadi. Personil BPL, yang notabenenya seorang instruktur HMI, dapat meluruskan
dan mensterilkan virus-virus ideologi yang masuk ke tubuh HMI. Dan BPL HMI
terus menerus mengkaji dan mebuat suatu pelatihan yang terencana, terukur dan
sistematis, dalam rangka mewujudkan kader-kader HMI yang berkualitas.
Berkualitas dari segi agama (iman), berkualitas dari segi keintelektualan
(ilmu) dan dapat mengaplikasikan ajaran-ajaran agama dan ilmu yang bermanfaat
bagi orang banyak (ummat), hal demikianlah yang disebutkan gerakan amal shaleh
(amal kebaikan). Hal itu, mayoritas kita dapatkan dari medan training yang
dikelola oleh BPL HMI. Kiranya lembaga BPL HMI terus dapat eksis dan tetap
menjaga diri dalam kesucian perkaderan HMI. Jangan sampai BPL HMI terpengaruh
akan hal-hal yang sifatnya praktis dan tidak membangun HMI secara kualitas dan
kuantitas.[]
Penulis: Ibnu Arsib
Instruktur HMI Cabang Medan
Baca juga:
No comments:
Post a Comment