YakusaBlog- Manusia sebagai zoon
politicon yang mempunyai appetitus
societatis tentunya memerlukan pergaulan antara sesamanya. Kehidupan manusia
yang makin lama makin maju juga, tidak memadakan isyarat-isyarat anggota tubuh
untuk menjadi alat penghubung atau alat komunikasi dengan sesamanya. Dalam sehari-hari,
banyak hal-hal yang perlu disampaikan kepada orang lain. Kenyataan ini maka
menimbulkan bahasa pada manusia. (OK. Rahmat, 1961: 139)
Oleh karena kenyataan tersebut hanya bisa kita jumpai
secara terlihat pada golongan yang namanya manusia, maka golongan manusia yang
tinggal di tiap-tiap daerah menimbulkan bahasa sendiri bagi masing-masing
golongan yang mendiami berbagai daerah tersebut. Tiap-tiap bahasa berbeda
dengan daerah yang lainnya, baik mengenai bunyi (dialeg), pengertian kata-kata,
dan lainnya.
Jika dilihat dari sudut perkembangan masyarakat
setempatnya, apabila lebih primitif suatu masyarakat, maka lebih sederhanalah
bahasanya. Sebaliknya, apabila lebih modern masyarakatnya, maka lebih kayalah
bahasanya. Orang-orang memerlukan bahasa yang lebih kayaraya, baik dalam
kosakata maupun jalan bahasa. Hal itu disebabkan, karena banyaknya
pikiran-pikiran yang akan dikeluarkan, dan adanya pengertian kata yang sulit.
Jika kita hubungkan dengan bahasa kita sekarang ini,
bahasa sekarang merupakan hasil dari perkembangan yang terus menerus sejak
lebih dari sejuta tahun yang lampau. Dalam perjalanan zaman yang panjang itu,
bahasa-bahasa menjadi bercabang-cabang. Di mana cabang-cabang bahasa tersebut
menjadi rumpun dari bahasa lain atau yang berdiri sendiri, terlepas dari pokok
asalnya. Sebaliknya, tidak menutup kemungkinan, bahwa beberapa bahasa terhimpun
menjadi satu, atau satu bahasa “menelan” beberapa bahasa yang lain, sehingga
beberapa bahasa tadi hilang dari lidahnya manusia.[]
Penulis: Ibnu Arsib
Instruktur HMI Cabang Medan
Ket. gambar: net/ilustrasi
No comments:
Post a Comment