“Awalnya aku tak percaya kalau
HMI ini dikatakan telah degradasi. Akan tetapi, setelah perjalananku sampai
hingga saat ini, aku baru percaya bahwa rumah kita ini betul-betul memang telah
rusak.”
YakusaBlog-TULISAN di atas adalah perkataan seorang kader HMI, teman
saya, dan bahkan teman banyak kader-kader HMI, yang kami harapkan dapat membawa
HMI ini lebih baik dan kembali menghidupkan ruh HMI yang telah lama hilang di
daerah kami. Kata-kata di atas masih terus terngiang di telinga saya. Sore hari
itu, setelah saya bertemu dengannya seusai menyampaikan materi Pengantar
Keislaman di dalam kegiatan Masa Perkenalan Calon Anggota (Maperca) HMI.
Awalnya ia tidak percaya bahwa HMI kita saat ini sangat
jauh menurun dan betul-betul mengalami degradasi yang sangat. Akan tetapi,
setelah ia mengalaminya langsung di lapangan, ia pun baru mengakuinya.
Nampaknya, ia kurang percaya dengan perkataan orang-orang sebelum ia
mengalaminya sendiri. Sangat berbeda dengan saya. Lewat literatur-literatur yang
ada tentang HMI, walau tidak seratus persen, saya percaya memang HMI saat ini
sudah mengalami degradasinya. Awalnya penilaian kami sangat berbeda, tapi di
sore hari itu, apa yang pernah saya katakan padanya memang benar.
Lewat literatur-literatur yang sifatnya kritik dan
otokritik terhadap HMI, dapat memberikan data penjelasan kepada kita bahwa HMI
saat ini telah mengalami degradasi. Baik itu secara kualitas dan kuantitas.
Dapat kita perhatikan dan renungkan di dalam bukunya Sang Sejarahwan HMI,
Agussalim Sitompul yang berjudul 44
Indikator Kemunduran HMI dan HMI
Mengayuh Di Antara Cita dan Kritik. Bukan hanya lewat tulisan Sang
sejarawan HMI itu, ada juga dari buku-buku yang lain, dari tulisan-tulisan yang
lain, baik di media cetak ataupun di media online
yang membicarakan bahwa HMI saat ini mengalami kemunduran.
Apa hal yang mengakibatkan kemunduran ini? Saya hendak
menuliskan dan juga menambahkan, selain faktor-faktor yang telah disebutkan di
dalam berbagai literatur, bahwa faktor menurunnya HMI saat ini adalah karena
ruh HMI telah hilang, sehingga mengakibatkan kader-kadernya jauh dari harapan
HMI, tidak ada ghirah (semangat)
dengan benar-benar ber-HMI dan tidak jelas orientasinya.
Apa sebanarnya yang menjadi ruh HMI? Jikalau kita teliti
dan tekun memperhatikan sejarah HMI, kita akan dapat mengetahui apa sebenarnya
yang menjadi ruh utama HMI. Menurut hasil yang saya kaji, mungkin sudah banyak
juga yang mengetahui hal ini, ruh HMI itu adalah Islam.
Dengan Islam sebagai ruh HMI, maka HMI tidak akan pernah
mengalami degradasi. Apa bila ruh ini selalu tertanam di dalam hati para
kader-kader HMI, maka HMI akan meningkat secara kualitas dan kuantitas. Karena
ajaran Islam adalah ajaran yang betul-betul akan kebenarannya. Dalam
sejarahnya, HMI lahir itu karena kondisi umat Islam di Indonesia. Baik kondisi
Islam dalam masyarakat biasa dan juga kondisi Islam di dunia perguruan tinggi
dan kemahasiswaan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor sekulerisme dan
materialisme sehingga mengakibatkan kepincangan. Maka HMI hadir dengan ruh
Islam untuk menutupi kepincangan yang terjadi.
Terbukti dengan keadaan saat ini, HMI dan kader-kadernya
telah jauh dari ajaran Islam. Ajaran Islam dipakai ketika itu sesuai dengan
tujuannya seorang kader tersebut dan apabila tidak sesuai dengan tujuannya,
maka ajaran Islam itu ia kesampingkan dan memakai konsep lain. Kader-kader HMI
tidak takut lagi kepada Allah Swt. akan tetapi lebih takut kepada sesuatu yang
ia anggap penolong di HMI.
Realitanya hari ini, HMI dan kader-kadernya sedikit sekali
yang menerapkan ajaran-ajaran Islam dalam aktivitasnya sebagai seorang kader.
Ajaran-ajaran Islam dianggap tidak relevan dengan perkembangan sekarang,
sehingga ia mengambil sumber konsep teori dari orang-orang yang menentang
Islam. Dalam praktik sehari-hari, kader-kader sangat menurut akhlaknya walau
kualitasnya intelektualnya meningkat. Tapi apa gunananya kualitas
intelektualnya yang tinggi tetapi akhlaknya rendah.
Kader-kader kita, mayoritas lebih senang hal-hal yang
praktis dan pragmatis daripada sesuatu yang melewati proses. Kader-kader kita
lebih menyukai pembicaraan yang tematis daripada yang filosofis. Kader-kader
kita lebih senang mencari jabatan (struktural) di HMI daripada betul-betul
mencari substansi berorganisasi. Kader-kader kita, mayoritas mencari
penghasilan materi dibandingkan betul-betul meningkatkan kualitas iman, ilmu
dan mencari ridha Allah Swt. Maka dengan keadaan yang terus-menerus seperti
ini, maka tidak heranlah HMI kurang diminati oleh mahasiswa Muslim di
Indonesia, dan organisasi mahasiswa Islam lainnya dapat berkembang dengan sumur.
Maka tidak ada cara lain jika HMI ini ingin kembali jaya,
mulai dari tingkatan HMI yang terendah hingga yang tertinggi, nilai-nilai Islam
harus diterapkan secara total. Di HMI jangan mencari keuntungan pribadi.
Sesuatu yang benar harus betul-betul dipegang teguh. Dengan terpeliharanya dan
kuatnya Islam tertanam di hati kader, maka ber-HMI itu lebih nikmat dan dapat
meningkatkan kualitas kita sebagai kader. Dengan tertanamnya nilai-nilai Islam di
HMI, maka HMI akan melahirkan sosok pemimpin yang Islami, akademisi yang
Islami, politisi yang Islami, pengusaha yang Islami dan dapat mengisi segala lini
masyarakat dengan jiwa Islam.[]
Penulis: Ibnu Arsib
Kader HMI Cabang Medan
__________________________________________________________________________________________________________________
*Kirim tulisan teman-teman ke YakusaBlog. Alamat email:yakusablog@gmail.com (tulisan dalam file Microsoft Word dengan maksimal 800 kata).
Pesan kami: Perbanyaklah membaca dan menulis. Serta pegang teguhlah Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Saw. (YakusaBlog)
No comments:
Post a Comment