YakusaBlog- Tadi malam ba’da shalat
Taraweh, saya “bertempur habis-habisan” (baca: berdiskusi) dengan teman-teman Kader-Kader
HMI Cabang Medan di salah satu Sekretariat HMI Komisariat yang ada di HMI
Cabang Medan. Entah berapa gelas kopi sudah dihabiskan dan entah berapa “balok”
(baca: batang) r*k*k (sensor, nanti ada yang masih BO) beradu di mulut. Awalnya
kita membicarakan tentang seputar bulan Ramadhan, hingga menjurus pada
pembahasan kondisi menurunnya budaya menulis di HMI saat ini. Yang saya maksud
di sini bukan menulis percakapan sehari-hari lewat media sosial online. Akan tetapi, tulisan-tulisan
yang menambah wawasan para kader HMI.
Teman-teman mengambil sampel dari HMI Cabang Medan
tersendiri. Mereka mengatakan jarang sekali kita menemukan adanya tulisan
kader-kader HMI yang di muat di media cetak atau media online. “Ah...mungkin
kau gak up to date, asyik lihat vidio
Instagram?”, tanyaku dalam canda pada
salah satu teman. “Iya Bang, kita ambil saja contoh ketika perlombaan menulis
esai yang diselenggarakan Badko Sumut dalam memperingati Milad HMI ke-70. Dikit
kali pesertanya.” Ungkap salah satu teman lagi. “Ummm...ini kau karena juara
satu ini?”, tanya lgi dalam canda. “Nggak Bang...”, ia membela. Sebelum selesai
ia menjelaskan langsung saya potong kata-katanya, “Nggak salah lagi...?”.
Bla.....bla...bla...bli...bli....
Banyak sekali percakapan kami malam itu. Kurang etis
rasanya kalau diceritkan semua. Khawatirnya nanti tulisan ini terkesan seperti
cerpen.
Kalau kita baca literatur-literatur HMI. Kader-kader HMI di
zaman tak enak, banyak sekali kader-kader HMI yang menulis. Mereka sadar waktu
itu, bahwa organisasi yang digelutinya adalah organisasi kemahasiswaan yang
bergelut dalam dunia keilmuan. Menyampaikan ide atau gagasan lewat tulisan,
sehingga dibaca khalayak banyak. Menulis menjadi tradisi intelektual yang
mereka geluti. Maka tidak heran, kader-kader HMI sebelum kita banyak bisa menulis
buku.
Nah, untuk saat sekarang. Apakah tradisi menulis mulai
turun? Bisa kita jawab ‘tidak’ bisa juga kita katakan ‘ya’. Kenapa demikian? Tradisi
kader HMI yang menulis tidak turun, cobalah dicek, mereka menuliskan kata-kata
ribuan jumlahnya dalam setiap hari lewat media sosial online, tapi hanya percakapan sehari-hari. Bisa dikatakan menurun,
karena yang kita maksud bukan menuliskan percakapan sehari-hari. Akan tetapi,
narasi-narasi berupa ide pemikiran, gagasan atau esai-esai lainnya, sangat
menim tulisan kader-kader HMI.
Dapat kita teliti, atau amati bersama. Bagaimana minat
kader HMI untuk menulis dalam media-media sosial baik ia diterbitkan dalam media-media
online dan maupun media cetak. Dari jutaan
kader HMI saat ini, berapa persenkah yang menjalankan tradisi menulis? Bukankah
dengan menulis kita bisa mentransfer ilmu-ilmu yang kita dapat kepada orang
lain? Akankah kita lenyap apabila tidak ada lagi tradisi menulis? Terus siapa
yang menuliskan peristiwa di HMI, kalau bukan kita?
Saya pikir, berkurangnya tradisi menulis bukan hanya
terjadi di HMI Cabang Medan. Mungkin masih ada beberapa HMI Cabang di seluruh
Nusantara yang mengalami hal yang sama. Nah, untuk itu, kita harus mempunyai
motivasi yang kuat untuk menulis. Meningkatkan budaya menulis bagi
setiap kader. Terlepas apa yang ia tulis, sesuai genre yang ia suka. Yang intinya
kader HMI harus menulis. Kiranya tulisan tersebut pun yang baik-baik.[]
Penulis: Ibnu Arsib Ritonga
Kader HMI Cabang medan
sumber gambar ilustrasi: https://www.facebook.com/groups/
____________________________________________________________________________________________________________
*Kirim tulisan teman-teman ke YakusaBlog. Alamat email: yakusablog@gmail.com (tulisan dalam file Microsoft Word dengan maksimal 800 kata).
Pesan kami: Perbanyaklah membaca dan menulis. Serta pegang teguhlah Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Saw. (YakusaBlog).
No comments:
Post a Comment