YakusaBlog- Pada sebagian malam, “manusia-manusia langit” tetap
terjaga. Mereka tunduk dihadapan Allah Swt. dengan isak tangis yang menghiasi. Mereka
mengharapkan kasih sayang dari penciptanya, Allah Swt. Sementara itu, para
malaikat dan penghuni langit pun terpesona melihatnya. Mereka mendo’akan agar
kebahagiaan, ketenangan, surga serta semua keindahan dunia-akhirat selalu
menyertainya.
Begitu sedikit gambaran dari orang-orang shalih yang
mendekatkan diri kepada Rabbnya pada sebagian malam dengan linangan air mata. Sungguh
mengagumkan, oleh karena itu, tidak sedikit kisah para Salafush Shalih yang menghabiskan malam-malamnya untuk bermunajat.
Shalahuddin al-Ayyubi, orang yang membebaskan Masjid al-Aqsha dari kaum
Nasrani. Ia merupakan hamba Allah yang sangat tekun menunaikan shalat tahajjud
di sepertiga malam hingga matanya berlinang air mata.
Contoh lain adalah sosok Umar bin Khattab Ra. yang terkenal
sebagai sahabat yang tegas, pemberani, dan ditakuti musuh-musuhnya. Sebagaimana
yang diungkapkan Ibnu al-Jauzi dalam at-Tabshirah
dari kitab al-Muwatha bahwa pada
wajah Umar terdapat garis hitam seperti tali karena banyaknya menangis (padahal
Umar sebagai sosok yang keras). Pernah suatu malam, ketika membaca wirid atau
melewati suatu ayat, ia menangis sampai terjatuh. Ia terus berada di rumahnya,
sehingga orang-orang menyangka ia sedang sakit.
Masih banyak lagi kisah para Salfush Shalih yang gemar mengisi keheningan malam dengan tangis
pertaubatan, cinta, rindu, dan ketakutan pada Allah. Kiranya, tangis-tangis
seperti itulah yang telah dilakukan oleh Rasulullah Saw. sendiri. tangis yang
bisa mendatangkan rahmat dan hidayah Allah. Tidak sedikit di antara mereka
justru menjadikannya sebagai jalan untuk mencapai tingkat kedekatan tertinggi
dengan Allah.
Sayangnya, kini hanya sedikit orang-orang seperti mereka.
Kebanyakan masyarakat kita saat ini tidak menyadari kedasyatan peristiwa itu. Mereka
tidak mengerti keistimewaan tangisan itu. Lebih ironisnya lagi, dari dulu
hingga sekarang, mereka hanya menganggap tangisan merupakan bentuk kecengengan
dan kelemahan seseorang. Tidak sedikit dari para orangtua malah menghardik
anak-anaknya yang menangis, terutama anak laki-laki.
Padahal, paradigma seperti itu keliru dan tidak berdasar.
Justru, menangis bisa dijadikan salah satu cara terbaik untuk melembutkan hati
dan menghantarkan seseorang untuk menggapai cinta Allah dan mendatangkan rahmat
serta pengampunan-Nya, yakni ketika tangisan dilakukan di tengah malam yang
pekat, salam simpuh pengabdian kepada-Nya. Dalam hal ini, Rasulullah Saw.
bersabda:
“Tidaklah ada yang
lebih dicintai Allah Swt. selain dua tetes dan dua bekas kaki; tetesan air mata
yang menangis karena takut kepada Allah dan tetesan darah yang ditumpahkan di
jalan Allah; sedangkan, dua bekas kaki adalah bekas (perjuangan) di jalan
Allah, dan bekas melakukan kewajiban yang diwajibkan Allah.” (HR. Tirmidzi)
“Air mata itu bukti
bahwa kasih sayang yang ditanamkan oleh Allah di hati hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya,
Allah menyayangi hamba-hamba-Nya yang penyayang.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Berkaitan dengan hadist tersebut, Allah Swt. menyifati
orang-orang khusuk dalam menjalani hidup dengan firman-Nya:
Artinya: “Dan
mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusuk.”
(QS. Al-Israa’: 109)
“Mereka adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para
nabi dan keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh,
dari dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami
beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah yang Maha
Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkurkan dengan bersujud dan menangis.” (QS. Maryam: 58)
Kita memang pernah menangis, bahkan orang-orang tercinta
kita juga. Namun, kita menangis, sering kali hanya dalam keadaan sedih, dan iba
karena tertimpa suatu musibah, bukan lantaran kita menyesali perbuatan dosa,
lalu merintih memohon ampun kepada Allah.
Semoga tulisan ini mampu mengetuk hati kita, sehingga
kita dapat mengisi keheningan malam dengan isak tangis cinta, rindu, takut, dan
pertaubatan kepada-Nya. Ketahuilah, tetesan air mata tersebut sangat mampu
menyucikan dosa kita. Oleh karena itu, jangan malu dan jangan merasa cengeng
untuk menangis di hadapan Allah Swt. Semoga Allah Swt. berkenan menjadikan air mata kita
sebagai pembersih hati, pencuci akal, dan penajam inspirasi. Allahumma Amin![IAR]
Penulis:
Suyadi
Penulis
Quantum Dzikir (DIVA-Press)
Catatan: Tulisan di
atas disadur dari buku Menangislah Di Keheningan Malam..., Suyadi, DIVA-Press,
Joyakarta:2008, hal: 5-9.
Sumber gambar ilustrasi: https://rumaysho.com/
No comments:
Post a Comment