YakusaBlog- Ada suatu tingkah laku seseorang atau sekelompok kader
HMI saat ini yang sangat susah dirubah dan ditinggalkan. Fenomena ini telah
menjadi penyakit yang menyatu atau sudah akut pada mayoritas kader. Penyakit tersebut
membuat HMI semakin memudar, mundur dan kronis. Membuat HMI hilang akan
perjuangannya. Peran HMI sudah mulai tidak menyentuh pada kebenaran secara
vertikal dan horizontal sehingga Allah Swt. pun tidak ridho, masyarakat sudah
mulai kurang simpatik pada HMI dan mahasiswa Islam sudah mulai tidak tertarik
pada HMI. Sejarah kejayaan HMI telah menjadi barang usang akibat adanya suatu penyakit. Tahukan
Anda penyakit atau fenomena apa yang saya maksud tersebut, yang efek negatifnya
sangat kita rasakan secara organisasional atau pun individual? Mungkin Anda
sudah tahu tooh.
Baiklah. Saya akan mencoba menguraikannya dengan singkat
dalam tulisan sederhana ini. Bukan maksud untuk menyinggung Anda yang sudah
terinveksi penyakit yang saya maksud. Jikalau belum terinveksi, alhmadulillah segeralah cari pengaman
atau anti-virusnya. Penyakit ini adalah suatu realita yang kita alami di rumah
(HMI) kita sendiri. Secara tidak sadar, penyakit kronis ini membuat kita
terpecah-belah. Tidak saling percaya, saling curiga-mencurigai. Membuat kita
saling berebut “kursi” numer one
(bahasa Italia. Dikit-dikit gua bisa)
di setiap tingkatan HMI. Tidak menutup kemungkinan akan sering terjadi kontak
fisik sesama kader.
Penyakit kronis itu adalah terinveksinya seorang atau
sekelompok kader HMI pada politik praktis saat ini yang tarik-menarik dan
mengikat. Hal ini tentu mengakibatkan tercinderainya independensi HMI. Di tengah-tengah
isu perpolitikan negara saat ini, kader kudu
hati-hati. Saya melihat kader-kader HMI saat ini tidak mampu berada di posisi
tengah untuk mendengarkan jeritan-jeritan dari bawah. Seharusnya kader HMI,
yang notabenenya seorang mahasiswa harus bisa menjadi jembatan atau kalau kita
pakai kata-kata Bung Karno: penyambung lidah rakyat. Menyampaikan jeritan-jeritan
rakyat kepada politisi-politisi negeri ini. Akan tetapi, yang terlihat adalah
mereka berada di belakang para pelaku politik praktis. Anda kurang percaya apa
yang saya katakan? Saya tidak hendak beradu cakap (berdebat) dengan Anda. Silahkan
Anda amati sendiri di daerah Anda ber-HMI.
Apa yang Mereka Harapkan?
Saya tidak tahu pasti apa yang mereka harapkan. Sepenglihatan
dan sepemahaman saya, mereka mengejar eksistensi nama untuk meningkatakan nilai
jual dan mengejar percikan uang logam dari pelaku-pelaku politik praktis. Kader-kader
HMI mengejar mati-matian, hingga pukul-pukulan untuk mencari jabatan di HMI
supaya terkenal dan berharap dipanggil para politisi. Kalau tidak dipanggil ia
akan “melacurkan” diri. Saya heran kenapa kader-kader HMI saat ini, ambisius
terhadap jabatan di HMI. Bahkan untuk memuluskan jalan, segala cara pun mulai
dilakukan.
Calon-calon Ketua Umum HMI di setiap tingkatan seperti
Koordinator Komisariat (Korkom), HMI Cabang, Badan Koordinasi (Badko), dan
Pengurus Besar (PB) terpublis di media. Sudah meniru seperti Pemilihan Umum di
negara ini. Saya pikir ini budaya-budaya politik praktis. Di HMI kiranya tidak
perlu seperti itu. Cukup kita melihat kualitas calonnya saja, bagaimana ia
berproses di HMI. Karena makin banyak promosi atau iklan calon Ketua Umum, maka
semakin tampaklah kebohongan yang terorganisir dan manipulasinya. Ketakutannya,
promosi yang berlebihan, tidak sesuai realitas akan mengakibatkan kekecewaan
yang sangat besar. Lagi pula percuma saja seperti itu, tooh sudah ada tradisi Jahiliyah
yang sering dilakukan. Seperti dengan membuat gerbong-gerbong atau lumbung
suara hasil intervensi dan instruksi dari berbagai pihak. Kambing pun bisa
menang jadi Ketua Umum kalau sudah ada gerbong dan “ridho” dari “tuhan-tuhan”
di HMI. Budaya seperti ini harus ditinggalkan.
Selanjutnya: terjun dalam dunia politik praktis demi
mengharap percikan uang logam. Saya ingin bertanya kepada Anda, boleh ya? Untuk
apakah uang haram itu? Bukankah agama telah melarang kita untuk merampok? Atau kader-kadernya
tidak beragama lagi? Untuk membiayai kuliah? Untuk hedon bersama teman-teman
dan pasangannya? Dan membeli fasilitas modern saat ini.
Saya pikir, dengan tingkah laku tersebut, ia telah
mencoreng harga dirinya sendiri sebagai mahasiswa yang sedang dalam dunia pendidikan. Ia telah menguliti dirinya sendiri untuk siap disantap oleh “anjing-anjing”.
Menelanjangi dirinya dan bersedia “diperkosa” oleh elit-elit politik. Terdengar
suara busuk yang begitu bau dari pelakunya.
Apa yang Harus Dilakukan?
Apa yang harus dilakukan? Saya pikir Anda harus
menjawabnya sendiri. Sudah kader HMI tooh? Marilah kita gali nilai-nilai luhur
yang ada di HMI. Jikalau tidak mau berubah, tinggalkanlah HMI. Jangan bunuh HMI
dan jangan bunuh kader-kader yang ingin ber-HMI dengan tujuan yang murni untuk
kebaikan. Fastabiqul Khairat wahai kader-kader HMI. Semoga Allah Swt. meridhoi kita.[]
Penulis: Ibnu Arsib Ritonga
Kader HMI Cabang Medan
____________________________________________________________________________________________________________
*Kirim tulisan teman-teman ke YakusaBlog. Alamat email: yakusablog@gmail.com (tulisan dalam file Microsoft Word dengan maksimal 800 kata).
Pesan kami: Perbanyaklah membaca dan menulis. Serta pegang teguhlah Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Saw. (YakusaBlog)
No comments:
Post a Comment