Munir Said Thalib; Pejuang HAM yang Gigih dan Pemberani - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Thursday 18 May 2017

Munir Said Thalib; Pejuang HAM yang Gigih dan Pemberani

YakusaBlog- Tidak semua alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) menjadi pejabat, itu pasti. Mengingat, mereka pasti punya latar belakang masing-masing dalam berkiprah di dunia nyata. Dan Munir, pastinya bukan pejabat. Dia, bahkan bergerak di ranah yang beresiko dituduh sebagai pihak yang “melawan negara” ketika bergerak dalam isu dan perjuangan hak-hak asasi menusia di Indonesia, pada era transisi politik pasaca Orde Baru.

Alumni HMI Cabang Malang (dia ketika itu kuliah di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang) ini memilih jalur Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Sebelum mendirikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) pada 16 April 1996, Munir aktif di Lembaga Bantuan Hukum (LBH), mula-mula di Malang, kemudian di Surabaya, dan pindah ke Jakarta.

Semua yang pernah sezaman dengan Munir ketika aktif di HMI merasakan, dia tidak setengah-setengah. Dia demikian aktif, bahkan ketika sudah alumni sekalipun dia masih rajin mengisi latihan-latihan kepemimpinan. Ny. Suciwati, istri almarhum Munir pernah berkisah: bahkan ketika masa-masa pengantin baru pun, Munir sering meninggalkannya, demi mengisi acara di HMI. “Dia sangat cinta sama HMI. Kalau sudah janji mengisi acara HMI, apapun dia tinggalkan, termasuk dengan keluarganya.” Kata Suciwati suatu ketika.

Sebagai aktivis yang berlatar belakang Fakultas Hukum, Munir mengajarkan pada para kader HMI untuk peka terhadap ketidakadilan. Berpijak pada Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI, Islam adalah agama yang menjunjung tinggi keadilan. Islam mengajarkan umatnya untuk membela kaum mustadh’afin yang teraniaya, tertindas, terdzalimi, di mana penyebab semua itu bisa bersifat struktural. Munir selalu menekankan agar idealisme para aktivis mahasiswa selalu dijaga.

Banyak hal yang membuat para mahasiswa tergoda pada segi-segi pragmatisme yang gampang mengugurkan idealisme mereka. Untuk menjaga agar idealisme tak luntur, maka sikap kritis dalam membela yang teraniaya, menegakkan keadilan (sekecil apapun yang diperbuat untuk itu) harus terus dipegang. Karena Islam adalah agama keadilan. Keadilan harus diikhtiarkan terus-menerus oleh umatnya.

Kini Munir telah almarhum. Dia meninggal pada 7 September 2004 (Munir lahir di Malang, Jawa Timur, 8 Desember 1965) dalam pesawat di perjalanan menuju Amsterdam, Belanda. Di atas langit Rumania, atau dua jam sebelum mendarat di Bandara Schipol Amsterdam, Munir menghembuskan nafas terakhir, setalah berjam-jam lamanya dalam penerbangan tersebut dia buang-buang air. Hanya beralaskan selimut di lantai pesawat bernomor penerbangan GA 974 tujuan Amsterdam, Munir menemui takdirnya, meninggal di negeri jauh tanpa didampingi keluarga atau orang-orang terdekatnya.

Aktivis HAM ini lantas diotopsi pemerintah Belanda. Hasilnya, tubuhnya kedapatan zat arsenik dalam jumlah banyak. Racun itulah penyebab meninggalnya pria berambut pirang asal Batu, Jawa Timur ini. Itu semua dikaitkan dengan aktivitasnya sebagai pegiat HAM yang berani. Munir berada di barisan paling depan dalam isu-isu HAM, yang berani mengungkap kasus-kasus penculikan aktivis di era senjakala Orde Baru. Kegiatannya tentu penuh resiko. Dan resiko itu telah ditempuhnya, ada yang tak suka, Munir pun diracuninya. Dia pun dikenang sebagai pejuang HAM yang selalu dikenang.

Di KontraS, nama Munir mulai bersinar. Perjuangan Munir menjadi inspirasi banyak pihak, terutama generasi penerusnya. Munir sendiri, usai kepengurusannya di KontraS, ikut mendirikan Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia, Imparsial, di mana ia menjabat sebagai Direktur Eksekutif. Saat menjabat Koordinator KontraS, dia membela para aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus.

Atas perjuangannya, dia memperoleh The Right Livelihood Award di Swedia (2000), suatu penghargaan prestisius yang disebut sebagai Nobel alternatif dari Yayasan The Right Livelihood Award Jacob von Uexkull, Stockholm, Swedeia di bidang pemajuan HAM dan Kontrol Sipil terhadap Militer di Indonesia. Sebelumnya, majalah Asiaweek (Oktober 1999) menobatkannya menjadi salah seorang dari 20 pemimpin politik muda Asia pada milenium baru dan Man of The Year versi majalah ummat (1998).[IAR]





Sumber tulisan: M Alfan Alfian, dkk (peny), Mereka yang Mencipta dan Mengabdi;Jejak Langkah Alumni HMI, Bekasi: PT Penjuru Ilmu Sejati, 2016, hal: 211-214.

No comments:

Post a Comment