Dalam persoalan-persoalan bangsa kita dewasa ini, sangat marak sekali
dengan pemberitaan-pemberitaan berciri penipuan, manipulasi terencana dan paham
intoleransi yang menyebabkan perpecahan antara kubu tak terelakan. Keprihatian
ini menyembul pada permukaan ditandai gembar-gembor isu mengenai SARA yang
terkesan bermuatan politis-praktis, sebuah ideologi politik yang tanpanya mempertimbangkan
efek-efek negativitas terhadap perkembangan proses kedewasaan masyarakat kita
kususnya di indonesia. Di mana telah kita ketahui bersama bahwa, bangsa Indonesia
adalah bangsa yang baru berumur jagung dalam kenikmatan kemerdekaan itu dan
masih banyak pembenahan-pembenahan di berbagai macam sektoral, akan tetapi
telah mendapatkan hujaman ekstrim dari persoalan tentang bagaimana menelurkan
konstruksi konsep negara maju.
Berangkat dari keprihatinan yang telah di sebutakan di atas, maka sudah
seyognyanya gagasan-gagasan harus dimungkinkan hadir dan menjawab dilema
persoalan bangsa kita saat ini dalam kekinian yang mengisyaratkan pesan
moderenisasi, entah akan di mulai dari berkonsentrasi pada pembenahan hukum,
peningkatan ekonomi kreatif, dan atau pendidikan progresif, terlepas dari tiga
hal itu asalkan dapat menjunjung nilai-nilai revolusioner, karena bangsa memang
saat ini telah sampai pada keadaan tatanan yang mengharuskan terciptanya
bagaimana menemukan konsep simpel tetapi berdampak luas pada motif-motif
perubahan secara cepat.
Pada era reformasi sekarang ini, masyarakat kita seringkali dibenturkan
dengan pilihan paradoksal; keadaan di mana harus menyatakan sikap, atau sebuah
penilaian terhadap masalah-masalah realitas faktual, dan di mana keadaan yang
memaksa untuk seharusnya pasif-argumentatif-opini terhadap persoalan itu
sendiri, hal ini mengindikasikan ketegangan dialektis dalam diri induvidu
kelompok masyarakat zaman kontemporer, dengan kata lain “mau ngomong takut salah, karena akan di
salahkan oleh orang yang lebih pandai mengutarakan kalimat-kalimat pedas
(menjatuhkan harga diri sewaktu sedang berupaya mengutarakan gagasannya)”.
Ciri-ciri semacam ini ialah ciri-ciri yang menghambat proses rasionalisasi
masyarakat, mengapa demikian? karena dengan ditiadakannya kebebasan bagi setiap
orang untuk berpendapat secara merdeka dengannya juga mengkuti regulasi
ketetapan konstitusi, maka akan memungkinkan tendensi pada kemalasan
keingintahuan dari pada masyarakat itu sendiri dalam menuju kemapanan terhadap
proses kedewasaan, seharusnya hal semacam ini dibiarkan dan senantiasa difasilitasi
oleh pemerintah kita agar dapat mengetahui sampai sejauh mana daya progresivitas
masyarakat kita, kita di sini sebagai masyarakat memandang induvidu yang
tergabung dalam masyarakat juga mengedepankan pemahaman tentang diantar satu keduanya subyek-objek, bukan melihat
masyarakat sebagai objek prediksi kalkulasi matematis yang ditonjolkan dalam
proyek pemerintahan kita dan berimplikasi memaksakan kehendak, belum lagi
kehendak yang memaklumkan ingin berkuasa.
Dalam kenyatan ini masyarakat kita amat dirundung badai kegalauan yang
bukan main deritanya, belum juga memikirkan kebutuhan hidup yang tak kunjung
usai, di mana dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang kian pesat
membumbung tinggi, kemudian jatuh pada persoalan meningkatnya harga-harga
kebutuhan pokok, yakni sebagai kebutuhan primer adalah cikal bakal akan
bertambahnya dilematisasi masyarakat, mau dibawa kemanakah mereka nantinya oleh
para pemimpin bangsa kita, sebuah keadaan yang teramat sulit dan sedih untuk direnungkan
bersama.
Penulis menyebutnya ini sebagai aporia, mengapa di katakan demikian? Sebab
usaha menyelesaikan persoalan tetapi ketika tercapainya tujuan berubah menjadi
permasalahan yang baru dengan penambahan unsur-unsur masalah yang baru.
Seharusnya negara ini butuh pembenahan bukan penambahan permasalahan, terkadang
menjadi fesimistis ketika kompleksitas persoaln menjadi bertambah pada
transisi-transisi waktu, tetapi jikalau persoalan ini tidak kunjung di
klarifikasi maka akan menimbulkan persoaalan yang baru lagi, mungkin penulis
akan menyebutnya sebuah usaha sia-sia atau bahkan sebuah delusi solusi, ataukah
mungkin kita membutuhkan keadaan tegangan reformasi jilid 2 yang di
kadang-kadang akan menyelesaikan persoalan, entah mungkin dengan doa setelah
itu berakhirnya masalah, tetapi pada keyakinannya ialah berikan segala yang
dipikirkan sudah mendekati syarat-syarat kebenaran dalam proses keputusan
regulasi bangsa kita-indonesia yang sangat kita cintai ini.
Kesimpulan
Kemapanan dalam berfikir menjadi satu alasan dari sekian banyak pilihan,
guna menjadi prosedur telaah informasi yang dicampur muatan-muatan non-fakta,
dengan adanya globalisasi maka sudah tentu untuk melacak sebuah perkara-perkara
bersyarat maupun tak bersyarat menjadi cukup sulit, bahkan teramat sulit, jika
hanya dibekali seperangkat pengetahuan dan bukan kemampuan intelektual, akan
tidak menyelesaikan persoalan. tetapi menambah persoalan, karena hal ini
berciri prosedur-prosedur provokasi dalam setiap jengkal keanehan realita pada
kemajemukan permasalahannya, maka sudah tentu penekanan utama ialah membaca,
menganalisa dan menuliskan hasil dari keduanya menjadi sangat penting dewasa
ini.
Ketika pembahasannya menjadi rumit karena berhubungan dengan kemajuan
bangsa kita (Indonesia) pada aspek pendidikan dan perekonomian yang saat ini
telah dikuasai pihak asing. Pendidikan bergaya asing bukan semata menjadi
konsep sejarah untuk saat ini, tetapi sudah terjadi. []
Penulis: Muhammad Eko Rasiyanto
Kader HMI Cabang
Yogyakarta Raya
Sumber gambar ilustrasi: http://www.kompasiana.com/
No comments:
Post a Comment