Yakusablog- Sosoknya keibuan, rendah hati, dan memiliki wawasan luas.
Sebagai adik kandung dari tokoh legendaris Nahdlatul
Ulama, Subhan Z.E., Anniswati memiliki darah aktivis yang kental. Di tokoh
Korps HMI-Wati (Kohati) yang sangat disegani. Tidak hanya dilingkup HMI/KAHMI,
dia juga berkiprah di organisasi perempuan dan aktif dalam mengkampanyekan
isu-isu kesetaraan gender, kesehatan dan pendidikan.
Mbak Annis lahir 5 Agustus 1942 sebagai putri bungsu dari
13 bersaudara pasangan H.M. Rochlan Ismail dan Hj. Masynichah. Ayahnya saudagar
yang mengembangkan usahanya di Solo. Sejak masa SMP dan SMA, dia aktif dalam
kegiatan Pelajar Islam Indonesia (PII). Setamat SMA, dia melanjutkan ke
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Dia gemar berorganisasi: aktif di Senat
Mahasiswa FE UI, terpilih menjadi pengurus Dewan Mahasiswa UI. Pada masa itu
HMI berkembang pesat. Annis pun bertemu para tokoh HMI seperti Eki Syachruddin
dan Mar’ie Muhammad. Annis pun tertarik masuk HMI.
Setelah ikut basic
training HMI, dia menjadi pengurus HMI Komisariat FE UI, kemudian
ditugaskan sebagai pengurus HMI Cabang Jakarta. Baru satu semester menjadi
pengurus cabang, dia dipercaya membantu tim bendahara Pengurus Besar HMI. Pada waktu
kongres PB HMI saat Sulastomo terpilih menjadi Ketua Umum PB HMI, pada 1963 di
Jakarta, Annis dipercaya menjadi dirgen saat lagu Indonesia Raya dan Hymne HMI dikumandangkan.
Di
KOHATI
Pada kongres HMI di Solo 1966, Anniswati terpilih menjadi
Ketua Umum KOHATI, lembaga baru yang hadir bersama KAHMI, secara aklamasi.
KOHATI turut serta dalam memperjuangkan eksistensi HMI pasca-Peristiwa G30S/PKI
pada 1965.
Dalam menjelaskan tentang sejarah dan peran KOHATI,
Anniswati sering mengutip sebuah hadits Nabi: “Wanita adalah tiang negara,
apabila wanitanya baik, maka baiklah negara itu; apabila wanitanya rusak, rusak
pulalah negara itu”. Itulah yang terekam dari tulisannya berjudul, “KOHATI dari
Masa ke Masa” (1990). Anniswati menggarisbawahi, “Ide pendirian Korps pada
waktu itu sangat sederhana, yaitu keinginan untuk meningkatkan peranan
putri-putri HMI, baik di forum HMI maupun di forum luar HMI/ekstern”.
Annis juga aktif di KAWI (Kesatuan Aksi Wanita Indonesia)
dalam masa pergerakan tahun 1966. Setelah kepengurusan KOHATI selesai, Annis
mulai memberikan perhatian lebih kepada keluarga, terlebih lagi putra
satu-satunya Achmad Rafiq. Sang suami, Machnan R. Kamaluddin masih menjadi
mengemban amanah di PB HMI. Machnan bekerja di perusahaan multinasional PT.
McDermott. Pada 1973, keluarga Machnan pindah ke Singapura, karena penugasan. Selama
di sana hingga 1976, Annis aktif dalam kegiatan organisasi Wanita Indonesia
Singapura (OWIS).
Sekembalinya ke Indonesia, dia aktif di KAHMI. Pada 1976,
Anniswati dan para alumni Kohati yakni Etty Mar’ie Muhammad, Ida Wahab, Ida
Nazar, Tini Efendi dan lain-lain mendirikan Yayasan Permatasari. Dia dipercaya
sebagai Ketua yayasan didirikan untuk memberikan pelatihan kepada ibu atau
calon ibu, baik yang dari kalangan KOHATI maupun umum tersebut.
Di
KAHMI
Pada Munas V KAHMI di Jakarta, Annis dipercaya sebagai
Presidium KAHMI bersama Beddu Amang, Harun Kamil, Ismeth Abdullah, Jusuf
Sjakir, Soegeng Sarjadi, dan Hariadi Darmawan. Selain aktif di KAHMI, Annis
aktif di organisasi Wanita Islam sebagai anggota Majelis Hikmah. Juga di
KOWANI.
Pada 1988-1993, dia menjabat sebagai Ketua Bidang
Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH) dan periode 1993-1998 sebagai Ketua
Bidang Ketenagakerjaan KOWANI. Dia menghadiri beberapa konferensi
internasional, antara lain di Selandia Baru, Paris, Bangkok, dan Beijing. Annis
juga tercatat sebagai Dewan Pendiri Yayasan Wakaf Paramadina sekaligus
bendahara umum yayasan yang dipimpin Nurcholish Madjid itu. Annis adalah salah
satu perintih berdirinya organisasi Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita
Indonesia (BMOIWI).
Perlindungan
TKW
Dalam kapasitasnya sebagai Ketua Bidang Ketenagakerjaan
KOWANI, Anniswati dikenal kritis dalam memperjuangkan hak-hak dan kesejahteraan
perempuan.
Sebagaimana diberitakan Media Indonesia (12 November 1996), di sela-sela acara Pelatihan
Manajemen Usaha Kecil Kowani DKI Jakarta, 11 November 1996 misalnya, dia
menagih janji Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Abdul Latief yang akan menghentikan
pengiriman tenaga kerja wanita (TKW) non-profesional ke luar negeri pada 1996.
Anniswati berpendapat pengiriman TKW non-profesional,
langkah yang tak tepat. Penghentiannya dimaksudkan memberi perlindungan
terhadap TKW yang sebagian besar tak berpendidikan dan tak mengerti hukum. Selain
itu, untuk menghapuskan citra TKW di luar negeri yang “seolah-olah hanya
sebatas pembantu.” Menurutnya, apabila masih terus dikirim tenaga kerja
non-profesional dikhawatirkan masalah penipuan dan pelecehan TKW akan terus
berlangsung. Hal itu diakibatkan pendidikan yang dimilikinya masih sangat
mengalami banyak kendala, diantaranya kemampuan bahasa asing.
Semua itu menunjukkan bahwa Anniswati selalu
sungguh-sungguh dalam memainkan peranannya dalam organisasi yang dia tekuni. Dia
bukan tipe aktivis yang hanya sekedar menjalankan rutinitas, tetap selalu ada
gagasan dan aksi.[IAR]
Sumber
tulisan: M Alfan Alfian, dkk (peny), Mereka
yang Mencipta dan Mengabdi;Jejak Langkah Alumni HMI, Bekasi: PT Penjuru
Ilmu Sejati, 2016, hal: 123-127.
Sumber gambar: https://books.google.co.id/
No comments:
Post a Comment