73 Tahun HMI, Saatnya Bubar? - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Tuesday, 4 February 2020

73 Tahun HMI, Saatnya Bubar?


YakusaBlog- Dalam bulan Februari 2020 ini, ada dua momentum besar yang secara internal akan dilaksanakan oleh warga organisasi mahasiswa tertua di Indonesia saat ini, Himpunan Mahasiswa Islam yang akrab di telinga dengan sebutan HMI. Dua momentum itu adalah yang pertama terkait penyambutan peringatan hari lahir HMI yang ke-73 tahun dan yang kedua akan dilaksanakannya Kongres HMI XXXI di Jakarta.

Membicarakan kedua momentum ini sungguh sangat menarik walau masuk ke internal HMI. Mengapa menarik? Karena dengan mengetahui keadaan ini, tanpa kita tuliskan dengan sendiri kita akan dapat membuat kesimpulan sendiri mengapa HMI saat ini tidak "greget" untuk perjuangan ummat dibanding kedekatannya pada pejabat.

Tidak sedikit hari ini yang kecewa dengan gelagat dan karakter HMI saat ini yang jauh dari lingkungannya. HMI yang menariknya harus turun pada umat, kini HMI terkesan pendorong ke kursi kekuasaan. Sungguh jauh melenceng dari misi-misi Himpunan ini didirikan oleh Lafran Pane 73 tahun silam.

Refleksi Milad HMI ke-73 Tahun
Refleksi hari lahirnya HMI ke-73 tahun yang lalu (5 Februari 1947 - 5 Februari 2020) ini kiranya bukan sekedar memperingati dengan berbagai macam upacara dan ucapan-ucapan sepintas lalu di akun media sosial online. Akan tetapi, Milad HMI yang ke-73 ini kembali menumbuhkan ruh perjuangan HMI yang selama ini sudah diragukan oleh khalayak luas.

Di Milad HMI yang ke-73 ini jangan hanya dijadikan momen waktu dan ruang yang hanya bicara romansa HMI yang selama ini penuh dinamika dan kemesraan bersama gerak langkah majunya Indonesia. Terkadang, warga HMI selalu menepuk dada dengan sejarah HMI dahulu, tapi lupa dengan sejarah HMI beberapa tahun belakangan ini.

Usia 73 tahun HMK ini tidak lagi dapat dikatakan muda. Membaca secara limit waktunya, hanya ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, HMI akan bubar. Kemungkinan kedua, HMI akan tetap hidup. Sejarahwan HMI, Agussalim Sitompul berpendapat dalam bukunya 44 Indikator Kemunduran HMI, menyatakan ada kemungkinan ketiga; HMI hidup tapi tidak berfungsi lagi sebagai mana fungsi HMI di dirikan. Kemungkinan ketiga ini, sering disebut seperti mati suri.

Mengapa hal ini kita katakan? Tidak lepas karena faktor pandangan dan pengamatan dinamika HMI yang saat ini tidak teratur lagi. Di usia 73 tahun ini, HMI benar-benar sedang akut, baik itu dalam aktivitas internal maupun aktivitas eksternal. HMI saat ini mengalami kronis dan terkena virus yang sangat membunuh HMI secara perlahan. Jika hal ini tidak lekas disadari untuk membuat antibodinya, maka kita hanya tinggal menunggu HMI bubar.

Perenungan HMI saat ini, tidak perlu lagi kiranya kita bongkar sejarah perjuangan HMI atas kontribusinya terhadap bangsa dan negara. Sejarah negara HMI telah menjadi kepingan atas sejarah bangsa dan negara ini. Misi HMI didirikan sejatinya untuk bangsa dan negara dalam konteks menegakkan kebenaran. Saat ini yang kita butuhkan adalah refleksi perbaikan HMI untuk ke depan agar bisa lepas dari virus-virus yang mematikan HMI.

Menyambut Kongres HMI XXXI
Berdasarkan pengumuman Kongres HMI XXXI akan dilaksanakan akhir Februari sampai bulan Maret 2020 di Jakarta. Terlepas hal dari berbagai konflik dualisme PB HMI yang mempertanyakan Kongres tersebut versi siapa, yang terpenting adalah harus ada niatan islah dan mau kongres bersama.

Momentum rapat akbar HMI se-Indonesia ini, harus mampu kembali merumuskan langkah-langkah strategis bagaimana sepatutnya HMI didirikan oleh Lafran Pane. Momen Kongres ini saharusnya dijadikan konsolidasi (penguatan) HMI untuk menjawab tantangan zaman yang serba teknologi ini dan membicarakan apa solusi krisis kemanusiaan yang terjadi saat ini.

Kongres HMI jangan dijadikan momentum rebut kekuasaan yang sikut-menyikut. Kongres kali ini pun jangan sampai lagi tertipu dan salah memilih Pimpinan HMI tingkat Pengurus Besar HMI. Peserta Kongres jangan karena materi (baca: uang) yang diberikan kemudian memilihnya. Jangan sampai terulang kembali Ketua Umum yang dipilih nantinya, terulang kembali seperti yang baru kita alami bersama.

Latar belakang dan kepribadiannya harus dilihat dan juga ide-ide gagasannya untuk HMI. Kongres ini harus mampu melahirkan sosok Ketua Umum yang menjaga Independensi HMI dan benar-benar menerapkan aturan main HMI. Serta harus menjaga HMI tetap berazaskan Islam dan berfungsi sebagai organisasi perkaderan bukan organisasi massa.

Akankah HMI Bubar?
Pertanyaan; akankah HMI bubar? Tidaklah berlebihan. Pertanyaan ini muncul disebabkan penglihatan HMI yang selama ini jauh dari khittahnya dan tidak lagi memegang teguh independensinya sebagai organisasi mahasiswa yang berfungsi sebagai organisasi kader dan berperan sebagai organisasi perjuangan.

Jika hal-hal itu tidak nampak lagi, maka pertanyaan itu pun muncul. Sebenarnya tanpa munculnya pun pertanyaan itu, HMI pada hakikatnya telah mati alias bubar. Inilah yang dikatakan oleh Agussalim Sitompul sebagaimana yang kita sebutkan di atas tadi. Agussalim Sitompul menyatakan demikian karena ia membuat indikator-indikator penyebab kehancuran HMI.  Indikator-indikator itu pun menjadi judul besar bukunya; 44 Indikator Kemunduran HMI. Saat ini 44 indikator itu sangat tampak jelas. Seperti konflik internal HMI yang terjadi di HMI rebut-merebut dan sikut-menyikut untuk mencapai pimpinan HMI. Secara soft lagi, budaya kultural atau budaya intelektual HMI semakin tumpul. Independensi HMI saat ini semakin kronis dan HMI saat ini terkesan seperti event organizer (EO) atau organisasi massa serta seperti partai politik.

Bubarnya HMI dalam waktu dekat dan lama bukanlah hal yang mustahil. Bagi saya pribadi, HMI patut dibubarkan jika tidak lagi sesuai dengan khittah perjuangannya untuk umat, bangsa dan negara. Menegakkan kebenaran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dan HMI pantas bubar jika dijadikan perpanjangan tangan kekuasaan atau segelintir orang untuk memenuhi hal-hal buruk.

Tidak salah jika HMI kita bubarkan akan tidak tercemari virus-virus kejahatan. Andai Lafran Pane (yang tiga tahun yang lalu mendapat penghargaan sebagai Pahlawan Nasional atas sumbangsihnya pada negara dengan mendirikan HMI) bangkit dari kuburan, ia akan menyarankan supaya HMI membubarkan diri jika tidak komitmen lagi pada misi-misinya. Begitu juga dengan Guru Bangsa Nurcholish Madjid alias Cak Nur, yang dulu semasa hidup pernah mengatakan bubarkan saja HMI. Jika Cak Nur hidup dan melihat kondisi saa itu, perkataannya supaya HMI bubar akan kembali ia pertegas.

Untuk apa lagi HMI jika tidak mampu berkontribusi pada ummat, bangsa dan negara? Jika HMI hari ini menjadi masalah atau faktor masalah bangsa dan negara akibat tangan-tangan jahil kader-kader dan alumni-alumni HMI, baik kita bubarkan saja HMI ini. Tapi, jika tidak ingin HMI bubar, mari kita kembalikan HMI pada esensinya sebagai organisasi mahasiswa yang berasaskan Islam, bersifat independen (cenderung pada kebenaran), berfungsi sebagai organisasi kader dan berperan sebagai organisasi yang memperjuangkan kebenaran. Sehingga misi-misi HMI benar-benar dapat terealisasi dan bermanfaat bagi ummat, bangsa dan negara. Semoga. Amin![]


Penulis: Ibnu Arsib (Bukan siapa-siapa, hanya manusia biasa).

No comments:

Post a Comment