YakusaBlog- Lima puluh tahun lalu, seorang Kader HMI dari HMI Cabang Yogyakarta yang kuliah di UGM Fakultas Fisika dan Ilmu Pasti, menuliskan pemikiran-pemikirannya yang kritis, solutif dan konstruktif. Pemikiran-pemikiran itu ia sumbangkan pada organisasi yang ia cintai; HMI. Seorang Kader itu tentu tidak asing bagi Kader-Kader HMI, jika nama itu asing bagi kita, baiknya kita sadar diri karena kita belum lengkap mempelajari dinamika HMI. Seorang Kader itu adalah Ahmad Wahib.
Tulisan-tulisannya tersebut kemudian dibukukan oleh sahabat Ahmad Wahib setelah Wahib wafat. Judul buku itu adalah "Pergolakan Pemikiran Islam". Bagi kita yang mengaku kader HMI, tidak mengetahui dan belum pernah membaca buku tersebut, berarti literasi ke-HMI-an kita dapat saya katakan masih rendah. Mengapa demikian? Karena meninggalkan dasar.
Membaca buku itu adalah merupakan suatu kewajiban bagi setiap kader. Corak pemikiran Wahib seharusnya menjadi corak pemikiran kita dalam ber-HMI. Idealisme dan kritisisme dalam ber-HMI yang dibangun oleh Wahib masih sangat relevan untuk saat ini mengingat keadaan HMI yang selalu dalam lingkaran kekuasaan hingga mulai lupa khittahnya.
Dalam buku tersebut, Wahib menuliskan sumbangan pemikirannya untuk HMI dalam judul tulisan "Sumbangan Pemikiran Buat Himpunan Mahasiswa Islam". Dalam tulisan ini ada beberapa poin sebagai ide pemikiran yang perlu ada di HMI.
Dalam tulisan ini, saya tuliskan kembali ide-ide tulisannya beserta penjelasannya secara terpisah dan berjeda. Maksud saya secara terpisah dan berjeda adalah, hari ini saya tuliskan satu poin beserta penjelasan Wahib sendiri, lain waktu akan saya tuliskan lagi. Jika teman-teman tidak sabar silahkan langsung membaca bukunya dengan judul yang telah disebutkan di atas tadi.
Pemikiran I: Kreatifitas dan Pembaharuan
Saya terlampau sering bicara soal kreatifitas. Kreatifitas lagi dan kreatifitas lagi. Mengapa? Sebab kreatifitas adalah motor penggerak kebudayaan dan bagi organisasi dia merupakan suatu yang sangat esensial bila organisasi tersebut ingin menjadi angkatannya sejarah. Bagi seorang manusia, kreatifitas merupakan hakekat lanjut dari hakekat eksistensinya, yakni kemerdekaan dalam rangka memecahkan problem-problem hidupnya dalam pergulatan dengan situasinya. Kreatifitas hanya ada pada manusia, tidak ada pada hewan dan tidak pula pada mesin-mesin elektronis yang dibuat manusia. Creativity ia the specifically human element. Creative thought ia what a machine cannot yet do.
Dalam pergaulan dengan tantangan-tantangan situasinya, sebuah organisasi atau seorang pencipta, bertugas menampilkan hal-hal yang belum ada dan sebisa mungkin selalu menghindari adanya campur tangan atau pengaruh kerja rutin. Dia selalu ingin menemukan hal-hal baru, setidak-tidaknya baru bagi dirinya sesuai dengan cita rasanya.
Dalam mencapai tingkatan kreatif ini, ada suatu bahaya yang perlu kita sadari yaitu penyakit "kreatifitas mekanis", suatau istilah yang sebetulnya mengandung kontra diksi. Istilah itu berarti selalu aktif mencari sesuatu yang baru tapi tidak asal baru, tanpa mempertimbangkan benar atau salah, bermanfaat atau tidak. Karena itu nafsu untuk kreatif saja tidak mencukupi tanpa ditunjang oleh kemampuan akademis yang memadai serta watak pengabdi yang agung.
Sebagai taraf awal kita mesti mengobarkan semangat mencipta, emosi mencipta pada diri kita masing-masing sebagai individu atau penggerak organisasi. Emosi mencipta ini akan membuat kita gelisah. Dan kegelisahan membuat kita bergerak. Kita tidak akan pernah puas dalam situasi kegelisahan ini, kegelisahan yang memang kita cari sendiri.
Tentu saja dengan melakukan hal-hal di atas, kita akan dihadapkan pada kenyataan yang sudah ada dan hidup sebelumnya, yaitu pikiran-pikiran yang sudah hidup dan diterima umat atau masyarakat selama ini serta juga pikiran-pikiran yang sudah established di kalangan generasi tua.
Tantangan akan banyak kita hadapi dari mereka yang menganut established thinking berupa caci-maki, sikap-sikap yang tidak menyenangkan, kehilangan simpati dan sebagainya. Tapi ini akan berjalan sementara, karena arus pembaharuan tidak akan bisa dibendung.
Pembaharuan-pembaharuan dalam bidang pemikiran akan berlanjut terus selama dunia masih berkembang. Karena itu tinggal memilih apakah kita ini menjadi creative modernizer sebagai perintis yang berjalan di depan ataukah sekedar menjadi reactive modernizer yang menerima pembaharuan karena sudah tidak bisa mengelak lagi dari seretan arus sejarah.
Pernah mendengar istilah "creative minority"? Istilah itu menurut Toynbee menunjuk pada individu-individu yang berani tampil ke depan mengambil inisiatif dalam gerak kebudayaan, menjawab atau memberi response terhadap tantangan-tantangan zamannya.
Baiknya saya kutip juga di sini kata-kata seorang sarjana, maaf saya lupa namanya, yang bunyinya kira-kira begini: "Theresia was a deep, ideed and essential difference between the genius and the masses. And so the great mind, creating for the future, was doomed in how own day to loneliness and lack of appreciation. Genius is causally related to insanity".
Agaknya ini telah merupakan hukum sosial. Generasi tua yang sudah berakar dalam masyarakat dan sering tokoh-tokohnya dimitoskan oleh massa, tentu instinktif tidak akan senang pada pikiran-pikiran baru dalam masyarakat.
Karena itu kalau dalam praktek sehari-hari kita merasakan beberapa serangan dari oknum generasi tua, itu bukanlah suara oknum, tapi suara generasi. Sebaliknya suara dari beberapa oknum generasi muda yang memimpin ide-ide kini, itupun bukanlah suara oknum melainkan suara generasi.[]
Pemikiran II: Kemampuan Akademis dan Tingkat Kreatifitas. (segera....)
Sumber tulisan: Buku Ahamd Wahib, Pergolakan Pemikiran Islam.
No comments:
Post a Comment