Sangsaka Merah Putih [Puisi-puisi Ibnu Arsib] - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Sunday, 18 August 2019

Sangsaka Merah Putih [Puisi-puisi Ibnu Arsib]


Sangsaka Merah Putih
[Puisi-puisi Ibnu Arsib]


Sangsaka Merah Putih

kukibarkan sangsaka merah putih
yang dijahit oleh ibu yang penuh kasih
bukan sekedar selembar kain
bukan pula kain pembalut

ia penuh makna warna
penuh perjuangan yang menumpahkan
banyak darah

merah berarti darah
merah berarti berani
darah berani tuk kemerdekaan

putih berarti tulang
putih berarti suci
tulang suci pengokoh kemerdekaan

sangsaka merah putih
berkibarlah selama-lamanya
sampai kau kembali kepangkuan-Nya.[]


Apa Arti Sebuah Kemerdekaan Bagimu?

apa arti sebuah kemerdekaan bagimu?
lepas dari penjajahan Belanda
apa arti sebuah kemerdekaan bagimu?
dapat membentuk negara sendiri
apa arti sebuah kemerdekaan bagimu?
bisa membentuk pemerintahan sendiri
apa arti sebuah kemerdekaan bagimu?
dapat mengelola wilayah sendiri

jika benar memang demikian
mengapa penjajahan engkau ganti dengan penghisapan?
mengapa negara engkau perkosa?
mengapa pemerintahan menjadi instansi penindasan?
mengapa wilayah kau kapling sendiri?

zaman penjajahan Belanda
buruh, petani dipaksa bekerja
hanya diberi makan secukupnya

zaman penjajahan bangsa sendiri
buruh, petani bekerja tanpa paksa
tapi hasilnya hanya untuk makan saja
apa bedanya?

apa arti sebuah kemerdekaan bagimu?[]


Secangkir Kopi Kemerdekaan

sediakan secangkir Indonesia
siapkan sendok bambu runcing
masukkan bubuk keberanian
tambahkan gula kecintaan
seduh dengan air panah perjuangan
aduk-aduk dengan penuh gelora semangat pahlawan

nikmati aromananya
seruputlah
terus teriakkan MERDEKA!
satu kali lagi MERDEKA!
satu kali lagi MERDEKA!
selamanya MERDEKA![]


Surat Kepada Muhammad Yamin

kukirimkan sepucuk surat untuk Pak Muhammad Yamin
dalam isi kutuliskan:
Pak Muhammad Yamin
dalam sejarah bangsa kita
aku mengetahui bahwa negeri ini berbahasa Indonesia
bahasa yang dikukuhkan di pertemuan kaum muda
layaknya perkumpulan saat ini

pak Muhammad Yamin
dalam sejarah bangsa kita
kuketahui bahwa bahasa negeri ini berasal dari bahasa melayu
atas kesepakatan kaum muda dari berbagai daerah
menjadi bahasa persatuan
bahasa kebangsaan dan bahasa tanah air

Pak Yamin
yang banyak berjasa untuk negeri ini
aku juga mengetahui bahwa engkau mempelopori
supaya bahasa Indonesia menggantikan bahasa penjajah
di perguruan tinggi kala itu
kau hadapi tantangan dari kaummu sendiri
mereka katakan bahwa bahasa kita ini
tidak mampu menjadi bahasa ilmu pengetahuan

usahamu pun berhasil Pak Yamin
setiap sekolah menjadikan bahasa kita
sebagai bahasa pengahantar

tapi Pak Yamin
saat kau tak lagi hidup di saat sekarang
negerimu yang sudah merdeka
bahasa yang perjuangkan telah mendekati ajalnya
bahasa yang engkau perjuangkan saat ini
dianggap kampungan, kolot dan tidak modern oleh mereka
lagi-lagi mereka itu dari kaum terpelajar
yang berdalih karena kemodernan
bahkan mereka rela mengeluarkan jutaan rupiah
untuk mempelajari bahasa yang katanya
bahasa modern dan internasional

hm....
mereka terperangkap bisnis jual bahasa
mereka terperangkap jebakan kapitalisasi
mereka terperangkap komersialisasi pendidikan
yang ditandai sertifikasi bahasa asing

lucunya Pak Yamin
yang banyak terjebak itu orang-orang perguruan tinggi
mahasiswa yang katanya kritis dan intelektualis
dosen atau guru-guru besar yang katanya akademis
tertipu dengan halus

jika engkau hidup kembali
pasti engkau banyak bertanya
“kita kan hidup dinegeri sendiri mengapa harus menggunakan bahasa asing?”
“kita kan bekerja di negeri sendiri mengapa harus menggunakan bahasa asing?”
“Jika belajar bahasa mengapa harus diperjual-belikan?”
“tidak mampukah mereka yang di perguruan tinggi belajar sendiri?”
“mengapa sertifikasi bahasa menjadi syarat tamat kuliah semacam sertifikasi dosa saja?”

ah Pak Yamin
engkau ini banyak tanya
membuat telinga mereka kepanasan
kita berharap saja semoga ada anak bangsa seperti engkau.[]


*Puisi-puisi di atas telah dibacakan saat kegiatan Kencan Sastra edisi Kemerdekaan Indonesia yang ke-74 tahun, di Kedai Kopi Rumah Uwaak.

No comments:

Post a Comment