Pergeseran Ciri Kader HMI - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Thursday, 1 November 2018

Pergeseran Ciri Kader HMI


YakusaBlog- Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai organisasi yang menghimpun anak-anak muda beragama Islam terpelajar, maka sesungguhnya kekuatan utama HMI bertumpu pada potensi intelektualitas. Potensi ini (intelektualitas), menurut Amich Alhumami dalam tulisannya yang dibukukan oleh Agussalim Sitompul dengan judul HMI Mengayuh Di Antara Cita dan Kritik, jika dikembangkan maka HMI memiliki keunggulan kompetitif (Competitive Advantages). Ia juga berpendapat, potensi intelektualitas itu menjadi alat agar mampu bersaing dengan ormas-ormas kepemudaan yang lain.
Pendapat di atas tentunya menguatkan yang pernah ada pada HMI. Bukankah keunggulan HMI sebelum masa kini terletak pada kualitas kadernya yang mempunyai bobot intelektualitas? Tradisi intelektual yang telah pernah ditanamkan dalam ber-HMI harus tetap dipertahankan. Jika tradisi intelektual yang telah dibangun itu runtuh, maka HMI akan kehilangan peran-peran strategis di masa yang akan datang.
Tapi saat ini, seiring dengan perkembangan peta perpolitikan negara ternyata mempengaruhi kondisi internal HMI. Menurut penulis, saat ini dan pastinya sudah lama terjadi mulai sejak reformasi hingga saat ini, terjadi pergeseran ciri kader HMI. Ciri kader HMI dari corak intelektual muda Islam, yang cenderung kritis dan solutif bergeser kepada corak politikus yang mengedepankan pragmatisme politik. Setelah penulis ketahui, perkataan ini juga pernah diungkapkan oleh Teuku Syahril Anshari, yang dituliskan dalam Harian Terbit, Jakarta, tanggal 5 Juli 1997, kemudian dibukukan oleh Agussalim Sitompul sebagaimana buku yang penulis sebutkan di atas tadi.
Nah, penulis menyoroti dua hal di atas, pergeseran ciri kader HMI yang bercorak intelektual dengan kader HMI bercorak politikus yang pragmatis. Sebagaimana kita ketahui bersama, baik di internal kita atau di eksternal kita sendiri, HMI saat ini sangat rapuh dalam dunia intelektual. Bagaimana kita menandai hal ini? Gampang saja menurut penulis, cukup kita melihat tradisi-tradisi intelektual yang pernah ditunjukkan oleh para pendahulu-pendahulu kita, apakah masih terjaga dan teraplikasi dengan baik saati ini?
Jika pun masih ada kader-kader yang komitmen menjaga dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, itu hanya segelintir orang yang sadar dan belum menjadi mayoritas di tubuh kita sendiri. Meningkatkan potensi kualitas intelektual, terlihat tidak lagi menjadi fokus utama HMI. Jika pun itu terlihat ada, tapi tradisi intelektual itu dipolitisir untuk kepentingan politik dan memenuhi sesuatu, kita katakanlah itu uang, eksistensialisme dan atau ingin mencari panggung menaikkan nama. Sehingga muncul suatu pola pikir yang salah, yaitu mengukur segala sesuatu dari kuantitas.
Saat ini, rasanya sudah sering penulis ungkapkan, ada kader-kader HMI terlibat dalam dunia politik praktis. Apalagi menjelang Pemilihan Umum 2019 nanti. Kader-kader kita menghabiskn pemikirannya dan aktivitasnya dengan sia-sia karena ikut terlibat aktif di dalam perpolitikan saat ini, ia sudah semacam seorang politikus. Sehingga, hal-hal strategis yang harus dilakukan tertinggal begitu saja.
Misalnya hal-hal stretegis itu adalah pendalaman ilmu pengetahuan, melakukan pelatihan-pelatihan yang mendongkrak potensi diri, melakukan penelitian dan juga melakukan pengabdian kepada masyarakat dalam bentuk aksi sosial atau bakti sosial, serta kegiatan-kegiatan lainnya yang benar-benar dikerjakan hanya untuk meningkatkan kualitas intelektual kader HMI dan mengharapkan ridho dari Allah Swt. Bukan untuk mencari eksistensi semata dan hal-hal nisbi lainnya.
Menurut Alhumami, jika kita berkeinginan mengembalikan kepeloporan HMI, maka kita harus menjadikan kader HMI sebagai braintrust. Maksudnya adalah, kader HMI menjadi kelompok penalar atau kelompok pemikir bagi bangsa ini. Kita dapat melebur ke dalam mainstream zaman yang sekarang cenderung pada pengembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Mobilitas intelektual kader HMI harus dipacu bersamaan dengan arus perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Maka dengan demikian, peran kader HMI ke depan akan semakin menentukan dalam proses pembangunan bangsa dan negara ini. Tapi jika, kader HMI terlibat dalam politik praktis dan menjadi kader yang pragmatis, maka menurut penulis kita menambah masalah perpolitikan lagi dan juga menambah masalah di HMI. Yang mana kita ketahui betapa rapuhnya situasi negara kita saat ini akibat kondisi perpolitikan. Praktek politik yang bukan substansi tapi lebih ke arah politik sensasi dan politik identitas.
Pergeseran ciri kader HMI yang bercorak intelektual kepada ciri kader HMI yang politikus praktis atau politikus pragmatisme harus kembali kita geser ke posisi semula. Setidaknya, kita menjaga ke depannya, kader-kader HMI yang baru bergabung di HMI tidak digeser ke posisi ke dua. Karena, sumbangsih terbesar HMI kepada negara, bangsa dan agama adalah ketika ia mampu menyuguhkan atau memasok sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas. Manusia atau kader HMI yang unggul dan berkualitas itulah yang dibutuhkan untuk membangun bangsa dan negara ke depan. Semoga dan Yakusa!

Penulis: Ibnu Arsib
Kader HMI Cabang Medan

Sbr. gbr: https://locita.co/


No comments:

Post a Comment