Melihat Sosok Kohati Tangguh - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Thursday, 1 February 2018

Melihat Sosok Kohati Tangguh


YakusaBlog- Banyak teman-teman aktivis HMI-Wan bertanya kepada teman-teman aktivis HMI-Wati yang berada di dalam Korps HMI-Wati (Kohati), di sela-sela kami sedang mengadakan kegiatan-kegiatan, berdiskusi kecil-kecilan, diskusi ringan, di Sekretariat Kohati Cabang Medan, pertanyaannya kira-kira seperti ini; Bagaimanakah yang dimaksud Kohati atau HMI-Wati tangguh itu?
Teman-teman HMI-Wati (Kohati) menjawabnya secara datar dan normatif. Mungkin mereka menjawabnya sesuai dengan wawasan atau pengetahuan yang mereka dapatkan di dalam training Kohati, seperti Latihan Khusus Kohati (LKK). Apa pun jawaban mereka itu, menurut saya sangat benar dan sangat memuaskan. Akan tetapi teman-teman saya dari kaum HMI-Wan kurang puas mendengarkan jawaban mereka. Malah mereka melakukan Brainstorming (memunculkan pertanyaan baru dari jawaban Kohati dan dengan masalah baru, begitu selanjutnya) kepada HMI-Wati (Kohati) yang menjawabnya. Bahkan tidak jarang menimbulkan debat kusir saat membahas tentang gender dan poligami.
Terkait mengenai fenomena ini, saya sangat tertarik membicarakannya lewat tulisan sederhana ini. Dapat dipastikan secara keseluruhan, pembicaraan-pembicaraan yang demikian tadi terjadi juga di berbagai Cabang HMI atau Kohati-Kohati se-Nusantara.
Secara jujur dan berbangga hati, tangagapan saya mengenai hal demikian, walau sering terjadi debat kusir antara teman-teman HMI-Wan dan teman-teman HMI-Wati (Kohati), tanpa ada kesimpulan yang mengkerucut, sangat konstruktif (membangun). Saya mengatakan sangat konstruktif karena ini merupakan suatu dinamika wacana tentang isu-isu keperempuanan secara ilmu pengetahuan umum dan juga wacana tentang keperempuanan dalam pandangan ajaran agama Islam.
Dari dinamika wacana yang sangat konstruktif itu, maka wacana kader-kader HMI (baik HMI-Wan dan Kohati) akan semakin terbuka. Wawasan semakin bertambah luas, dan pikiran terbuka dan pandai menimbang-nimbang pendapat.
Kader-kader HMI (HMI-Wan dan Kohati) akan lebih memahami bahwa ajaran agama Islam itu tidak dipandang sempit terkait masalah pembahasan keperempuanan di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dengan luasnya pemahaman kita terkait keperempuanan dalam pandangan Islam maka tidak lagi memandang perempuan secara parsial. Tidak lagi memandang bahwa kelas perempuan itu di bawah kelasnya laki-laki.
Bagi kelompok yang memandang bahwa kaum perempuan itu tendah dan atau berada di bawah kaum laki-laki, menurut saya kelompok tersebut telah menafikkan ajaran Rasulullah Saw. dan juga tidak menghargai perjuangan Rasulullah Saw. dalam memperjuangkan harkat dan martabat perempuan-perempuan yang tertindas di zaman Arab jahiliyah.
Bukankah Rasulullah Saw. mengatakan tiga kali kata “ibumu” kemudian baru sekali saja kata “bapakmu” pada saat seorang pemuda bertanya pada Rasulullah Saw. kepada siapakah ia berbakti?
Bukankah orang yang pertama mendukung dan menafkahkan seluruh hartanya untuk perjuangan Rasulullah Saw. dalam menyebarkan agama Islam, yaitu seorang perempuan yang kaya raya, yang menjadi istri Rasulullah Saw. yaitu Siti Khadijah?
Dan Muhammad Saw. itu tidak tidak diangkat menjadi seorang Nabi dan Rasul kecuali meluruskan tauhid kepada Allah Swt, memperbaiki akhlak manusia, melindungi/memerdekakan budak atau kaum-kaum tertindas (musthada’afin) dan juga melindungi serta mengangkat harkat martabat kaum perempuan.
Jika kita membaca sejarah pra kenabian dan juga pra kerasulan Muhammad Saw. kaum perempuan itu dijadikan budak, barang dagangan untuk memenuhi hawa nafsu seksual kaum laki-laki jahiliyah, dijadikan sebagai penghibur, dijadikan barang undian (judi), dan bahkan anak perempuan yang lahir dianggap membawa sial bagi keluarga maka harus dikubur secara hidup-hidup. Tingkahlaku jahiliyah itu terjadi di mana-mana bukan hanya di Arab pada masa itu.
Di zaman sekarang juga muncul lagi beberapa perbuatan dzalim yang kita sebutkan tadi. Perempuan dijadikan penghibur dan alat pemuas nafsu seksual laki-laki, dijadikan barang dagangan baik impor dan ekspor, perempuan dijadikan model-model seksi (sales) untuk memasarkan suatu produk. Bahkan ada seorang ayah tidak mensyukuri jika anaknya yang baru lahir berjenis kelamin perempuan.
Pemahaman yang seperti ini harus diluruskan kembali. Jika dahulu perempuan dijadikan yang seperti yang kita sebutkan tadi karena dipaksa oleh tuan-tuannya, diperbudak oleh orang-orang jahil dan tidak beradab, hari ini perempuan-perempuan diperbudak oleh faktor ekonomi. Bahkan ada pula perempuan-perempuan masa kini yang menyenangi profesi maksiat yang ia lakukan.
Selanjutnya, terkait adanya penyebutan Kohati Tangguh yang sering kita dengar di dalam organisasi kita (HMI), menurut saya sosok Kohati Tangguh adalah bagaimana ia (Kohati) memahami jati dirinya sebagai perempuan yang mana derajatnya telah diangkat dan dilindungi oleh Allah Swt. lewat Al-Qur’an dan memahami harkat martabatnya seperti yang telah diperjuangkan oleh Rasulullah Saw.
Setelah HMI-Wati (Kohati) memahami hal-hal tersebut, maka dia akan mempraktikkan apa yang telah diperintahkan Allah Swt. serta Rasuln-Nya dan menjauhi segala apa yang dilarang oleh Allah Swt. serata Rasulullah Saw. Jadilah ia Kohati Tangguh.
Kohati Tangguh akan mempertahankan kesuciannya, harkat dan martabatnya sehingga tidak diperbudakan oleh sistem-sistem buatan manusia yang menurunkan derajatnya kesuciannya. Kohati Tangguh akan mempertahankan derajat kesuciannya sebagai perempuan Muslimah dari perbudakan dan diskriminasi adat istiadat yang berlaku. Kohati Tangguh tidak mudah terpengaruh oleh formalisme dan normativisme yang sifatnya materialisme karena dapat merusak masa depannya sebagai seorang perempuan. Dan Kohati Tangguh tidak akan sudi digadaikan atau menggadaikan martabatnya sebagai perempuan demi mengejar harta dan jabatan.
Selanjutnya, Kohati Tangguh tida hanya dipandang dari fisiknya, militansinya dan loyalitasnya kepada organisasinya saja. Akan tetapi, dilihat juga dari militansinya untuk menjadi seorang perempuan yang sholeha. Mempersiapkan dirinya menjadi seorang perempuan yang berkualitas karena kelak dia akan menjadi seorang ibu yang membesarkan dan merawat anak-anaknya. Kohati Tangguh siap mengabdi kepada Tuhannya, Allah Swt. serta kepada Rasul-Nya dan menuruti suaminya selama berada di jalan Allah Swt.
Kohati Tangguh juga dapat memperjuangkan kaum-kaum perempuan yang tertindas oleh sistem tanpa harus menjadi seorang pejabat publik. Kohati Tangguh dapat menyuarakan aspirasi-aspirasi perempuan selama itu tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam, yang menjadi asas dalam organisasinya. Artinya, Kohati Tangguh dapat menjadi aktivis perempuan atau pejuang perempuan tanpa harus seperti yang digambarkan oleh orang-orang Barat, dengan fisik harus seperti laki-laki, gaya hidup seperti laki-laki, dan menyamakan tanpa batas.
Kohati Tangguh tidak lagi terpenjara dengan adanya stigma dan cara pandang (persepsi) masyarakat bahwa perempuan itu tidak ada gunanya sekolah tinggi-tinggi, toh nanti di dapur juga, toh nanti memasak juga, mencuci piring dan baju suami. Ini adalah cara pandang yang sempit dan salah memahami kalimat “melayani suami” dan salah memahami tugas seorang perempuan.
Melayani suami memang menjadi tugas seorang isteri (perempuan), akan tetapi memahami kalimat itu saya tekankan tidak secara sempit. Terkait masalah di dapur (memasak), di sumur (mencuci), menyapu dan pekerjaan umum lainnya yang sering dikerjakan perempuan, laki-laki juga harus mengerjakannya selagi isteri sedang tidak bisa mengerjakannya, misalnya si isteri sedang sakit. Atau pekerjaan itu dapat dilakukan secara bersama-sama apabila suami sedang tidak sibuk bekerja, karena itu merupakan tanda daripada harmonisnya dan romatisnya hubungan suami-isteri. Bukankah Rasulullah Saw. pernah mencontohkannya ketika bersama Aisyah ra. di dapur pada saat memasak, Rasulullah Saw. membantu isteri tercinta untuk menyiapkan makanan walau seadanya. Bukankah Rasulullah Saw. juga pernah membersihkan rumahnya. Bukan berarti pula perempuan (isteri) mengabaikan selama pekerjaan itu dan harus setiap hari dikerjakan si suami.
Ada memang suatu pekerjaan bisa dilakukan suami tapi tak bisa dikerjakan si isteri, begitu juga sebalik, pekerjaan yang dapat dikerjakan si isteri tapi tidak dapat dikerjakan oleh seorang suami. Dan ada juga pekerjaan yang sama-sama dapat dikerjakan, tanpa harus melihat apakah dia seorang perempuana tau dia seorang laki-laki. Tidaklah mungkin seorang suami dapat memberikan (menyusui) Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi mereka. Tidak mungkin pula jika seorang isteri menjadi imam shalat berjama’ah di rumah dan si suami menjadi makmumnya. Tidak etis pula seoranga suami memasak sedangkan si isteri lagi bersantai-santai sambil mendengarkan alunan musik instrumental.
Pastinya tidak jadi masalah pula jika si suami memasak atau membersikan lantai rumah saat si isteri sedang menyusui anaknya yang masih bayi. Tidak masuk di akal atau tentunya tidak tega jika si isteri mencari nafkah penghidupan keluarga sedangkan si suami duduk santai menghabiskan waktu di Warung Kopi sambil bermain catur dan atau bermain kartu judi.
Terkait masalah-masalah yang demikian dan hal-hal yang belum dapat saya sebutkan dalam tulisan ini, tentunya Kohati Tangguh sudah duduk pemahamannya terkait masalah demikian. Maka dari itu, menurut saya mereka (HMI-Wati) bukan hanya dapat disebut sebagai Kohati Tangguh, tapi juga HMI-Wati yang menjadi sosok perempuan ideal. Seperti yang saya bicarakan dalam tulisan-tulisan sebelumnya.
Akhir kata, saya kutipkan sebuah hadits dari Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Imam Muslim; “Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan, dan sebaik-baiknya perhiasan dunia adalah perempuan-perempuan sholeha.” Mudah-mudahan Allah Swt. menjadikan Kohati Tangguh menjadi sebaik-baiknya perhiasan dunia seperti yang dimaksudkan dalam hadits tersebut, yaitu menjadi perempuan yang sholeha. Amiinn.[]

Penulis: Ibnu Arsib
Instruktur HMI Cabang Medan


Ket. gbr: Net/Ilustrasi

No comments:

Post a Comment