YakusaBlog- Banyak teman-teman aktivis HMI-Wan bertanya kepada teman-teman aktivis
HMI-Wati yang berada di dalam Korps HMI-Wati (Kohati), di sela-sela kami sedang
mengadakan kegiatan-kegiatan, berdiskusi kecil-kecilan, diskusi ringan, di
Sekretariat Kohati Cabang Medan, pertanyaannya kira-kira seperti ini;
Bagaimanakah yang dimaksud Kohati atau HMI-Wati tangguh itu?
Teman-teman HMI-Wati (Kohati) menjawabnya secara datar dan normatif. Mungkin
mereka menjawabnya sesuai dengan wawasan atau pengetahuan yang mereka dapatkan
di dalam training Kohati, seperti
Latihan Khusus Kohati (LKK). Apa pun jawaban mereka itu, menurut saya sangat
benar dan sangat memuaskan. Akan tetapi teman-teman saya dari kaum HMI-Wan
kurang puas mendengarkan jawaban mereka. Malah mereka melakukan Brainstorming (memunculkan pertanyaan
baru dari jawaban Kohati dan dengan masalah baru, begitu selanjutnya) kepada
HMI-Wati (Kohati) yang menjawabnya. Bahkan tidak jarang menimbulkan debat kusir
saat membahas tentang gender dan poligami.
Terkait mengenai fenomena ini, saya sangat tertarik membicarakannya lewat
tulisan sederhana ini. Dapat dipastikan secara keseluruhan,
pembicaraan-pembicaraan yang demikian tadi terjadi juga di berbagai Cabang HMI
atau Kohati-Kohati se-Nusantara.
Secara jujur dan berbangga hati, tangagapan saya mengenai hal demikian,
walau sering terjadi debat kusir antara teman-teman HMI-Wan dan teman-teman
HMI-Wati (Kohati), tanpa ada kesimpulan yang mengkerucut, sangat konstruktif
(membangun). Saya mengatakan sangat konstruktif karena ini merupakan suatu
dinamika wacana tentang isu-isu keperempuanan secara ilmu pengetahuan umum dan
juga wacana tentang keperempuanan dalam pandangan ajaran agama Islam.
Dari dinamika wacana yang sangat konstruktif itu, maka wacana kader-kader
HMI (baik HMI-Wan dan Kohati) akan semakin terbuka. Wawasan semakin bertambah luas,
dan pikiran terbuka dan pandai menimbang-nimbang pendapat.
Kader-kader HMI (HMI-Wan dan Kohati) akan lebih memahami bahwa ajaran agama
Islam itu tidak dipandang sempit terkait masalah pembahasan keperempuanan di
dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dengan luasnya pemahaman kita terkait
keperempuanan dalam pandangan Islam maka tidak lagi memandang perempuan secara
parsial. Tidak lagi memandang bahwa kelas perempuan itu di bawah kelasnya
laki-laki.
Bagi kelompok yang memandang bahwa kaum perempuan itu tendah dan atau
berada di bawah kaum laki-laki, menurut saya kelompok tersebut telah menafikkan
ajaran Rasulullah Saw. dan juga tidak menghargai perjuangan Rasulullah Saw.
dalam memperjuangkan harkat dan martabat perempuan-perempuan yang tertindas di
zaman Arab jahiliyah.
Bukankah Rasulullah Saw. mengatakan tiga kali kata “ibumu” kemudian baru
sekali saja kata “bapakmu” pada saat seorang pemuda bertanya pada Rasulullah
Saw. kepada siapakah ia berbakti?
Bukankah orang yang pertama mendukung dan menafkahkan seluruh hartanya
untuk perjuangan Rasulullah Saw. dalam menyebarkan agama Islam, yaitu seorang
perempuan yang kaya raya, yang menjadi istri Rasulullah Saw. yaitu Siti
Khadijah?
Dan Muhammad Saw. itu tidak tidak diangkat menjadi seorang Nabi dan Rasul
kecuali meluruskan tauhid kepada Allah Swt, memperbaiki akhlak manusia,
melindungi/memerdekakan budak atau kaum-kaum tertindas (musthada’afin) dan juga melindungi serta mengangkat harkat martabat
kaum perempuan.
Jika kita membaca sejarah pra kenabian dan juga pra kerasulan Muhammad Saw.
kaum perempuan itu dijadikan budak, barang dagangan untuk memenuhi hawa nafsu
seksual kaum laki-laki jahiliyah, dijadikan sebagai penghibur, dijadikan barang
undian (judi), dan bahkan anak perempuan yang lahir dianggap membawa sial bagi
keluarga maka harus dikubur secara hidup-hidup. Tingkahlaku jahiliyah itu
terjadi di mana-mana bukan hanya di Arab pada masa itu.
Di zaman sekarang juga muncul lagi beberapa perbuatan dzalim yang kita
sebutkan tadi. Perempuan dijadikan penghibur dan alat pemuas nafsu seksual
laki-laki, dijadikan barang dagangan baik impor dan ekspor, perempuan dijadikan
model-model seksi (sales) untuk
memasarkan suatu produk. Bahkan ada seorang ayah tidak mensyukuri jika anaknya
yang baru lahir berjenis kelamin perempuan.
Pemahaman yang seperti ini harus diluruskan kembali. Jika dahulu perempuan
dijadikan yang seperti yang kita sebutkan tadi karena dipaksa oleh
tuan-tuannya, diperbudak oleh orang-orang jahil dan tidak beradab, hari ini perempuan-perempuan
diperbudak oleh faktor ekonomi. Bahkan ada pula perempuan-perempuan masa kini
yang menyenangi profesi maksiat yang ia lakukan.
Selanjutnya, terkait adanya penyebutan Kohati Tangguh yang sering kita
dengar di dalam organisasi kita (HMI), menurut saya sosok Kohati Tangguh adalah
bagaimana ia (Kohati) memahami jati dirinya sebagai perempuan yang mana
derajatnya telah diangkat dan dilindungi oleh Allah Swt. lewat Al-Qur’an dan
memahami harkat martabatnya seperti yang telah diperjuangkan oleh Rasulullah
Saw.
Setelah HMI-Wati (Kohati) memahami hal-hal tersebut, maka dia akan
mempraktikkan apa yang telah diperintahkan Allah Swt. serta Rasuln-Nya dan
menjauhi segala apa yang dilarang oleh Allah Swt. serata Rasulullah Saw.
Jadilah ia Kohati Tangguh.
Kohati Tangguh akan mempertahankan kesuciannya, harkat dan martabatnya
sehingga tidak diperbudakan oleh sistem-sistem buatan manusia yang menurunkan
derajatnya kesuciannya. Kohati Tangguh akan mempertahankan derajat kesuciannya
sebagai perempuan Muslimah dari perbudakan dan diskriminasi adat istiadat yang
berlaku. Kohati Tangguh tidak mudah terpengaruh oleh formalisme dan
normativisme yang sifatnya materialisme karena dapat merusak masa depannya
sebagai seorang perempuan. Dan Kohati Tangguh tidak akan sudi digadaikan atau
menggadaikan martabatnya sebagai perempuan demi mengejar harta dan jabatan.
Selanjutnya, Kohati Tangguh tida hanya dipandang dari fisiknya,
militansinya dan loyalitasnya kepada organisasinya saja. Akan tetapi, dilihat
juga dari militansinya untuk menjadi seorang perempuan yang sholeha. Mempersiapkan
dirinya menjadi seorang perempuan yang berkualitas karena kelak dia akan
menjadi seorang ibu yang membesarkan dan merawat anak-anaknya. Kohati Tangguh
siap mengabdi kepada Tuhannya, Allah Swt. serta kepada Rasul-Nya dan menuruti
suaminya selama berada di jalan Allah Swt.
Kohati Tangguh juga dapat memperjuangkan kaum-kaum perempuan yang tertindas
oleh sistem tanpa harus menjadi seorang pejabat publik. Kohati Tangguh dapat
menyuarakan aspirasi-aspirasi perempuan selama itu tidak bertentangan dengan
ajaran agama Islam, yang menjadi asas dalam organisasinya. Artinya, Kohati
Tangguh dapat menjadi aktivis perempuan atau pejuang perempuan tanpa harus
seperti yang digambarkan oleh orang-orang Barat, dengan fisik harus seperti
laki-laki, gaya hidup seperti laki-laki, dan menyamakan tanpa batas.
Kohati Tangguh tidak lagi terpenjara dengan adanya stigma dan cara pandang
(persepsi) masyarakat bahwa perempuan itu tidak ada gunanya sekolah
tinggi-tinggi, toh nanti di dapur juga, toh nanti memasak juga, mencuci piring
dan baju suami. Ini adalah cara pandang yang sempit dan salah memahami kalimat “melayani
suami” dan salah memahami tugas seorang perempuan.
Melayani suami memang menjadi tugas seorang isteri (perempuan), akan tetapi
memahami kalimat itu saya tekankan tidak secara sempit. Terkait masalah di
dapur (memasak), di sumur (mencuci), menyapu dan pekerjaan umum lainnya yang
sering dikerjakan perempuan, laki-laki juga harus mengerjakannya selagi isteri
sedang tidak bisa mengerjakannya, misalnya si isteri sedang sakit. Atau pekerjaan
itu dapat dilakukan secara bersama-sama apabila suami sedang tidak sibuk
bekerja, karena itu merupakan tanda daripada harmonisnya dan romatisnya
hubungan suami-isteri. Bukankah Rasulullah Saw. pernah mencontohkannya ketika
bersama Aisyah ra. di dapur pada saat memasak, Rasulullah Saw. membantu isteri
tercinta untuk menyiapkan makanan walau seadanya. Bukankah Rasulullah Saw. juga
pernah membersihkan rumahnya. Bukan berarti pula perempuan (isteri) mengabaikan
selama pekerjaan itu dan harus setiap hari dikerjakan si suami.
Ada memang suatu pekerjaan bisa dilakukan suami tapi tak bisa dikerjakan si
isteri, begitu juga sebalik, pekerjaan yang dapat dikerjakan si isteri tapi
tidak dapat dikerjakan oleh seorang suami. Dan ada juga pekerjaan yang
sama-sama dapat dikerjakan, tanpa harus melihat apakah dia seorang perempuana
tau dia seorang laki-laki. Tidaklah mungkin seorang suami dapat memberikan
(menyusui) Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi mereka. Tidak mungkin pula jika
seorang isteri menjadi imam shalat berjama’ah di rumah dan si suami menjadi
makmumnya. Tidak etis pula seoranga suami memasak sedangkan si isteri lagi
bersantai-santai sambil mendengarkan alunan musik instrumental.
Pastinya tidak jadi masalah pula jika si suami memasak atau membersikan
lantai rumah saat si isteri sedang menyusui anaknya yang masih bayi. Tidak masuk
di akal atau tentunya tidak tega jika si isteri mencari nafkah penghidupan
keluarga sedangkan si suami duduk santai menghabiskan waktu di Warung Kopi
sambil bermain catur dan atau bermain kartu judi.
Terkait masalah-masalah yang demikian dan hal-hal yang belum dapat saya
sebutkan dalam tulisan ini, tentunya Kohati Tangguh sudah duduk pemahamannya
terkait masalah demikian. Maka dari itu, menurut saya mereka (HMI-Wati) bukan
hanya dapat disebut sebagai Kohati Tangguh, tapi juga HMI-Wati yang menjadi
sosok perempuan ideal. Seperti yang saya bicarakan dalam tulisan-tulisan
sebelumnya.
Baca juga: HMI-Wati Sosok Perempuan Ideal
Akhir kata, saya kutipkan sebuah hadits dari Rasulullah Saw. yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim; “Sesungguhnya
dunia itu adalah perhiasan, dan sebaik-baiknya perhiasan dunia adalah
perempuan-perempuan sholeha.” Mudah-mudahan Allah Swt. menjadikan Kohati
Tangguh menjadi sebaik-baiknya perhiasan dunia seperti yang dimaksudkan dalam
hadits tersebut, yaitu menjadi perempuan yang sholeha. Amiinn.[]
Penulis: Ibnu Arsib
Instruktur HMI Cabang Medan
Ket. gbr: Net/Ilustrasi
No comments:
Post a Comment