Politisasi Birokrasi; Strategi Terkuat Calon Petahana - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Friday 8 December 2017

Politisasi Birokrasi; Strategi Terkuat Calon Petahana

YakusaBlog- Dalam Pemilihan Umum Kepalada Daerah (Pemilukada) atau dalam bahasa masyarakat sehar-hari sering dikatakan Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada), tentunya setiap pasangan calon mempersiapkan dan mengerahkan seluruh kekuatan baik sifatnya yang materil maupun non-materil untuk dapat menjadi pemenang (memperoleh suara terbanyak) dalam Pemilukada. Dari seluruh modal kekuatan yang telah dipersiapkan tidak menutup kemungkinan sering kita temukan kecurangan dalam Pemilukada, terkadang ada hal yang dianggap lumrah, kalau pun itu tidak lumrah sangat susah untuk membuktikan atau sangat susah prosesnya ketika sampai ke ranah hukum (persidangan peradilan).
Dari sekian banyak strategi untuk mendapat suara terbanyak, unsur-unsur pelanggaran sistematis, terstruktur dan masif sering kita temukan dilakukan oleh para calon kepala daerah. Jika ia melakukan dengan cara yang bersih, maka dia akan kalah saing dengan pasangan yang lain. Misalnya money politic (politik uang), sudah menjadi hal lumrah dimasyarakat ketika ada pemilihan kelapa daerah atau pemilihan legisltif. Demikianlah salah satu potret dalam berdemokrasi kita. Politik uang memang sangat dilarang oleh hukum, akan tetapi politik uang masih terus dipraktekkan dan masyarakat (sebagai pengawas partisipatif) secara mayoritas membiarkan praktik-praktik tersebut.
Sebelum jauh pembahasan ini, maksud dari pada penulis terkait judul tulisan ini adalah, bahwa politisasi birokrasi ini merupakan suatu pelanggaran seperti politik uang. Akan tetapi, walaupu sebagai pelanggaran yang sistematis, terstruktur dan masif dalam Pemilukada, praktik ini sering kita temukan pada Pemilukada yang telah berlalu di berbagai daerah.
Mengapa praktik-praktik itu masih terus dilakukan? Ya, jawabannya tidak berbeda dengan seperti mengapa politik uang masih terus dipraktikkan. Kedua cara ini memang sudah menjadi rahasia umum. Praktik politik uang (walau melanggar hukum) dapat menjadi kunci kemenangan, karena dapat menarik suara masyarakat dengan transaksi (jual beli) suara dari pemilih. Kekurangan dari strategi politik uang ini dapat dilakukan oleh setiap pasangan calon, akan tetapi politisasi birokrasi tidak dapat dilakukan oleh setiap pasangan calon.

Baca juga: Politisi Tanpa Visi Ujung-Ujungnya KKN
Nah. Lantas bagaimanakah yang dimaksud politisasi birokrasi itu?
Secara singkatnya, politisasi birokrasi merupakan sebuah upaya yang dilakukan pasangan calon kepala daerah, terutama pasangan calon petahana (incumbent) yang masih memiliki kekuasaan dan pengaruh untuk menggerakan birokrasi pemerintahan agar memilihnya, karena pasangan calon itu masih menjadi kepala daerah. Unsur birokrat yang terlibat biasanya tersistematis dari struktur atas hingga struktur bawah dalam pemerintahan. (M. Mahrus Ali dkk, 2011:8-9)
Hal demikian jelas menjadi kekuatan pasangan calon petahana (incumbent) saja karena dialah yang dapat menggerakannya. Sedangkan pasangan calon lain tidak dapat melakukannya. Dengan strategi ini juga, pasangan calon tidak perlu susah payah untuk mengorganisir massa, tinggal ia menggerakkan atau mengkoordinir para pejabat-pejabat di bawahnya dan dapat mendistribusikan secara gratis bahan-bahan pokok yang dibutuhkan masyarakat. Hal demikian pula menjadi penyalahgunaan kekuasaan.
Maka dari itu, supaya pertarungan merebut hati rakyat untuk memilih lebih adil dan bijak, seluruh perangkat penyelenggara pemilihan, pengawas pemilihan, setiap pasangan calon dan masyarakat harus betul-betul memperhatikan dan juga mengawasinya. Dan bagi setiap pasangan calon incumbent yang posisinya sebagai kepala daerah,  kiranya tidak menyelewengkan atau melakukan politisasi birokrasi.[]

Penulis: Ibnu Arsib
Mahasiswa Fakultas Hukum UISU-Medan

Ket.gbr: Net/Ilustrasi
Sumber gbr: https://www.99.co/

No comments:

Post a Comment