YakusaBlog- Di antara
para tokoh HMI atau KAHMI, ia termasuk yang sangat populer. Ia pernah menjabat
sebagai Ketua Umum PB HMI selama dua periode (1966-1969 dan 1969-1971). Sejak awal
dia dikenal sebagai pemikir yang kritis, tidak saja dalam konteks gagasan
pembaruan pemikiran Islam, tetapi juga dalam menyikapi perkembangan
sosial-politik nasional.
Pria kelahiran
Jombang, 17 Maret 939 ini juga dikenal sebaga tokoh reformasi dan berperan
penting dalam detik-detik mundurnya Presiden Soeharto. Cak Nur, demikian
panggilan akrabnya, wafat pada 29 Agustus 2005. Dia dimakamkan di Taman Makam
Pahlawan, Kalibata.
Semasa hidupnya,
Cak Nur banyak bergerak di ranah pemikiran yang kemudian menjadi referensi
berbagai pihak. Di kalangan HMI, Cak Nur salah satu tokoh perumus Nilai-Nilai
Dasar Perjuangan (NDP) HMI. Di kalangan masyarakat luas, Cak Nur dikenal
memiliki pandangan-pandangan yang kritis, sekaligus konsisten mensosialisasikan
nilai-nilai demokrasi yang universal. Ia berperan penting pada masa transisi Orde
Baru ke Era Reformasi dan menjadi “guru bangsa”.
Dalam upaya
mendorong proses demokratisasi di Indonesia, Cak Nur mendirikan Komite
Independen Pemantau Pemilu (KIPP) di penghujung Orde Baru. Wadah itu merupakan
sebagai gerakan moril agar proses demokrasi di Indonesia berkualitas.
Mengawal Proses Reformasi
Dalam memperjuangkan
visinya, Cak Nur tak silau jabatan. Ia menolak memimpin Komite Reformasi yang
ditawarkan Presiden Soeharto, Mei 1998. Selain masalah etis, Cak Nur tak ingin
keluar dari arus tuntunan reformasi yang menghendaki perubahan sistem politik
secara mendasar. Penolakannya tersebut merupakan selah satu faktor penting yang
membuat Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden.
Cak Nur
menawarkan gagasan-gagasan politik yang bersandar pada realitas keindonesiaan yang
majemuk yang harus dikelola melalui sisten yang demokratis. Cak Nur mengawal
mengawal proses reformasi melalui keterlibatannya mengetuai Tim 11 yang
bertugas menyeleksi partai-partai politik peserta Pemilu 1999. Tim 11 merupakan
sebutan dari Panitia Persiapan Pembentukan Komisi Pemilihan Umum (P3KPU) yang
dibentuk oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) selaku Ketua Lembaga Pemilihan
Umum (LPU) melalui SK No. 06 Tahun 1999.
Cak Nur
pernah menjajagi konvensi penjaringan calon presiden Partai Golkar menjelang
Pilpres 2004. Tetapi niatnya urung. Ia merasakan tingginya gejala ketika visi
misi tersingkir oleh “gizi”, eufimisme dari “politik uang”. Kritik Cak Nur
tersebut, sekaligus pesan moral di tengah paradoks praktik demokrasi internal
partai.
Cak Nur juga
pernah menyitir, konsekuensi bahwa dalam demokrasi langsung, bahkan “setan
gundul” pun bisa terpilih sebagai pemimpin. Hitler di Jerman pun, konon
terpilih dalam sebuah proses pemilu sebagai sebuah demokrasi prosedural. Karenanya,
kehadiran pemimpin yang berkomitmen pada nilai-nilai demokrasilah yang perlu
dipersiakan dengan baik.
Pemikiran Keagamaan
Cak Nur
dikenal sebagai cendekiawan Muslim. Pada tahun 1970, dia memaparkan kertas
kerja “Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat” yang
diselenggarakan oleh Pelajar Islam Indonesia (PII) Cabang Jakarta. Gagasannya mendapat
respon berbagai pihak.
Polemik pun
terjadi, tertutama tentang sekularisasi. Baginya, sekularisasi bukanlah
penerapan sekularisme, tetapi menduniawikan nilai-nilai yang sudah semestinya
bersifat duniawi yang melahirkan kesediaan mental untuk selalu menguji dan
menguji kembali kebenaran suatu nilai di hadapan kenyataan-kenyataan material
ataupun historis.
Penjelasan lainnya
dikaitkan dengan ajaran Islami ialah pemutlakan transendensi semata-mata kepada
Tuhan, dengan konsekuensi, melahirkan desakralisasi pandangan terhadap aliran
selain Tuhan, yaitu dunia dan masalah-masalah serta nilai-nilai yang
bersangkutan dengannya.
Pandangannya
tentang sekularisasi tak lepas dari wacana modernisasi yang marak pada 1970-an.
Baginya, modernisasi adalah resionalisasi. Namun, ia menolak rasionalisme atau
suatu paham yang mengakui kemutlakan rasio, sedangkan Islam hanya membenarkan
rasionalitas, yang dibenarkannya menggunakan akal pikiran oleh manusia
kebenaran-kebenaran.
Hal tersebut
bersifat kebenaran insani, dan karena itu terkena sifat relatifnya manusia. Cak
Nur menggarisbawahi, menurut Islam, yang mutlak hanya dapat diketahui oleh
manusia melalui sesuatu yang lain, yang lebih tinggi daripada rasio, yaitu
wahyu (revelation) yang melahirkan
agama Tuhan, melalui nabi-nabi.
Karya dan Profesi Cak Nur
Semasa hidupnya,
ia melahirkan berbagai karya tulis, antara lain: Khazanah Intelektual Islam (1982); Islam, Kemodrenan dan Keindonesiaan (1987); Islam, Doktrin dan Peradaban (1992); Islam, Kerakyatan dan Keindonesiaan (1993); Pintu-Pintu Menuju Tuhan (1994); Islam, Agama Kemanusiaan (1995); Islam, Agama Peradaban (1995); Dialog
Keterbukaan (1997), dan masih banyak lagi.
Cak Nur
pernah menjadi Peneliti LEKNAS-LIPI (1978-1984); Peneliti Senior LIPI
(1984-2005); Guru Besar IAIN (sekaran UIN) Syarif Hidayatullah (1985-2005);
Rektor Universitas Paramadina (1998-2005). Ia juga pernah menjadi Anggota
MPR-RI (1987-1992 dan 1992-1997); Anggota Dewan Pers Nasional (1990-1998);
Anggota Komnas HAM (1993-2003); Wakil Ketua Dewan Penasehat ICMI (1990-1995). Pada
tahun 1998, Cak Nur menerima Bintang Mahaputra. Ia juga menjadi salah satu
pendiri LSM Kemitraan bagi Pembaruan Tata
Pemerintahan.[]
Sumber bacaan: M. Alfan Alfian, dkk (peny), Mereka Yang Mencipta Dan Mengabdi, PT. Penjuru Ilmu Sejati, Bekasi,
2016.
Sumber gbr: http://www.madinaonline.id/
No comments:
Post a Comment