YakusaBlog- Deliar Noer dikenal sebagai sosok yang teguh dan tegas memegang prinsip. Dia sosok ilmuwan politik pertama kali di Indonesia. Namanya diabadikan sebagai salah satu ruang di kampus Universitas Nasional, tempat ia pernah belajar dan mengajar. Pada awal Orde Baru (Orba), bersama Mohammad Hatta (Bung Hatta), dia pernah mendirikan Partai Demokrasi Islam Indonesia (PDII). Paea awal reformasi, ia mempelopori berdirinya Partai Umat Islam (PUI).
Ketimbang politisi, pria kelahiran Medan, 9 Februari 1926 (wafat di
Jakarta, 18 Juni 2008), ini lebih dikenal sebagai seorang akademisi, pemikir,
peneliti yang bersandar pada latar belakang akademisnya dalam ilmu politik.
Deliar merupakan sedikit dari intelektual dan ilmuwan politik yang memiliki
integritas tinggi dan aktif menulis, dan memiliki perhatian yang tinggi
terhadap bagaimana berpolitik secara Islami. Ia juga merupakan salah seorang
perintis dasar-dasar pengembangan ilmu politik di Indonesia.
Para akademisi dan mahasiswa dimanjakannya lewat karya tulis yang ia
hasilkan, antara lain: Membincangkan
tokoh-tokoh bangsa (2001); Mohammad
Hatta: Biografi Politik (1990); Partai
Islam di Pentas Nasional 1945-1965 (1987); Administrasi Islam di Indonesia (1983); Islam, Pancasila dan Asas Tunggal (1983); Bunga Rampai Dari Negeri Kanguru (1981); Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (1990); Partisipasi Dalam Pembangunan (1977); Pengantar ke Pemikiran Politik (1965); Aku Bagian Ummat, Aku Bagian Bangsa:
Otobiografi Deliar Noer (1996).
Sepulang dari Amerika Serikat pada tahun 1963, dia menjadi dosen di
Universitas Sumatera Utara-Medan. Di sini, dia hanya mengajar dua tahun sebelum
diberhentikan oleh Syarif Thayeb, Menteri Ilmu Pengetahuan Alam dan Pendidikan,
karena tuduhan subversi, dianggap sebagai “kaki tangan Amerika”. Kiprahnya di
dunia akademi pernah mengantarkannya sebagai Rektor Institut Keguruan dan
Pendidikan (IKIP) Jakarta pada 1967. Namun pada juni 1974, dia diberhentikan
karena kritis terhadap tindakan represif pemerintah dalam penanganan Peristiwa
Malari.
Baca juga: Busthanul Arifin; Alumni HMI Sang Arsitek KHI
Baca juga: Busthanul Arifin; Alumni HMI Sang Arsitek KHI
Setelah dilarang mengajar, dia menerima tawaran menjadi peneliti di
Universitas Nasional Australia. Ada tahun kedua di Australia, dia menjadi dosen
tamu di Universitas Griffith. Setelah mengajar selama lima tahun di sana, dia
dan Mohammad Natsir membentuk Lembaga Islam untuk Penelitian dan Pengembangan
Masyarakat.
Keluarga dan
Pendidikan
Deliar Noer lahir dari orangtua yang berasal dari Pakam Kamih, Tilatang
Kamang, Agam, Sumatera Barat. Dia anak kedua dari tiga bersaudara. Ayahnya
bernama Noer bin Joesof, kepala pegadaian di Medan.
Pada mulanya dia diberi nama Muhammad Zubair. Karena sakit-sakitan,
digantilah menjadi Deliar. Karena berpindah-pindah, dia bersekolah di berbagai
tempat: HIS Taman Siswa Tebing Tinggi, MULO Bukittinggi, INS Kayutanam, Tyugkko
di Medan, dan SMT (Kolese Kanisius) di Jakarta.
Setelah lulus dari SMT, dia melanjutkan ke Universitas Nasional. Setelah memperoleh
gelar sarjana, ia melanjutkan kuliah ke Cornell
University, Amerika Serikat, dengan mengambil gelar master (1960) dan
doktor (1963). Melalui disertasinya tentang gerakan Islam modernis di Indonesia
(1900-1942), dia menjadi orang Indonesia pertama bergelar Ph.D. dalam ilmu
politik.
Deliar pernah menjadi penyiar di RRI pada 1947. Pekerjaan tersebut
dilakoninya untuk membiayai pendidikannya. Setelah itu dia pergi ke Singapura,
sebagai staf perwakilan Departemen Perdagangan RI. Dia juga pernah menjadi
wartawan surat kabar Berita Indonesia
dan majalah bulanan Nusantara.
Baca juga: Bang Imaduddin; Merintis Dunia Dakwah Di Kampus
Baca juga: Bang Imaduddin; Merintis Dunia Dakwah Di Kampus
Pada tahun 1950, dia terpilih menjadi Ketua Umum HMI Cabang Jakarta. Tiga tahun
kemudian dia terpilih sebagai Ketua Umum PB HMI. Dari organisasi inilah dia
berkenalan dengan tokoh-tokoh nasional, seperti Buya HAMKA, Mohammad Natsir,
hingga Mohammad Roem. Pada tahun 1951, dia sempat bekerja sebagai staf
Departemen Luar Negeri.
Pada bulan April 1961, Deliar menikah dengan seorang gadis Mandailing,
Zahara Daulay di Amerika Serikat. Dari pernikahannya, dia dikarunia dua putra,
yaitu Muhammad Dian dan Muhammad bin Deliar Nor. Putra keduanya meninggal dunia
sewaktu masih kecil.
Deliar Noer
dan HMI
Deliar Noer terpilih menjadi Ketua Umum PB HMI pada Kongres ke-3 HMI di
Jakarta pada tahun 1953. Ia menjadi Ketua Umum PB HMI yang kelima dalam sejarah
HMI.
Sebagaimana dicatat seorang wartawan Kompas,
Ely Rosita (1990), dalam kaitannya dengan HMI di masa kepemimpinannya, Deliar
mengungkapkan, “Saya ingin mengubah kegiatan HMI yang condong ke politik. Sebab
HMI adalah tempat berlatih segala bidang untuk menumbuhkan potensi diri sendiri
agar lebih bermanfaat. Anggota HMI harus mengenal kesenian, olahraga, serta
ilmu pengetahuan dan tidak hanya persoalan politik.”
Karenanya, tak mengherankan manakala semasa kepemimpinannya, Deliar
menyelenggarakan pameran lukisan Anwar Syam dan Muslim di Gedung Proklamasi,
yang kegiatan tersebut dibuka oleh Presiden Soekarno. Berbagai pertandingan
olahraga dengan para tokoh digalakkan. Haji Agus Salim termasuk tokoh yang
paling sering memberikan kuliah.[]
Baca juga: Mahbub Djunaidi; Alumni HMI dan Pendiri PMII yang Tekun Menulis
Baca juga: Mahbub Djunaidi; Alumni HMI dan Pendiri PMII yang Tekun Menulis
Sumber bacaan: M. Alfan Alfian, dkk (peny), Mereka Yang Mencipta Dan Mengabdi, PT.
Penjuru Ilmu Sejati, Bekasi, 2016, hal: 61-65.
Ket.gbr: Deliar Noer
Ket.gbr: Deliar Noer
No comments:
Post a Comment