YakusaBlog-Dalam
usianya yang sudah tua (tujuh puluh tahun), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
sering menghadapi berbagai gejolak dan tantangan, baik itu datangnya dari dalam
(internal) maupun datangnya dari luar (eksternal). Indonesia tempat ia tumbuh
dan berkembang tentunya HMI tidak bisa lepas dari hiruk pikuk keadaan sosial,
hukum, ekonomi, politik dan keadaan-keadaan lainnya.
HMI
bukan hanya dipandang secara regional akan tetapi dipandang secara nasional dan
bahkan secara internasional. Dia dipandang sebagai organisasi mahasiswa tertua
dan dengan kadernya yang berjuta-juta, dan ini suatu menjadi kekuatan untuk
melakukan perubahan. Maka banyak sekali orang-orang, baik secara individu
maupun kelompok melakukan pendekatan pada HMI lewat berbagai cara agar
“kepentingannya” masuk ke tubuh HMI.
Dalam
aktivitas kader sehari-hari dalam berorganisasi saat ini sungguh sangat memprihatinkan.
Pengaruh-pengaruh yang buruk, godaan-godaan dunia begitu mudah masuk ke dalam
kader itu sendiri. Kader HMI sering terperangkap oleh bujuk rayuan popularitas,
materi dan godaan nafsu dunia dan lainnya,
sehingga mengakibatkan kerugian bagi kader tersebut dan himpunan. Ada sesuatu
yang mulai hilang baik disadari atau tidak sadari, tidak terawat dengan baik
oleh kader-kader HMI, terperangkap dengan “kepentingan” dan bujuk rayuan
“setan” dunia, yaitu sudah mulai memudarnya sifat independensi HMI bagi setiap
kader dalam aktivitasnya. Belum lagi tantangan pesta demokrasi tahun 2018 dan
2019 nanti. Kader HMI Harus mampu menjaga independensi HMI agar tidak
terjerumus dalam lubang politik praktis.
Sifat Independensi HMI
Dalam
Tafsir Independensi HMI, yang ditafsirkan dari pasal 6 Anggaran Dasar HMI
tentang Sifat (Hasil-Hasil Kongres HMI XXVIII) mengatakan, watak independen HMI
adalah sifat organisasi secara etis merupakan karakter dan kepribadian kader
HMI. Implementasinya harus terwujud di dalam bentuk pola pikir, pola sikap dan
pola laku setiap kader HMI baik dalam dinamika dirinya sebagai kader HMI maupun
melaksanakan “Hakekat dan Mission”
organisasi HMI dalam kiprah hidup berorganisasi, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Watak independen HMI yang tercermin secara etis dalam pola pikir,
pola sikap dan pola laku setiap kader akan membentuk “independensi etis HMI”,
sementara watak HMI yang teraktualisasi secara organisatoris di dalam kiprah
organisasi HMI akan membentuk “independensi organisatoris HMI”.
Independensi
etis yang pada hakekatnya merupakan sifat yang sesuai dengan fitrah kemanusiaan.
Fitrah tersebut membuat manusia berkeinginan suci dan secara kodrati cenderung
pada kebenaran (hanief). Watak dan
kepribadian kader sesuai dengan fitahnya akan membuat kader HMI selalu setia
pada hati nuraninya yang senantiasa memancarkan keinginan pada kebaikan,
kesucian, kebenaran, bukan karena popularitas, kepentingan kelompok, bukan dan
karena materi. Dengan demikian melaksanakan independensi etis bagi setiap kader
HMI berarti pengaktualisasian dinamika berpikir dan bersikap dan berprilaku
baik “hablumminallah” maupun dalam “hablumminannas” dan hanya tunduk dan
patuh pada kebenaran, yaitu Allah SWT.
Aplikasi
dari dinamika berpikir dan berprilaku secara keseluruhan merupakan watak asasi
kader HMI dan teraktualisasi secara riil melalui watak dan kepribadian serta
sikap-sikap yang cenderung kepada kebenaran (hanief), bebas terbuka dan merdeka, obyektif rasional dan kritis,
progresif dan dinamis, kemudian Demokratis, jujur dan adil.
Sedangkan
independensi organisasi adalah watak independensi HMI yang teraktualisasi
secara organisatoris di dalam dinamika HMI dalam dalam kehidupan intern
organisasi maupun dalam kehidupan ekstern (bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara).
Independensi
organisatoris diartikan bahwa dalam keutuhan kehidupan nasional HMI secara
organisatoris senantiasa melakukan partisipasi aktif, konstruktif, korektif dan
konstitusional agar perjuangan dan segala pembangunan bangsa dan negara semakin
hari semakin terwujud. Dalam melakukan partisipasi-partisipasi tersebut secara
organisatoris hanya tunduk serta komit pada prinsip-prinsip kebenaran dan
obyektifitas.
Dalam
melaksanakan kerja-kerja organisasi, HMI secara organisatoris dan setiap kader
tidak diperkenankan “committed”,
mengutamakan dan terperdaya dengan kepentingan pihak manapun ataupun kelompok
manapun, kecuali tunduk dan terikat pada kepentingan kebenaran dan
obyektivitas, kejujuran dan keadilan.
Agar
secara organisatoris HMI dapat melakukan dan menjalankan prinsip-prinsip
independensi, maka HMI dituntut untuk mengembangkan kepemimpinan kuantitatif
serta berjiwa independen sehingga perkembangan, pertumbuhan dan kebijaksanaan
organisasi mampun diemban selaras dengan hakikat independensi HMI. Untuk itu,
kader HMI (secara pribadi) dan HMI (secara organisassi) harus mampu memciptakan
kondisi yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan kualitas-kualitas kader
HMI.
Dalam
rangka menjalin tegaknya prinsip-prinsip independensi HMI, maka implementasi
HMI kepada anggota adalah sebagai berikut:
a. Kader
HMI dalam aktivitasnya harus tunduk kepada ketentuan-ketentuan organisasi serta
membawa program perjuangan HMI. Oleh karena itu, tidak diperkenankan melakukan
kegiatan-kegiatan dengan membawa organisasi atas kehendak pihak luar manapun
juga.
b. Kader
HMI tidak dibenarkan mengadakan komitmen-komitmen dengan bentuk apapun dengan
pihak luar selain segala sesuatu yang telah diputuskan secara organisatoris.
c. Alumni
HMI senantiasa diharapkan untuk aktif berjuang meneruskan dan mengembangkan
watak independensi etis di mana pun berada dan mengembangkan minat dan potensi
dalam rangka membawa hakikat mission HMI. Alumni HMI harus menyalurkan aspirasi
kualitatifnya secara tepat dan melalui semua jalur, baik secara organisasi
profesional kewiraswastaan, lembaga-lembaga sosial, wadah aspirasi politik,
lembaga pemerintahan atau pun jalur-jalur lainnya yang semata-mata hanya karena
hak dan tanggung jawabnya dalam rangka mewujudkan kehidupan masyarakat adil
makmur diridhoi Allah SWT.
Dalam menjalankan garis independen HMI
dengan beberapa ketentuan di atas, pertimbangan HMI adalah semata-mata untuk
memelihara dan mengembangkan peranan Kader dan HMI dalam rangka ikut
bertanggung jawab terhadap agama, bangsa dan negara. Dasar itu dilakukan
semata-mata untuk kepentingan nasional bukang kepentingan golongan atau partai
politik dan bukan untuk pihak penguasa sekalipun.
Bersikap independen
berarti sanggup berpikir dan berbuat sendiri dengan menempuh resiko. Ini adalah
suatu konsekuensi yang dihadapi sikap seorang pemuda. Mahasiswa yang kritis
terhadap masa kini dan kemampuannya untuk sanggup mewarisi hari depan bangsa
dan negara.
Dengan sifat dan garis
independen yang menjadi watak organisasi berarti HMI harus mampu mencari,
memilih dan menempuh jalan atas dasar keyakinan dan kebenaran. Maka
konsekuensinya adalah bentuk aktivitas fungsionaris dan kader-kader HMI harus
berkualitas sebagaimana digambarkan dalam kualitas insan cita HMI.
Penutup
Dalam tulisannya Nanang
Tahqiq, yang dikutip oleh Hariqo Wibawa S (2011) berkata, ada tiga kekuatan
kunci saling bertaut telah menciptakan HMI begitu memukau, masing-masing adalah
Latihan Kader (LK), tradisi intelektual, dan independensi. Ketiga kekuatan tersebut
merupakan kesatuan tidak tercerai dan dia utuh.
Nah, agar HMI terus
kuat dan dapat menjadi tumpuan masyarakat, seperti yang dikatakan Jenderal
Soedirman, harapan masyarakat Indonesia, maka kekuatan yang tiga tadi harus
dipupuk dan dirawat dengan baik. Bagi setiap kader harus terus meningkatkan
kualitasnya lewat pelatihan-pelatihan baik formal maupun informal, lewat
tradisi-tradisi intelektual seperti membaca, diskusi, menulis, dan lainnya,
yang terpenting juga dalam kondisi politik praktis saat ini yang saling menarik
massanya, tentunya HMI menjadi target. Maka dari itu, HMI dan kadernya dapat menjaga
juga merawat independensi agar dapat berpihak pada kebenaran,
tidak mudah terbujuk oleh rayuan-rayuan nafsu, popularitas, jabatan dan materi
yang menghancurkan diri kader dan HMI.[]
Penulis: Ibnu Arsib
Instruktur HMI Cabang Medan
Ket.gbr: Net/ilustrasi
No comments:
Post a Comment