YakusaBlog- Saya tidak mengetahui secara pasti berapa jumlah Warga Insan Cita (Anggota dan Alumni HMI) yang merasa fesimis dan
“emosi” melihat keadaan HMI saat ini, baik kader-kadernya hingga organisasinya.
Akan tetapi hal itu dapat kita temukan dalam beberapa otokritikan yang datang
dari berbagai warga insan cita.
Banyak di antara warga insan cita mengeluh dan menyesalkan akibat
memudarnya kualitas intelektual kader-kader HMI saat ini. Dalam era politik
transaksional di negara Indonesia saat ini, menjadi ancaman bagi independensi
di HMI, baik secara individual kader dan organisasional. Kedekatan HMI dengan
para pejabat-pejabat negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah, hampir tak
berbatas lagi. Sedangkan kedekatan dengan umat semakin menjauh. Seolah-olah
terlihat sekat-sekat pemisah.
Belum lagi kita berbicara, banyaknya terjadi firqoh-firqoh di HMI. Sehingga
membuat ukhuwah (persatuan dan
persaudaraan) sesama warga insan cita semakin menipis. Dan juga budaya kultural
HMI untuk meningkatkan kualitas warga insan cita semakin memudar, bahkan hampir
hilang. Hal itu dapat dibuktikan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan, hanya
tinggal ceremonial belaka. Hilangnya
budaya-budaya kultural tersebut, maka mengakibatkan praktek-praktek budaya
struktural semakin menguat, sehinga tidak terfokus pada pembinaan dan
pembangunan kualitas diri.
Saya melihat, lumayan banyak kader-kader HMI meninggalkan HMI karena
melihat lingkungan HMI tidak lagi mencerminkan aktivitas-aktivitas intelektual
dan religius. Yang awalnya ia bersemangat ber-HMI, kemudian karena melihat
lingkungan yang dinamikanya tidak konstruktif, ia pun beralih kepada
lembaga-lembaga lain, atau memilih “menyendiri”. Walaupun itu bukan menjadi
pilihan, tapi itu sudah terjadi.
Sekali lagi, meninggalkan HMI karena lingkungan tersebut tidaklah boleh
menjadi pilihan. Kita mesti terus bersemangat ber-HMI. Semangat ber-HMI bukan
harus mendapatkan jabatan strategis di HMI. Semangat ber-HMI adalah bagaimana
kita bisa melakukan aktivitas-aktivitas yang membangun di HMI. Kita harus
semangat, walau hari ini musuh terbesar kita ada dalam rumah kita sendri.
Semangat ber-HMI itu tidak mengharapkan apa-apa kecuali ridho dari Allah
Swt. HMI, sebagai organisasi kemahasiswaan yang diisi oleh mahasiswa Islam
(kaum intelektual muda Islam), tetaplah fokus pada tujuan HMI dan fokus
meningkatkan kualitas iman dan ilmu pengetahuan. Walau tidak mendapat atau
tidak ditempatkan dalam struktural HMI yang strategis, tidak ada larangan untuk
mewujudkan apa yang dicita-citakan HMI.
Dalam Al-Qur’an ada disebutkan bahwa, Allah Swt. tidak melihat hambanya
dari golongan mana, jabatannya apa, status sosialnya bagaimana, kaya atau
miskin. Tapi Allah melihat hambanya dari ketakwaan pada-Nya. Dalam sabda
Rasulullah Saw. menyabutkan bahwa manusia yang baik itu, bukan manusia yang
mempunyai harta dan jabatan yang tinggi. Tapi, manusia yang baik itu adalah
manusia yang bermanfaat bagi orang lain.
Tetaplah bangga menjadi warga insan cita. Dan tetaplah semangat ber-HMI dalam
rangka mengharap ridho dari Allah Swt. Di HMI kita harus terus meningkatkan
keimanan dan ketakwaan kita. Meningkatkan kualitas keilmuan kita. Dan
jadikanlah HMI sebagai wadah untuk terus berbuat kebaikan-kebaikan (amal
sholeh) kepada seluruh umat. Yakinlah bahwa usaha-usaha HMI itu akan sampai.[]
Baca juga: Bukan Sekedar Ber-HMI
Penulis: Ibnu Arsib
Instruktur HMI Cabang Medan
ket.gbr: net/ilustrasi
sumber gbr: https://ijadkabul.deviantart.com/
No comments:
Post a Comment