Yakusa- Sistem
politik Islam menggariskan hubungan antara pemerintah dengan yang diperintah
sebagai hubungan yang adil dan memuaskan semua pihak. Seorang pemimpin Islam,
tidak dapat memegang kekuasaan tanpa bekerja sama dengan masyarakat.
Selanjutnya, dia hanya berhak memerintah selama dia mematuhi dan menjalankan
hukum-hukum Allah Swt.
Sebuah
pemerintah yang didasarkan pada pilihan bebas, musyawarah dan pemakaian
undang-undang sebagaimana yang ditentukan Allah, pasti akan menumpuhkan
kepercayaan warganya. Hanya akan ada sedikit yang mengeluh, dan tidak ada
alasan untuk memberontak, karena masyarakat diatur dengan
ajaran-ajaran
Islam.
Sistem
politik Islam dapat diterangkan sebagai
kekuasaan yang
berdasarkan musyawarah. Al-Qur'an melukiskan kaum Muslimin sebagai
orang-oramg
yang:
"...yang menyelesaikan urusan dengan
musyawarah." (QS. As-Syura: 38) dan memerintahkan: "...bermusyarah dengan mereka dalam
urusan itu." (QS. Ali Imran: 159). Meskipun tidak
ditemukan sistem permusyawarahan yang
spesifik dalam yurisprudensi Islam, namun jelas,
bahwa musyawarah penting bagi kebaikan pemerintah itu sendiri. Cara merembugkannya berubah-ubah, tergantung bergai keadaan yang timbul dari masa ke masa, dan dari
lingkungan yang
satu dengan lingkungan yang lain. Karena musyawarah berarti kaum
Muslimin harus ikut mengambil bagian dalam memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan
kehidupan politiknya, maka tidak patutlah mereka merasa tidak puas atas hal-hal
yang telah mereka putuskan sendiri.
Islam
memiliki Syariah, hukum Allah, yang
mesti diberlakukan secara adil untuk semua orang. Semua orang adalah hamba
Allah dan semua orang sama di hadapan Allah Swt. yang membedakan hamba di hadapan-Nya adalah
ketakwaan. Kesetiaan masyarakat kepada penguasanya,
tergantung kepada ketaatan sang pemimpin dalam
melaksanakan undang-undang
(aturan)
Islam. Sabda Nabi Saw menjelaskan:
"Taatilah pemimpinmu, sekalipun dia
seorang budak hitam, selama dia tetap menjalankan Kitabullah."
Al-Qur'an jelas mengutuk orang-orang
yang
memakai aturan selain dari yang
diperintahkan Allah: "Barangsiapa
yang tidak berhukum dengan hukum yang telah diturunkan Allah, mereka adalah
orang-orang kafir." (QS. Al-Maidah: 47).
Mereka
yang
menyetujui hukum selain dari yang
diwahyukan Allah Swt.
tidak termasuk orang yang benar-benar mukmin. Al-Qur'an menjelaskan: "Tetapi tidak, demi Allah Tuhanmu, mereka itu belum benar-benar beriman,
kecuali mereka berhakim kepadamu dalam segala sengketa mereka, dan tidak merasa
keberatan dalam hati mereka atas keputusanmu, melainkan menerimanya dengan
keyakinan penuh." (QS. An-Nisa': 65).
Islam
memerintahkan kaum Muslimin agar berjuang melawan mereka yang tidak
mau menjalankan hukum yang
diwahyukan Allah dan melarang menuruti pemimpin yang mengkhianati sumpahnya untuk
menaati Allah Swt. dan Rasul-Nya.
Diriwayatkan
pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, bahwa Nabi Muhammad Saw., Rasul Allah dan
pemimpin kaum Muslimin yang
paling agung, mengijinkan orang untuk mengambil hak mereka dari beliau.
Beliau juga biasa mengatakan kepada keluarga beliau sendiri: "Wahai kaum Quraisy, jagalah dirimu
masing-masing, karena aku tidak dapat menolong kalian di hadapan Allah. Hai
Abbas bin Abdul Muttalib, aku tidak dapat menolongmu di hadapan Allah. Hai
Safiah, bibi Rasulullah, aku tidak dapat menolongmu di hadapan Allah. Hai
Fatimah, puteri Muhammad, mintalah kepadaku apa yang kau sukai dari hartaku,
tetapi aku tidak bisa menolongmu di hadapan Allah."
Abu
Bakar, Khalifah pertama dan sahabat utama Rasulullah, berkata setelah beliau beroleh baiat dari umat: "Aku
telah kalian pilih sebagai pemimpinmu, tetapi aku bukanlah yang terbaik di
antara kalian. Karenanya, jika aku berbuat baik bantulah aku, dan jika aku
bersalah, betulkanlah aku. Patuhi aku selama aku menaati perintah Allah dan
Rasul-Nya, aku tidak berhak meminta kepatuhan kalian lagi."
Dengan
kalimat tersebut, Abu Bakar mengukuhkan kembali pemerintahan yang menjadi titik berkembangnya sistem
politik Islam, hingga sekarang. Sistem tersebut mengatur, baik pemerintah maupun
umat, berdamai dengan keduanya, memberikan kebebasan memilih
dan mendorong unutk
berperan serta dengan sungguh-sungguh dengan
kesetiaan yang
tulus. Dengan sistem inilah, Islam mewujudkan kedamaian yang luas dan menyeluruh. (Sayyid Qutb, 1979:100-103).
Maka
dari itu, hukum Allah dan sistem politik Islam harus ditegakkan di muka bumi
ini. Terkhususnya di negeri Indonesia ini. Karena sistem ini menyelamatkan seluruh
umat manusia dari sistem
politik kotor ala buatan manusia yang hanya menguntungkan segelintir orang.
Sudah terbukti bahwa, sistem politik buatan manusia tidak dapat memberikan
kenyamanan dan keadilan bagi manusia saat ini.[]
Penulis: Ibnu Arsib
Mahasiswa Fakultas Hukum UISU Medan
____________________________________________________________________________________________________________
*Kirim tulisan teman-teman ke YakusaBlog. Alamat email:yakusablog@gmail.com (tulisan dalam file Microsoft Word dengan maksimal 800 kata).
Pesan kami: Perbanyaklah membaca dan menulis. Serta pegang teguhlah Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Saw. (YakusaBlog)
No comments:
Post a Comment