Menegakkan Sistem Politik Islam - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Monday, 28 August 2017

Menegakkan Sistem Politik Islam


Yakusa- Sistem politik Islam menggariskan hubungan antara pemerintah dengan yang diperintah sebagai hubungan yang adil dan memuaskan semua pihak. Seorang pemimpin Islam, tidak dapat memegang kekuasaan tanpa bekerja sama dengan masyarakat. Selanjutnya, dia hanya berhak memerintah selama dia mematuhi dan menjalankan hukum-hukum Allah Swt.

Sebuah pemerintah yang didasarkan pada pilihan bebas, musyawarah dan pemakaian undang-undang sebagaimana yang ditentukan Allah, pasti akan menumpuhkan kepercayaan warganya. Hanya akan ada sedikit yang mengeluh, dan tidak ada alasan untuk memberontak, karena masyarakat diatur dengan ajaran-ajaran Islam.

Sistem politik Islam dapat diterangkan sebagai kekuasaan yang berdasarkan musyawarah. Al-Qur'an melukiskan kaum Muslimin sebagai orang-oramg yang: "...yang menyelesaikan urusan dengan musyawarah." (QS. As-Syura: 38) dan memerintahkan: "...bermusyarah dengan mereka dalam urusan itu." (QS. Ali Imran: 159). Meskipun tidak ditemukan sistem permusyawarahan yang spesifik dalam yurisprudensi Islam, namun jelas, bahwa musyawarah penting bagi kebaikan pemerintah itu sendiri. Cara merembugkannya berubah-ubah, tergantung bergai keadaan yang timbul dari masa ke masa, dan dari lingkungan yang satu dengan lingkungan yang lain. Karena musyawarah berarti kaum Muslimin harus ikut mengambil bagian dalam memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan politiknya, maka tidak patutlah mereka merasa tidak puas atas hal-hal yang telah mereka putuskan sendiri.

Islam memiliki Syariah, hukum Allah, yang mesti diberlakukan secara adil untuk semua orang. Semua orang adalah hamba Allah dan semua orang sama di hadapan Allah Swt. yang membedakan hamba di hadapan-Nya adalah ketakwaan. Kesetiaan masyarakat kepada penguasanya, tergantung kepada ketaatan sang pemimpin dalam melaksanakan undang-undang (aturan) Islam. Sabda Nabi Saw menjelaskan: "Taatilah pemimpinmu, sekalipun dia seorang budak hitam, selama dia tetap menjalankan Kitabullah." Al-Qur'an jelas mengutuk orang-orang yang memakai aturan selain dari yang diperintahkan Allah: "Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum yang telah diturunkan Allah, mereka adalah orang-orang kafir." (QS. Al-Maidah: 47).

Mereka yang menyetujui hukum selain dari yang diwahyukan Allah Swt. tidak termasuk orang yang benar-benar mukmin. Al-Qur'an menjelaskan: "Tetapi tidak, demi Allah Tuhanmu, mereka itu belum benar-benar beriman, kecuali mereka berhakim kepadamu dalam segala sengketa mereka, dan tidak merasa keberatan dalam hati mereka atas keputusanmu, melainkan menerimanya dengan keyakinan penuh." (QS. An-Nisa': 65).

Islam memerintahkan kaum Muslimin agar berjuang melawan mereka yang tidak mau menjalankan hukum yang diwahyukan Allah dan melarang menuruti pemimpin yang mengkhianati sumpahnya untuk menaati Allah Swt. dan Rasul-Nya.

Diriwayatkan pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, bahwa Nabi Muhammad Saw., Rasul Allah dan pemimpin kaum Muslimin yang paling agung, mengijinkan orang untuk mengambil hak mereka dari beliau. Beliau juga biasa mengatakan kepada keluarga beliau sendiri: "Wahai kaum Quraisy, jagalah dirimu masing-masing, karena aku tidak dapat menolong kalian di hadapan Allah. Hai Abbas bin Abdul Muttalib, aku tidak dapat menolongmu di hadapan Allah. Hai Safiah, bibi Rasulullah, aku tidak dapat menolongmu di hadapan Allah. Hai Fatimah, puteri Muhammad, mintalah kepadaku apa yang kau sukai dari hartaku, tetapi aku tidak bisa menolongmu di hadapan Allah."

Abu Bakar, Khalifah pertama dan sahabat utama Rasulullah, berkata setelah beliau beroleh baiat dari umat: "Aku telah kalian pilih sebagai pemimpinmu, tetapi aku bukanlah yang terbaik di antara kalian. Karenanya, jika aku berbuat baik bantulah aku, dan jika aku bersalah, betulkanlah aku. Patuhi aku selama aku menaati perintah Allah dan Rasul-Nya, aku tidak berhak meminta kepatuhan kalian lagi."

Dengan kalimat tersebut, Abu Bakar mengukuhkan kembali pemerintahan yang menjadi titik berkembangnya sistem politik Islam, hingga sekarang. Sistem tersebut mengatur, baik pemerintah maupun umat, berdamai dengan keduanya, memberikan kebebasan memilih dan mendorong unutk berperan serta dengan sungguh-sungguh dengan kesetiaan yang tulus. Dengan sistem inilah, Islam mewujudkan kedamaian yang luas dan menyeluruh. (Sayyid Qutb, 1979:100-103).

Maka dari itu, hukum Allah dan sistem politik Islam harus ditegakkan di muka bumi ini. Terkhususnya di negeri Indonesia ini. Karena sistem ini menyelamatkan seluruh umat manusia dari sistem politik kotor ala buatan manusia yang hanya menguntungkan segelintir orang. Sudah terbukti bahwa, sistem politik buatan manusia tidak dapat memberikan kenyamanan dan keadilan bagi manusia saat ini.[]

Penulis: Ibnu Arsib
Mahasiswa Fakultas Hukum UISU Medan
____________________________________________________________________________________________________________
*Kirim tulisan teman-teman ke YakusaBlogAlamat email:yakusablog@gmail.com (tulisan dalam file Microsoft Word dengan maksimal 800 kata).

Pesan kami: Perbanyaklah membaca dan menulis. Serta pegang teguhlah Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Saw. (YakusaBlog)

No comments:

Post a Comment