YakusaBlog- Sejatinya suatu organisasi supaya dapat mencapai
tujuannya tentu harus ada subjek penggeraknya. Apa pun nama dan jenis
organisasi tersebut tidak akan dapat beraktivitas jikalau tidak ada
pengurusnya. Kenapa demikian? Karena suatu organisasi itu sifatnya pasif
(diam). Dia hanya nama saja. Wadah saja. Supaya wadah itu dapat bermanfaat
tentunya harus ada pengelolanya, supaya tujuan yang diinginkannya dapat
tercapai.
Di dunia ini tidak ada yang kekal-abadi kecuali yang
Penciptanya: Tuhan yang ahad dan wahid. Segala yang disebut makhluk
(dalam bahasa Sosial-Agama), bio
(dalam bahasa Biologi), benda (dalam bahasa Fisika) ataupun sebangsanya pastilah berubah-ubah dan sirna.
Kalau kita kita hubungkan teori tersebut dengan suatu organisasi maka suatu
organisasi tersebut tidak akan kekal-abadi dan pengurusnya atau penggeraknya
tidak juga kekal-abadi. Organisasi butuh tenaga-tenaga baru. Generasi-generasi
pelanjut dan pengemban amanah organisasi.
Nah. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah suatu
organisasi mahasiswa tertua di Indonesia. Organisasi mahasiswa Islam ini sudah
berkiprah lebih tujuh puluh tahun di Nusantara ini. HMI tidak lepas seperti apa
yang kita sebutkan tadi. Hukum historis-psikologis sosial tentu berlaku baginya.
Dia (HMI) hanya sekedar wadah yang diam. Wadah yang bisa jaya bisa hilang.
Untuk mempertahankannya supaya tetap eksis dan dapat melakukan amal shaleh, maka harus ada yang
menggerakkannya sesuai visi dan juga misinya. Bukan untuk supaya kekal-abadi.
Karena kekekalan dan keabdian itu hanyalah milik yang Kuasa-Allah SWT.
Secara normatifnya, disebutkan bahwa HMI adalah
organisasi kader (lihat AD HMI pasal 8). Dalam penjelasan tentang kader yang
dimaksudkan HMI adalah tulang punggung organisasi. Penyebutan kader pun
disabetkan kepada mereka yang menjadi anggota HMI-pastinya yang sudah memenuhi
syarat dan ketentuan. Kader menjadi subjek organisasi untuk mencapai tujuan
HMI. Masa-masa kejayaan HMI dan degradasinya HMI, itu tidak lepas dari
aktivitas seorang kader HMI semasa berproses.
Secara normatifnya lagi, tidak selamanya seorang kader
HMI berstatus sebagai seorang kader. Ada batas waktu yang sudah ditentukan oleh
aturan main HMI. Tapi jiwa kekaderan HMI harus terus melekat sampai akhir
hayatnya. Sehingga ia terus merasa ada tanggungjawab untuk menjaga nama baik
HMI.
Seorang kader juga adalah seorang manusia. Makhluk
ciptaan yang tidak kekal-abadi. Status kadernya juta tidak selamanya melekat
pada dirinya. Supaya HMI dapat eksis di mata ummat dan dapat menjalankan
tugas-tugasnya untuk mencapai tujuannya, maka harus ada terus-menerus proses
pergantian penggerak: penerus atau generasi pelanjut.
Untuk itu: mendapatkan generasi pelanjut dan sebagai
cadangan organisasi, seperti HMI dan organisasi lainnya harus melakukan
perekrutan anggota. Nah. Disini: perekrutan, dalam praktiknya kita sering
mengalami permasalahan dan kewalahan mencari mahasiswa yang berniat masuk HMI.
Apalagi di tengah-tengah zaman yang pragmatis-hedonis ini, mengakibatkan
mahasiswa kita kurang berminat bergabung dengan organisasi kader. Padahal
berorganisasi adalah kewajiban bagi setiap manusia. Bukankah Al-Qur’an telah
mengatakan kita diciptakan berbangsa-bangsa, bersuku-suku, ada laki-laki dan
ada perempuan, supaya saling mengenal. Kata ‘mengenal’ jangan dipahami secara
sempit.
Penurunan kuantitas rekrutmen anggota sangat dialami oleh
HMI saat ini. Tidak menutup kemungkinan hal itu juga dirasakan oleh
organisasi-organisasi mahasiswa yang lain. Belum lagi kita menyinggung
penurunan kualitasnya. Berbagai upaya dan metode pun sudah dilakukan. Terkadang
kita mentok juga pada pelaksanaan dan konsep strategi yang kurang tepat. Untuk
itu saya menawarkan metode perekrutan memakai konsep Al-Fatihah. Yang mungkin bisa ditolak dan diterima kemudian dikembang-luaskan
oleh Anda.
Rekrutmen
Dengan Memakai Konsep Al-Fatihah
Surah Al-Fatihah.
Pastinya seluruh ummat Islam di dunia ini tahu dan hafal bunyinya. Kecuali yang
baru lahir dan belum bisa berbicara sempurna. Anak-anak Muslim yang berumur
empat sampai lima tahun lebih pasti sudah hafal bunyinya. Tapi apakah semuanya
paham makna dan kegunaannya. Tentu tidak mayoritas. Surah pembukan Al-Qur’an
ini dan juga sering disebut induk dari surah-surah yang ada dalam Al-Qur’an,
sering dimaknai hanya sebatas surah yang dibaca setiap shalat dan memaknainya
hanya secara hubungan vertikal kepada Allah SWT. memang itu tidak salah. Saya
juga tidak cukup hujjah untuk
membahasnya secara dalam.
Nah, selain surah Al-Fatihah
bermakna dan berguna secara vertikal dan do’an, saya menarik surah ini ke dalam
konsep horizontal. Hal ini memang sudah dibahas oleh tokoh-tokoh Muslim yang
menggarap ilmu-ilmu sosial dan budaya. Seperti Emha Ainun Nadjib (Cak Nun)
misalnya. Dan ayah saya juga pernah menjelaskan konsep horizontal Al-Fatihah ini. Pada kesempatan ini saya
kemudian mendekatkannya pada pola rekrutmen anggota di HMI.
Kalau kita perhatikan baik-baik dan didalami (secara
konsep horizontal-sosial) surah Al-Fatihah
ini, Allah SWT. mengajarkan kepada kita suatu konsep. Sebelum kita meminta,
seperti; “Jalan yang lurus. Yaitu jalan yang diberkahi-Nya”, yang intinya
sebelum kita meminta kepada-Nya, ada sesuatu hal yang harus kita lakukan. Yaitu
apa? Kita harus mengetahui Allah sebagai Tuhan dan memuji sifat-sifat-Nya.
Lihat saja terjemahan mulai dari ayat pertama hingga ayat keempat, semuanya
memberikan pujian kepada Allah SWT. setelah itu, mulai dari ayat kelima hingga
yang terakhir barulah kita meminta kepada-Nya.
Kalau konsep itu kita dekatkan kepada pola perekrutan
kita, mengajak mahasiswa Islam supaya bergabung dengan HMI, kita harus tahu
terlebih dahulu tentang dia, sifat-sifatnya dan kemudian memujinya. Perlu
diingat, tidak perlu berlebihan cara-cara memujinya. Setelah kita telah
melakukan itu barulah kita meminta dia masuk ke HMI-menawarkan HMI. Tidak perlu
dengan bahasa yang langsung. Cukup berikan pandangan-pandangan yang sifatnya
mengajak. Dengan pendekatan-pendekatan tadi: mendekatinya supaya kita tahu
bagaimana dia, mengetahui sifat-sifatnya dan memujinya yang baik-baik. Secara
psikologis, dia sudah terpengaruh. Jika itu memang sudah dilakukan secaran
intensif, seperti intensnya setiap orang membacakan Al-Fatihah dalam shalatnya. Mudah-mudahan calon anggota tersebut
akan berniat bergabung dengan HMI.
Pendekatan dengan memakai konsep Al-Fatihah dapat juga kita lakukan dalam kehidupan sosial kita
sehari-hari. Pemaknaan dan pendekatan konsep yang saya jelaskan tadi bukanlah
suatu pendapat yang sangat benar sekali. Sebetulnya saya khawatir juga kalau
ada orang mengatakan saya memplesetkan tafsir surah tersebut. Saya memang bukan
Mufassir, tapi surah tersebut bukan
juga milik para Mufassir. Saya
memberanikan diri melakukan pendekatan tersebut dengan niat yang lurus. Semata-mata
mencoba mengambil konsep aplikasi hidup bersosial-berbudaya dari kitab Allah
SWT yang suci itu. Selebihnya kembali kepada Anda![]
Penulis: Ibnu Arsib Ritonga
Kader HMI Cabang Medan
Sumber gambar: https://kaligrafi--islam.blogspot.com/
_________________________________________________________________________________
*Kirim tulisan teman-teman ke YakusaBlog. Alamat email: yakusablog@gmail.com (tulisan dalam file Microsoft Word dengan maksimal 800 kata).
Pesan kami: Perbanyaklah membaca dan menulis. Serta pegang teguhlah Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Saw. (YakusaBlog).
No comments:
Post a Comment