YakusaBlog- Di
tengah derasnya arus modernisasi yang ditandai dengan kemajuan Ilmu Pengetahuan
dan Tekhnologi (IPTEK) dan kemajuan rasionalisasi seharusnya menjadi suatu
kebahagiaan bagi manusia. Akan tetapi, kemajuan-kemajuan tersebut tidak dapat
dimanfaatkan oleh kita kelompok pemuda, terkhususnya pemuda Muslim dalam
kehidupan sehari-sehari.
Kemajuan
zaman saat ini, seharusnya membuat pemuda-pemuda lebih kreatif dan produktif.
Ternyata, keadaan yang kita lihat hari ini jauh dari apa yang sebaiknya
dilakukan. Dengan sarana-prasarana yang lengkap, dalam semua hal, membuat
pemuda lebih cenderung menjadi masyarakat yang konsumerisme.
Banyak
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi saat ini, baik secara fisik maupun
non-fisik yang dilakukan oleh pemuda kita saat ini. Modernisasi disalah artikan
dan disalah gunakan. Abul A’la Maududi (1989), dalam tulisannya yang berjudul Pemuda & Tantangan Abad Modern,
mengatakan ditengah abad modern
sekarang, ada sekelompok pemuda yang menerima dengan senang hati segala bentuk
penipuan, penyelewengan dan jebakan syetan. Mereka ikut serta dalam berbagai
kenikmatan gila dan keserakahan.
Dalam
kehidupan saat ini, menurut penulis, yang lebih miris adalah adanya pandangan
dari pemuda-pemuda Muslim yang ingin memisahkan agama dari kehidupannya,
seperti ingin memisahkan agama dari politik, hukum, pendidikan, ilmu
pengetahuan, ekonomi dan aspek-aspek lainnya. Nah, menurut penulis, hal ini
terjadi karena adanya sesuatu yang mempengaruhi pemuda-pemuda Muslim tersebut.
Dia telah menjadikan sesuatu selain ajaran agamanya menjadi way of life atau pandangan hidup.
Pengaruh Westernisme
Banyak
pihak yang mengatakan bahwa pengaruh westernisasi dihasilkan karena
modernisasi, sebagian pihak lain tidak sependapat. Nurcholish Madjid, salah
satu tokoh yang tidak sependapat dengan pihak yang mengatakan bahwa modernisasi
adalah westernisasi, dia sangat menerima modernisasi. Dia berpendapat bahwa
modernisasi adalah rasionalisasi yang ditopang oleh dimensi-dimensi moral,
dengan beranjak pada prinsip keimanan pada Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan
westernisme, yang sangat ditolaknya, adalah suatu keseluruhan paham yang
membentuk suatu total way of life
(pandangan hidup atau ideologi-peny),
yang didalamnya faktor yang paling menonjol di dalamnya adalah sekularisme
dengan segala percabangannya (seperti liberalisme-peny). (Nurcholish Madjid, 2008:21)
Kita
memang harus bisa membedakan pengaruh antara westernisme dengan pengaruh
budaya-budaya immoral dari bangsa-banga lain, terkhususnya budaya bangsa Barat.
Perilaku-perilaku seperti berpakaian yang tidak sopan (menunjukkan aurat dan
bentuk tubuh), lagu-lagu yang tidak mendidik, film-film cabul, dan seterusnya,
dengan tegas harus ditolak secara perkataan dan perbuatan oleh kita pemuda
Muslim. Karena, secara ajaran agama, perilaku-perilaku tersebut sangat
dilarang.
Pengaruh
westernisme, yang motori oleh Barat, adalah faktor sekularisme dengan
cabang-cabangnya, antara lain idalah liberalisme, dan puncak sekularisme adalah
ateisme. Kalau diukur dengan ajaran Tuhan Yang Maha Esa, liberalisme adalah
suatu ajaran yang salah dan harus ditentang. Memang, patut dihargai atas
pemikirannya (liberalisme) tentang kemerdekaan individu. Akan tetapi, jikalau
kemerdekaan individu tidak terbatas, itu adalah suatu yang sangat membahayakan
kehidupan masyarakat.
Kalau
kita tarik kembali ke dalam sejarah Indonesia ketika dalam kekuasaan Belanda
(kaum penjajah), mereka menanamkan westenisasi lewat pendidikan-pendidikan,
hukum, politik dan memasukkan budaya-budaya dari Barat. Orang yang paling
berpengaruh dalam westernisasi (pem-Barat-an) adalah Snouck Hurgronje. Dengan
nasihat-nasihatnya kepada Pemerintahan Kolonial Belanda untuk menghadapi umat
Islam.
Pengaruh Xenomaniac
Pengaruh
ini (xenomaniac) tidak jauh berbeda
dengan pengaruh westenisme. Pengaruh ini memang terlihat pada praktiknya yang lebih
terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku pemuda kita atau masyarakat kita
sehari-hari. Secara jujur, penulis begitu miris dengan pemuda kita saat ini.
Kita dahulunya dijajah oleh orang-orang Barat (Kolonial Belanda) dan sekarang
dijajah oleh Amerika Serikat (Imperialis), akan tetapi dengan gegap gempita
kita menerima saya budaya-budaya yang datang dari mereka, sehingga
perlahan-lahan ajaran agama dan budaya asli Indonesia hilang. Yang lebih miris
lagi, kita harus mempelajari bangsa Asing dan Asong, padahal kita bekerja
dinegeri sendiri. Lantas apakah arti Xenomaniac
ini?
Xenomaniac
adalah suatu kelompok yang tergila-gila dengan orang asing dan khususnya
tergila-gila dan kekaguman yang berlebihan pada budaya Barat.(Imam Khumaini, 2010:
27). Kekaguman pada budaya Barat yang berlebihan itu dapat merusak jati dirinya
sendiri. Rakyat Indonesia, terkhususnya pemuda kita, kehilangan jati dirinya,
tidak ada kepercayaan diri, diakibatkan terlalu sering mencontoh budaya-budaya
Barat dengan menerima begitu saja (taqlid).
Apa yang Harus Dilakukan?
Terkait
pengaruh yang kedua di atas, yang takhenti-hentinya mempengaruhi pemuda kita,
terkhususnya pemuda Muslim dipengaruhi supaya meninggalakan ajaran agamanya.
Dalam hal ini, Abu A’la Maududi menyarankan kepada pemuda Muslim supaya:
Pertama,
hendaknya pemuda Muslim mempelajari dan mengetahui secara utuh hidayah
(Al-Qur’an) yang Allah turunkan kepada Rasulullah SAW. Imani hidayah itu dengan
tulus dan ikhlas sepenuh hati. Jadikan ia bagian dari kehidupanmu di dunia ini
sebagai kalimatullah membumbung tinggi dan kalimatul kufri hina mereka.
Kedua,
hendaknya pemuda mempersenjatai dirinya dengan akhlak atau budi pekerti,
sehingga penyeru-penyeru kesesatan (Xenomaniac
– peny) mengubah haluan hidupnya sama sekali, dan para pengikut mereka kembali
kepada kebenaran, jalan yang lurus bagi fitrah manusia.
Selain
apa yang dikatakan di atas, Maududi juga menyarankan supaya pemuda-pemuda yang
sadar harus terus melakukan seruan-seruan kebajikan sebagai gerakan penyadaran,
bahwa pemuda-pemuda Muslim jangan sampai meninggalkan ajaran agamanya. Zaman
modernisasi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi harus dapat
dimanfaatkan untuk kebaikan manusia di dunia dan di akhirat nanti. Karena,
agama Islam tidak pernah melarang akan pemenuhan suatu ilmu pengetahuan. Hal
ini deperkuat oleh Rasullah SAW dengan mangatakan “Tuntutlah ilmu hingga ke
negeri Cina”.
Penulis : Ibnu Arsib Ritonga
Kader HMI Cabang Medan
Sumber ilustrasi gambar: https://miftahtian.blogspot.co.id/
No comments:
Post a Comment