Antara Bernafaskan Islam dan Berazaskan Islam - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Saturday, 29 April 2017

Antara Bernafaskan Islam dan Berazaskan Islam



YakusaBlog- Sama-sama menggunakan embel-embel Islam dibelakangnya, apakah memiliki makna yang sama? Kedua ungkapan tersebut untuk khalayak ramai sudah sering didengar, namun untuk ungkapan pertama hanya kalangan tertentu yang sering mendengar memaknai sampai dengan verbalisme belaka.

Tidak beda dengan Pancasila yang merupakan ideologi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sering diucapkan namun tidak diterapkan. Apakah orang yang menodai agama itu percaya kepada Ketuhanan Yang Maha Esa? Apakah yang melakukan penggusuran dan pemutusan air serta listrik itu memiliki kemanusiaan yang adil dan beradab? Apakah orang yang selalu membuat irisan dan selalu mengangkat isu Suku, Aagama, Ras dan Adat (SARA) itu mengedapankan persatuan Indonesia?

Yang berkembang terakhir ini Pancasila dijadikan “alat” untuk menghujat golongan tertentu seperti tidak Pancasilais, tidak mengedapankan ke-bhinneka-an, dan hujatan lain menggunakan ideologi negara. Padahal belum tentu golongan yang di vonis tersebut seperti itu, bahkan yang menghujatlah perlu dipertanyakan sebatas mana mereka mengabaikan Pancasila. Penggunaan Pancasila sebagai alat penghujat sangat berbahaya, sebab ideologi yang dipakai untuk memusuhi warga negara menciptakan rezim totaliter, sedangkan ideologi yang sama sekali diabaikan menciptakan anarki. Keadaan seperti ini membuat agama mulai mengintervensi wilayah ideologi dan ini disebut sebagai kemunduran.

Sebelum Revolusi Prancis, agama dan gerejalah yang mengatur kehidupan bermasyarakat, sampai di hembuskannya Liberalisme berujung demokrasi merupakan pemikiran yang terpencar dari akidah pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme), telah menjauhkan agama dan gereja dari kehidupan dan negara selanjutnya menjauhkan agama dari pembuatan perundang-undangan, inilah yang terjadi saat ini.

Kembalinya agama meng-intervensi ideologi tidak lepas dari pengelola (penguasa) negara yang tidak menerapkan ideologi tersebut sehingga muncul gerakan agama (Islam) sebagai kekuatan politik informal saat ini, yang menginginkan revolusi apabila negara tidak mampu menjalankan hukum terhadap pengabaian ideologi (penoda agama), gerakan ini menyitir selogan partai politik Islam “NO”, kekuatan politik Islam “YES”, sebab gerakan ini tidak dimotori oleh partai politik Islam.

Dalam menjalankan gerakannya, gerakan Islam masih menganut cara-cara lama dan masih memerlukan stimulus (perlu disakiti), sebab dalam pandangan segenap orang menganggap agama (Islam) adalah tradisi, sehingga membela Islam menjadi sama dengan membela tradisi, terkesan kekuatan Islam adalah kekuatan tradisional yang berkesan reaksioner.

Terdapat beberapa unsur dalam gerakan reaksioner tersebut yang dilihat dari berbagai macam pendekatan seperti (1) Sosial-Politis dengan warna ideologi Islam, kepentingan Islam adalah kredonya, solidaritas Islam sebagai pengikat-nya. Mereka merupakan pionir penggerak dalam gerakan Islam. contoh belakangan ini merekalah yang paling terdepan menuntut agar hukum ditegakkan terhadap pengabaian ideologi (penoda agama), (2) Kultural kecendrungan menampilkan sosok Islam dalam kehidupan sehari-hari, mereka kebanyakan kelompok-kelompok yang tersebar dan tidak terikat namun secara kesadaran ada yang bereaksi ada yang tidak, (3) Sosio-Kultur memiliki ikatan kultural yang kuat secara individual dan kelompok juga ikatan sosial sesama mereka, sehingga apabila ada dari kalangan mereka yang di cerca mereka baru bereaksi.

Seorang intelektual muslim yang dalam berfikir bernafaskan Islam yaitu bertitik tolak dari dan melakukan pemikiran menurut garis ajaran-ajaran agama Islam harus menangkap fenomena yang terjadi belakangan ini, khususnya gerakan Islam yang terjadi dari berbagai pendekatannya, sehingga dapat merangkul ketiga elemen ini dengan menawarkan pandangan hidup yang berazaskan Islam (ideologi islam).

Kebanyakan gerakan Islam mementingkan jumlah daripada mutu, dan itu tidak dapat disangkal apabila dapat menyatukan ketiga pendekatan tadi dapat menjamin tercapainya tujuan perjuangan (ideologi Islam), tetapi dapatkah persatuan itu terwujud secara dinamis dan didasari oleh ide-ide dinamis sehingga menjadi kekuatan yang dinamis, ingat tidak ada tindakan revolusioner tanpa teori-teori revolusioner.

Ide keharusan berideologi adalah konsekuensi dari pengangkatan manusia menjadi khalifah di muka bumi, karena ideologi berfungsi untuk mengatur bumi (negara & manusia). Dalam mengatur bumi tindakan khalifah harus sesuai dengan instruksi Allah, batasan yang ditetapkan Allah, dan kehendak Allah dimana itu semua diatur dalam bentuk nilai yang mendasar. Nilai dasar tentang kehidupan bernegara itu abadi karena terkandung dalam Qur’an dan Hadist, yang berubah itu konstitusi merupakan aktualisasi dan perumusan dari nilai dasar itu.

Ideologi Islam (Tauhid, Risalah, Khilafah) sebagian kalangan masih terasa abstrak untuk dijadikan ideologi, namun sebagai intelektual profesional yang islami harus dapat membaca dan menyoroti ideologi yang sesuai dengan ajaran Islam dan dapat ditetapkan dalam bentuk nyata dalam sebuah ide.[]


Penulis: Ias Siregar
Alumnus Fakultas Pertanian UISU



No comments:

Post a Comment