YakusaBlog- Membicarakan seseorang secara utuh tidaklah cukup tanpa kita ketahui akar budaya di mana orang tersebut dibesarkan. Karena itu sangat penting untuk membentuk kehidupan seseorang, mulai dari siapa orangtuanya, kakek dan neneknya, karekteristik keluarga, lingkungannya, sekolah yang membentuknya, guru, buku bacaannya hingga kultur budaya saat itu. Sangat perlu kita mengulik dan memotret secara lengkap untuk kita ketahui.
Suatu keniscayaan untuk kita ketahui siapa Cak Nur yang membesarkannya, sebelum beranjak membahas ide-ide besar penuh dengan "sihir" yang diproduksi sepanjang kariernya. Sang Guru Bangsa ini penuh dengan dinamika sepanjang hidupnya. Dihujat dicaci itu udah biasa, tetapi secara diam diam diikuti, banyak juga lawan yang berubah menjadi kawan. Kiranya tidak salah jika Cak Nur dijuluki sebagai " Trilogi Pemikiran Cak Nur, yaitu Tauhid, Pluralisme dan Indonesia sebagai Modern Nation State. Yang sering disalah pahami oleh banyak kawan dan lawan dengan pemikirannya.
Namanya aslinya Nurcholish Madjid, berasal dari bahasa Arab "Nur" dan "khalish". Nur artinya cahaya dan khalis artinya murni, berarti Nurcholish adalah cahaya murni atau cahaya laser yang mampu menembus segala sesuatu dibalik suatu benda. Sebenarnya di waktu kecil kedua orangtua nya memberikan namanya Abdul al-Malik (Abdul Malik berarti hamba sang raja). Akan tetapi, ia sakit sakitan terus, istilah orang kampung bilang keberatan nama, karena itu kedua orangtuanya mengganti nama Nurcholis dan menambah nama ayahnya di belakang, namanya Madjid.
Ayahnya sendiri bernama Abdul Madjid, Ibunya Fathanah putri dari kiayi Abdullah Sajjad. Karena keturunan kiayi sang ibu sangat pintar ngaji. Kakeknya Ali Syukur, sang kakek memiliki kedekatan dengan kiayi besar Hadrat-u al-Syaykh Hasim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Dari pasangan suami-istri Abdul Madjid-Fathanah itulah dilahirkan seorang laki-laki pada 17 Maret 1939, di kampung kecil desa Mojoanyar-Jombang, Jawa Timur. Ia anak pertama dari lima bersaudara, setelah itu urutannya dua perempuan dan dua laki-laki.
Sedangkan nama akrabnya "Cak" panggilan biasa untuk anak laki-laki di Jawa Timur. Seperti sebutan "Ucok" di daerah Sumatera Utara yang bersuku Batak.
Cak Nur memang seorang pemikir dan cendikiawan yang tidak pernah diam melihat situasi Bangsa Indonesia. Bagi Cak Nur Bangsa Indonesia telah memiliki modal utama untuk mewujudkan demokrasi, yaitu Pancasila. Dasar negara itu melengkapi kita dengan prasyarat asasi untuk mewujudkan demokrasi atau tatanan sosal politik yang membawa pada kebaikan untuk semua.
Cak Nur dianggap sebagai ikon pembaruan pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia. Gagasannya tentang pluralisme telah menempatkannya sebagai intelektual Muslim terdepan di masanya, terlebih di saat Indonesia sedang terjerumus di dalam berbagai kemorosotan dan ancaman disintegrasi bangsa.
Cak Nur dikenal dengan konsep pluralismenya yang mengakomodasi keberagaman ke-bhinneka-an keyakinan di Indonesia. Menurut Cak Nur, keyakinan adalah hak primordial setiap manusia dan keyakinan meyakini keberadaan Tuhan adalah keyakinan yang mendasar. Keyakinan tersebut sangat mungkin berbeda-beda antar manusia satu dengan yang lain, walaupun memeluk agama yang sama. Hal ini berdasar kepada kemampuan nalar manusia yang berbeda-beda, dan dalam hal ini Cak Nur mendukung konsep kebebasan dalam beragama. Bebas dalam konsep Cak Nur tersebut dimaksudkan sebagai kebebasan dalam menjalankan agama tertentu yang disertai dengan tanggung jawab penuh atas apa yang dipilih.
Cak Nur meyakini bahwa manusia sebagai individu yang paripurna, ketika menghadap Tuhan di kehidupan yang akan datang akan bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan, dan kebebasan dalam memilih adalah konsep yang logis. Manusia akan bertanggung jawab secara pribadi atas apa yang ia lakukan dengan yakin. Apa yang diyakini, itulah yang dipertanggung jawabkan. Maka pahala ataupun dosa akan menjadi benar-benar imbalan atas apa yang secara yakin ia lakukan.
Sebagai tokoh pembaruan dan cendikiawan Muslim Indonesia, seperti halnya K.H Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Cak Nur sering mengutarakan gagasan-gagasan yang dianggap kontroversial terutama gagasan mengenai pembaruan Islam di Indonesia. Pemikirannya dianggap sebagai sumber pluralisme dan keterbukaan mengenai ajaran Islam terutama setelah berkiprah dalam Yayasan Paramadina dalam mengembangkan ajaran Islam yang moderat.
Menulis pemikiran seorang pemikir, siapa pun ia, tentu agak sedikit kesulitan karena biasanya selalu tergoda ingin memasukkan semua ide dan gagasan yang pernah diproduksinya ke dalam tulisan yang dituliskannya. Selain itu menulis pemikiran dari seorang pemikir yang dikenal luas oleh banyak orang
Akan mengundang banyak kritik karena banyak orang yang mengenal atau mengetahui atau juga "merasa" lebih menguasai pemikiran sang pemikir yang ditulisnya.
Ada sebuah ungkapan yang mengatakan "cinta dan bencilah sewajarnya, kerena apa yang kau cintai suatu saat engkau akan membencinya, begitupun sebaliknya".
Kira-kira seperti itulah sedikit kegembiraan mengenal Cak Nur yang akhirnya saya sangat menyukai Cak Nur melalui karya-karyanya. Semoga kita tetap bisa merawat dan mengimplementasikan sihir-sihir Cak Nur. Karya-karya beliau sungguh luar bisa dan masih relevan untuk dibaca dengan kondisi keislaman dan keindonesiaan saat ini. Dan masih begitu banyak buku buku Cak Nur yang harus kita lestarikan untuk menambah wawasan pemikiran kita untuk ummat dan bangsa terkhusus Negara Kesatuan Republik Indonesia.[]
Penulis: Riki Hambali Tanjung (Ketua Umum HMI Komisariat Persiapan FIS UIN-SU Periode 2019-2020).
Ket.gbr: Riki Hambali Tanjung
No comments:
Post a Comment