YakusaBlog- Jika kita
(kader-kader HMI) mendengar pembicaraan seputar Nilai-Nilai Dasar Perjuangan
Himpunan Mahasiswa Islam (NDP HMI), apakah yang ada dalam pikiran kita? Tidak
jauh-jauh ketika kader-kader HMI mendengar pembicaraan NDP HMI, baik itu dalam
forum formal maupun diskusi lesehan, muncul suatu prasangka bahwa sedang
membahas tentang Tuhan. Itu tidak dapat kita pungkiri, kader-kader HMI memang
gemar mendiskusikan tentang Tuhan. Karena diskusi tentang ketuhanan tidaklah
menjadi hal yang tabu lagi. Tuhan pun tidak akan marah jika dirinya dibahas
oleh hamba-Nya. Sehingga dari hal ini, tidak jarang pula kader-kader HMI
mengatakan bahwa pembahasan NDP itu sangat ngeri, seram dan berat,
padahal tidaklah demikian.
Pembahasan
di dalam NDP HMI tidak hanya membicarakan tentang Tuhan saja. NDP HMI tersusun
menjadi 7 Bab Pembahasan ditambah 1 Bab Penutup sebagai Kesimpulan, dan
penekanan masing-masing Bab berbeda-beda. Di Bab I, memang diawali pembahasan
tentang Dasar-Dasar Kepercayaan kemudian pada Bab 7 membahas tentang Kemanusiaan
dan Ilmu Pengetahuan. Dan pada bab 7 tersebut, bagian “Ilmu Pengetahuannya”
menjadi pokok pembahasan kita.
Sebelum kita
membahas bagaimana Sains dalam perspektif Nilai-Nilai Dasar Perjuangan Himpunan
Mahasiswa Islam (NDP HMI), terlebih dahulu sedikit kita bicarakan penggunaan
frasa “Sains (Ilmu Pengetahuan)”, “Pengetahuan” sehingga kita bisa memahami
relevansinya ke dalam NDP HMI.
Umat Islam
dari sejak awal mengakui dua jenis keilmuan; ilmu agama dan ilmu alam. Dua
jenis ilmu itu dikategorikan sebagai pengetahuan yang ilmiah dan dikembangkan
melalui metode yang ilmiah pula. Hal ini berbeda dengan yang terjadi di Barat.
Mereka membagi ke dalam dua istilah teknis, yait science dan knowledge.
Itilah yang pertama dapat diperuntukkan bagi bidang-bidang ilmu fisik atau
empiris, sedangkan yang kedua diperuntukkan bagi bidang-bidang nonfisik seperti
konsep mental metafisika. Selanjutnya, jika istilah pertama diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia akan menjadi ilmu pengetahuan dan istilah yang
kedua menjadi pengetahuan saja. (Adian Husaini, 2013:60)
Fenomena
seperti di atas baru terjadi pada abad modern. Karena sampai abad pertengahan,
pengetahuan belum dibeda-bedakan ke dalam dua istilah tenis di atas, istilah
pengetahuan (knowledge) masih mencakup semua jenis ilmu pengetahuan.
Baru ketika memasuki abad modern yang ditandai dengan aliran filsafat positivisme,
maka pengetahuan yang terukur secara empiris dikhususkan dengan penyebutan scientific
knowledge atau science saja. (Taqi Mishbah Yazdi, 2003: 24)
Dalam
pembahasan kita ini, kita menggunakan istilah “Sains” yang diambil dari kata science,
jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maka kita sebut ilmu
pengetahuan. Kita tidak terjebak pada perdebatan pemisahan-pemisahan yang
digambarkan di atas. Penggunaan atau pembahasan sains ini tidak berdasarkan
aliran filsafat positivisme, akan tetapi kita melihat berdasarkan persfektif
NDP HMI, walaupun memang dinamika filsafat ilmu berpengaruh pada penyusunan NDP
ketika itu.
Nashruddin
Syarif berpendapat, Islam tidak mengenal pemenggalan zaman menjadi abad klasik,
pertengahan, dan modern. Karena di Islam tidak pernah terjadi tarik-ulur yang
dasyat antara akal dan iman, atau antara kekuasaan dunia dan kekuasaan agama.
Islam juga tidak mengenal renaissance yang ditandai dengan kebebasan
alam pikiran manusia dari kungkungan penguasa agama. Karena dari sejak awal
kelahirannya, antara agama, akal dan indera, ketiganya berjalan dengan sangat
baik. Konsekuensinya, tidak akan ditemukan dalam khazanah pemikiran Islam
pergeseran definisi ilmu seperti yang di dunia Barat. Dari sejak awal dan
sampai sekarang, ilmu dalam Islam mencakup bidang-bidang fisik juga
bidang-bidang nonfisik. (Adian Husaini, 2013:60)
Pandangan di
atas tentunya dapat memberikan penerangan bagi kita. Hal apa yang disebutkannya
tidak jauh berbeda dengan apa-apa saja yang dijelaskan dalam NDP HMI ketika
membicarakan ilmu pengetahuan. Nilai-nilai ilmu pengetahuan (sains) yang
dibahas dalam NDP tidak ada penyimpangan dari khazanah keilmuan dalam Islam.
Di dalam
pemikiran Islam, istilah untuk ilmu pengetahuan tidak pernah berubah. Istilah
ini diambil dari penggunaan istilah ‘ilm, di mana istilah ini
berpengaruh pada pandangan dunia Islam (Islamic worldview). Menurut Wan
Daud, jika diteliti dari aspek linguistiknya saja, kata ‘ilm memang
bermakna luas. Perkataan ‘ilm berasal dari kata ‘ain-lam-mim yang
diambil dari kata ‘alamah, yang berarti tanda, penunjuk, atau indikasi
yang dengannya sesuatu atau seseorang dikenal. (Wan Mohd. Nor Wan Daud,
1997:65)
Kemudian,
dalam perspektif Al-Qur’an, kata ‘ilm (ilmu)
dengan berbagai bentuknya terulang 854 kali dalam Al-Qur’an. Kata ini digunakan
dalam arti proses pencapaian ilmu pengetahuan dan objek pengetahuan. Kembali
ditegaskan, secara bahasa, ilmu berarti kejelasan. Karena itu, segala kata yang
terbentuk dari akar kata ilmu bermakna kejelasan. Kata ‘alamat (kita sebutkan kembali) akar katanya sama dengan ilmu yang
berarti penanda, yang membuat sesuatu menjadi jelas. Berdasarkan maknanya, ilmu
adalah pengetahuan yang jelas tentang sesuatu. (Azhari Akmal Tarigan, 2018:265)
Sains Dalam
Perspektif NDP HMI
Di atas
sudah kita jelaskan bahwa penggunaan kata “sains” yang artinya ilmu pengetahuan
tidak berdasarkan aliran positivisme atau aliran-aliran yang tidak sesuai
dengan pemikiran Islam. Hal itu kita tegaskan kembali, supaya tidak ada
perdebatan di awal bahwa pembahasan kita ini dalam beraliran darimana, atau
aliran filsafat ilmunya dari mana. Dalam pembahasan ini pun, kita tidak lagi
banyak membahas pengelompokan-pengelompokan ilmu pengetahuan. Tidak lagi membicarakan
secara panjang lebar bagaimana dinamika tarik-ulur sehingga terjadi pemisahan
dalam filsafat ilmu.
Di dalam
teks NDP HMI yang disusun kemudian disahkan dalam Kongres HMI IX oleh
Nurcholish Madjid (tokoh utamanya), Endang Saifuddin Anshari, dan Sakib Mahmud
pada tahu 1969, banyak membicarakan tentang ilmu pengetahuan (sains).
Penggunaan kata “ilmu pengetahuan” di dalam NDP disebutkan sebanyak 11 kali,
dan kata ilmu itu sebanyak 6 kali disebutkan. Jika dijumlahkan secara
keseluruhan sekitar 17 kali ilmu pengetahuan disebutkan dalam NDP HMI.
Nah,
selanjutnya bagaimanakah ilmu pengetahuan itu dalam perspektif NDP HMI? Untuk
menjawab pertanyaan ini perlahan-perlahan akan kita bicarakan, walaupun
nantinya tidak secara sistematis, akan tetapi kiranya tidak menghilangkan
substansi-substansi pembahasan yang ada di dalam NDP HMI itu.
Ilmu
pengetahuan dalam perspektif NDP HMI tidak mengenal adanya pemisahan (dikotomi)
ilmu dengan peranan wahyu. Di dalam teks NDP disebutkan bahwa, “...kehidupan
yang baik ialah yang disemangati oleh iman dan diterangi oleh ilmu.”
Sumber ilmu
pengetahuan dalam perspektif NDP bersumber dari Tuhan lewat wahyu. Di dalam
teksnya disebutkan; “...,Al-Qur’an merupakan suatu kompendium, namun
mengandung keterangan-keterangan tentang segala sesuatu sejak dari sekitar alam
dan manusia, sampai kepada hal-hal gaib yang tidak mungkin diketahui manusia
dengan cara lain.” Sumber ilmu pengetahuan dalam perspektif NDP yang kedua
adalah dari indera (empirisme) dengan memperhatikan alam. NDP menyebutkan; “Untuk
memperoleh ilmu pengetahuan tentang nilai kebenaran sejauh mungkin, manusia
harus melihat alam dan kehidupan ini sebagaimana adanya, tanpa meletakkan
padanya kualitas-kualitas yang bersifat ketuhanan.”
Untuk
mengetahui dan memahami alam ini, sumber ilmu pengetahuan dalam perspektif NDP
selain dari wahyu dan indera, dibutuhkan juga akal (rasio) atau juga kemampuan
berpikir yang mana ini merupakan bentuk dari intelektualitas manusia. Di dalam
NDP disebutkan, “Manusia harus memahami alam dengan hukum-hukumnya yang
berlaku agar dapat menguasai dan menggunakannya bagi kemanusiaan. Sebab alam
tersedia bagi umat manusia bagi kepentingan pertumbuhan manusia. Hal itu tidak
dapat dilakukan, kecuali dengan mengerahkan kemampuan intelektualitas atau
rasionya.”
Dari
beberapa penjelasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa sumber ilmu pengetahuan
dalam perspektif NDP HMI bersumber dari wahyu (Al-Qur’an), Indera (empiris) dan
akal (rasional). Artinya, NDP HMI tidak sependapat dengan sumber ilmu
pengetahuan yang sifatnya sekuler, seperti filsafat ilmu dalam perspektif
Barat. Sumber ilmu pengetahuan dalam perspektif NDP ini sama seperti ilmu
pengetahuan dalam perspektif Islam.
Setelah kita
membicarakan sumber ilmu pengetahuan dalam perspektif NDP, sekarang kita membicarakan
seberapa pentingkah ilmu pengetahuan itu bagi manusia?
Ilmu
pengetahuan dalam pandangan NDP HMI sangat perlu untuk dimiliki oleh setiap
manusia walaupun tidak sampai ketingkat yang tertinggi. Ilmu pengetahuan adalah
alat manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran-kebenaran itu. Dengan ilmu
pengetahuan manusia akan mengerti secara benar tentang dirinya (manusia) dan
alam sekitarnya, sehingga dapat mengelola alam agar bermanfaat untuk manusia.
Dengan ilmu pengetahuan manusia akan mengetahui arah yang benar daripada
perkembangan peradaban di segala bidang. Sebagaimana yang disebutkan dalam teks
NDP HMI, “Kerja manusia dan kerja kemanusiaan tidak akan mencapai tujuannya
, sebaliknya ilmu tanpa rasa kemanusiaan tidak akan membawa kebahagiaan bahkan
mungkin menghancurkan peradaban.” Artinya, dengan ilmu pengetahuan ini
dapat mewujudkan suatu peradaban. Contohnya dapat kita lihat kejayaan Islam di
abad pertengahan dan kejayaan Barat di abad modern ini.
Dalam
bukunya Azhari Akmal Tarigan yang berjudul Nilai-Nialai Dasar Perjuangan
HMI; Teks, Interpretasi dan Kontekstualisasi menyebutkan bahwa, ilmu
pengetahuan merupakan alat manusia yang paling mungkin untuk mengelola alam dan
memanfaatkannya untuk kesejahteraan manusia dengan cara yang benar. Ilmu
pengetahuan juga berguna untuk membuat kehidupan manusia lebih mudah. (Azhari Akmal
Tarigan, 2018:265)
NDP HMI juga
merujuk kepada firman Allah Swt. Pada surah Al-Mujadalah ayat 11. Di mana
dikatakan bahwa, dengan iman dan ilmu pengetahuan manusia akan diangkat
derajatnya beberapa derajat. Artinya, manusia yang beriman dan berilmu maka
derajatnya akan lebih tinggi dibanding manusia-manusia yang tidak beriman dan
berilmu pengetahuan. Sehingga tidak heran apabila Rasulullah Saw. berkata bahwa
menuntut ilmu itu kewajiban bagi setiap Muslim.
Perlu kita
pertegas bahwa, tidak hanya cukup berilmu saja, atau beriman saja. Nurcholish
Madjid (Cak Nur) telah membahas ini dengan sangat baik dan layak untuk kita
pahami. Dalam bukunya Cak Nur yang berjudul Pintu-Pintu Menuju Tuhan, ia
menuliskan:
“Firman Ilahi itu (QS. Al-Mujadalah: 11-pen)
menegaskan bahwa janji keunggulan, superioritas dan supremasi diberikan Allah
kepada mereka yang beriman dan berilmu sekaligus. Iman akan mendorong kita
untuk berbuat baik guna mendapatkan ridha Allah, dan ilmu akan
melengkapi kita dengan kemampuan menemukan cara yang paling efektif dan tepat
dalam pelaksanaan dorongan untuk berbuat baik itu. Dengan kata lain, iman
mendidik kita untuk mempunyai komitmen kepada kepada nilai-nilai luhur, dan
ilmu memberi kita kecakapan teknis guna merealisasikannya. Ringkasnya, iman dan
ilmu secara bersama akan membuat kita menjadi orang baik dan sekaligus tahu
cara yang tepat mewujudkan kebaikan kita itu. Maka dapat dimengerti mengapa
iman dan ilmu merupakan jaminan keunggulan dan superioritas.” (Nurcholish
Madjid, 2002:8)
Dari
penjelasan Cak Nur (penyusun NDP) di atas, dapat kita pahami bahwa tidak adanya
pemisahan atau tidak mengenal dikotomi antara iman dan ilmu. Qs. Al-Mujadalah
ayat 11 ini merupakan salah satu acuan dalam NDP HMI ketika membahas tentang
ilmu pengetahuan, sebagaimana yang dikatakan oleh Azhari Akmal Tarigan dalam
buku yang telah kita sebutkan, bahwa NDP itu diderivasi dari Al-Qur’an dan
Hadits.
Untuk itu
firman yang dirujuk NDP tersebut harus betul-betul dimaknai oleh kader-kader
HMI. Memaknainya tidak hanya secara teks saja, tapi dapat diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Sebagai mahasiswa Muslim yang bergelut dalam dunia
keilmuan, kita harus terus menambah kualitas keimanan dan keilmuan kita. Dengan
demikian, dengan penuh keyakinan derajat kemanusiaan kader-kader HMI ataupun
Alumni HMI akan diangkat oleh Allah Swt. beberapa derajat di antara
manusia-manusia apabila mempunyai keimanan yang kuat dan keilmuan yang tinggi.
Selanjutnya,
bagaimanakah cara kita mendalami ilmu
pengetahuan itu dalam perspektif NDP HMI?
Rasulullah
Saw. menyatakan, “Menuntut ilmu wajib
bagi setiap kaum muslimin dan muslimat.” “Carilah ilmu walaupun ke negeri Cina.” Dalam kesempatan lain ia
juga pernah berkata, “Barangsiapa keluar
menunut ilmu, sesungguhnya ia fisabilillah sampai ia kembali. Lalu, ambillah
hikmah (ilmu) itu dari manapun, dan ia tidak akan berpengaruh buruk kepadamu.”
Hal ini senada dengan perkataannya, “Apabila
engkau menemukan hikmah (ilmu) di manapun maka ambillah, karena itu harta umat
Muslim yang berserakah.”
Di dalam
teks NDP HMI (pada bab 7) disebutkan bahwa, untuk mendalami ilmu pengetahuan
harus didasari dengan sikap terbuka, mampu menangkap perkembangan pemikiran
tentang kehidupan berperadaban dan berbudaya, kemudian mengambil dan
mengamalkan diantaranya yang terbaik.
Dari pesan
Rasulullah itu tidak berbeda dengan apa yang disebutkan di dalam teks NDP HMI.
Untuk mengetahui dan mendalami suatu ilmu pengetahuan harus memiliki sikap yang
terbuka dan tidak melihat darimana ilmu itu datang. Akan tetapi, yang dilihat
adalah nilai-nilai ilmunya, apakah ia baik atau buruk. Walaupun ilmu
pengetahuan itu datang dari Barat, Timur, dan dari daerah-daerah lain harus
diterima hikmahnya setelah memprosesnya terlebih dahulu.
Sejarah
telah menunjukkan bahwa masyarakat Islam adalah masyarakat terbuka. Semangat
keterbukaan yang dimiliki generasi awal Islam merupakan hasil dari kesadaran
spritualnya sebagai umat penengah atau sebagai umat yang moderat (ummatan washata). Seperti yang dikatakan
Cak Nur, semangat keterbukaan telah melahirkan sikap-sikap positif muslim
klasik terhadap kebudayaan asing yang tidak bertentangan dengan dasar-dasar
ajaran Islam, khususnya terhadap ilmu pengetahuan. Mereka bersikap positif
terhadap orang dan bangsa lain. Mereka berani menyatakan apa yang salah dan
mana yang benar. (Azhari Akmal Tarigan, 2018:283).
Hal seperti
ini pulalah yang dimaksudkan NDP HMI agar supaya kita (kader-kader HMI) terbuka,
moderat, tidak melihat secara geografis, etnik, dan agama untuk mendalami ilmu
pengetahuan. Selama nilai-nilai yang terkandung dalam ilmu pengetahuan itu
bersifat baik, tidak bertentangan dengan dasar-dasar ajaran Islam, dapat
dimanfaatkan untuk mengelola alam bagi kesejahteraan dan mamakmurkan manusia,
maka dapat diterima. Jenis ilmu pengetahuan apapun itu dan dari manapun asalnya
jika itu baik untuk manusia dan tidak bertentangan dengan kebenaran maka tidak
menjadi masalah untuk diterima dan diamalkan.[]
Penulis:
Ibnu Arsib
Instruktur
HMI Cabang Medan
NB: Tulisan adalah sebagai bahan diskusi keilmuan yang dilaksanakan Pengurus HMI Komisariat FMIPA Unimed Periode 2017-2018, dengan tema Sains Dalam Perspektif NDP HMI, Masjid Unimed, Jumat, 27 April 2018.
No comments:
Post a Comment