YakusaBlog- Sudah menjadi rahasia umum di rumah kita (HMI) bahwa saat ini ada Kader-Kader HMI yang terlibat dalam Partai Politik (Parpol) tertentu. Baik itu yang sudah diketahui, maupun yang belum terungkap. Baik itu yang terlibat sebagai pengurus Perpol (baca: sayap Parpol), staf dan atau Tenaga Ahli (TA) anggota legislatif dari Parpol tertenu. Tidak sedikit juga badan konsultasi di tiap tingkatan HMI (Komisariat, Cabang, dan PB) terlibat aktif di Parpol.
Tentunya muncul sebuah pertanyaan; apa jadinya HMI jika Kadernya terlibat di Parpol?
Kita selalu mengatakan bahwa HMI adalah organisasi independen sebagaimana ditegaskan dalam Anggaran Dasar HMI pasal 6. Dalam diskursus ini pun sering dijelaskan bahwa Independensi HMI itu ada dua; Independensi Etis dan Independensi Organisatoris. Sudah sampai di manakah kita memahami dua jenis independensi tersebut? Sudah sampai implikasi dalam aktivitas kader sehari-hari? Ribuan pertanyaan lagi jika satu per satu kita catatkan. Kita simpulkan saja dengan satu pertanyaan yang perlu kita renungkan; sudahkah kita konsisten menjalankan dua independensi itu? Bagi yang belum memahminya silahkan baca Tafsir Independensi HMI sebagaimana yang tertuliskan dalam Hasil-Hasil Kongres HMI.
Baca juga: Perlunya Perubahan Tujuan HMI
Kembali kita bicarakan pertanyaan pertama yang menjadi tajuk tulisan ini. HMI saat sungguh terasa dinamika yang bersifat politis. Maksudnya, dinamika politis ini sungguh terasa menjadi konflik internal di HMI. Seperti saling sikut-sikutan untuk merebut kekuasaan di HMI. Hiruk pikuk perebutan jabatan di HMI menghilangkan nilai-nilai etis di HMI dengan menghalalkan segala cara. Nepotisme semakin tinggi di HMI. Dan macam semi politik pragmatisme lainnya.
Hal-hal di atas sudah bagai dinamika Parpol, hal ini terjadi menurut hipotesa saya adalah penguruh dari adanya kader-kader, adanya seseorang atau sekelompok orang Parpol (Alumni dan senior) yang mempengaruhi serta terlibat di dalam HMI. Akibatnya pola-pola di HMI bagai pola-pola di Parpol, nuansa politik praktis pun semakin menjamur di HMI dan terbukti dengan tidak sedikitnya kader-kader terlibat dalam politik praktis di negara ini.
Ditambah lagi dunia perkaderan pun ikut dipolitisir. Training-training HMI, semisal LK II dan LK III hanya menjadi panggung politik praktis. Pedoman perkaderan banyak yang "diperkosa" dan orang-orang yang mengisi training mayoritas para politisi. Hal ini dapat kita lihat setiap proposal kegiatan yang menyebar setiap cabang-cabang dan Badko HMI. Ruh Perkaderan HMI yang ditanamkan lewat training telah berganti menjadi ruh politik pragmatisme. Tidak sedikit peserta-peserta training yang kecewa dengan pemateri atau materi yang disampaikan. Alhamdulillah, masih ada peserta-peserta yang mengusir pemateri karena tidak sesuai ekspektasi. Hal itu menurut saya perlu dilakukan, mengusir pemateri apabila tidak menguasai materi atau tidak layak jadi pemateri di training-training HMI, sekalipun itu sekelas yang katanya tokoh nasional.
Baca juga: Eksistensialisme Kader-Kader HMI
Mirisnya kita sering menolak bahwa HMI dikatakan underbow Parpol, tapi dalam praktiknya ada kader-kader terlibat dalam sayap-sayap Parpol dan atau yang di badan konsultasi bagian dari orang Parpol. Secara tidak langsung sebenarnya HMI saat ini adalah underbow salah satu Parpol bahkan banyak Parpol. Berbeda sekali dengan HMI dahulu saat dikatakan underbow-nya Partai Masyumi.
Keadaan HMI saat ini perlu kita robah dengan menegaskan bahwa kita (kader-kader) benar-benar independen, baik secara tertulis maupun secara aktualisasi. Kita harus memahami apa dan bagaimana itu Independensi HMI. Kita harus berani merdeka dan menutup pintu bagi mereka yang terlibat di Parpol. Jika ada yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, harus segera dikeluarkan dari lembaga. Kita harus berani menolak intervensi yang membuat citra HMI buruk atau yang bertentangan dengan Independensi HMI. Walau kantong sekarat, tapi hati dan pikiran kita tetap merdeka.
Jika kita tidak bisa membuat training di tempat mewah, beralaskan tikar dan beratapkan tenda pun tidak menjadi permasalahan. Yang terpenting substansi dan esensi Perkaderan HMI tetap berjalan. Seorang pejuang tentunya harus jauh dari zona nyaman.
Baca juga: Astaga, PB HMI Ternyata Pernah Mendukung tuhan Orba!
Tidak perlu pemateri yang berlabel "Tokoh Nasional" jika nyatanya dia penoko (penipu). Indikator pemateri HMI itu tidak perlu berdasarkan jabatan dan titel. Akan tetapi berdasarkan indikator keahlian, kefokusan, keseriusan, keilmuan dan indikator baik lainnya. Kita harus mengembalikan ruh HMI yang sebenarnya.
HMI harus berani melepaskan diri dari hal-hal yang menjerat kemerdekaan organisasi dan kader-kader HMI. Kita fokuskan saja HMI ini menjadi rahim yang melahirkan kader-kader yang intelektual, agamais, jujur, berani berpihak pada kebenaran, dan memperjuangkan nasib-nasib umat yang ditindas.
Di Kongres HMI ke-31 nanti, kiranya kita mendapatkan sosok pemimpin yang berani melepaskan diri dari jeratan kader-kader dan senior-alumni HMI yang terlibat dari Parpol serta melepaskan dari kelompok-kelompok jahat yang memasuki HMI. Semoga kita mendapatkan Pimpinan PB HMI yang benar-benar berani menegakkan Konstitusi HMI dan ajaran-ajaran kebenaran di HMI. Hal ini sebenarnya bukan hanya untuk Pimpinan PB HMI, akan tetapi untuk kita semua.
Orang-orang yang terlibat di badan konsultasi PB HMI pun harus dijauhkan kan dari mereka yang terlibat di Parpol. Serta pengurus yang disusun benar-benar masih memegang Independensi HMI.
Hal-hal baik ini pun kita aktualisasikan jika kita memang menginginkan perbaikan di HMI. Jika tidak, rumah kita akan tetap seperti saat ini, bahkan lebih parah lagi. Semoga HMI dan kader-kadernya memegang tegug dan mengaktualisasikan Independensi HMI. Amin.
Mohon maaf pabila dalam tulisan ini terdapat kesalahan dan membuat ada yang tersinggung. Tujuan tulisan ini benar-benar diniatkan untuk usaha kecil memperbaiki Himpunan kita.[]
Penulis: Ibnu Arsib (Bukan siapa-siapa, hanya manusia biasa).
Mantap...
ReplyDelete